Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Dunia
Ini Tampang Tegar Senior yang Pukuli Junior hingga Tewas di STIP Jakarta, Kini Berbaju Tahanan
Polisi menetapkan Tegar Rafi Sanjaya (21), taruna tingkat 2 STIP Jakarta sebagai tersangka yang menganiaya juniornya Putu Satria Ananta Rustika (19)
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Pebby Adhe Liana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, CILINCING - Polisi menetapkan Tegar Rafi Sanjaya (21), taruna tingkat 2 STIP Jakarta sebagai tersangka yang menganiaya juniornya Putu Satria Ananta Rustika (19) hingga tewas.
Setelah resmi ditetapkan tersangka dalam waktu 1 x 24 jam, Tegar ditampilkan di hadapan awak media dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Utara, Sabtu (4/5/2024) malam.
Saat ditampilkan di hadapan awak media, Tegar terlihat sudah mengenakan baju tahanan Polres Metro Jakarta Utara.
Ia datang memakai masker dengan tangan sudah terborgol saat digiring oleh anggota Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara.
Tegar kemudian dibawa mendekat ke hadapan Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan sebelum konferensi pers dimulai.
"Kamu baik-baik ya di dalam, jalani saja apa yang seharusnya dijalani," kata Kombes Pol Gidion kepada Tegar.
"Siap," kata Tegar singkat menjawab sang Kapolres.
Tegar ditetapkan tersangka dengan jeratan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, polisi menetapkan Tegar sebagai tersangka tunggal dalam kasus ini.
Pasalnya, Tegar terbukti telah melakukan pemukulan sebanyak lima kali ke arah ulu hati korban.
Kemudian ketika korban lemas dan tak sadarkan diri, tersangka Tegar memasukkan tangannya ke dalam mulut korban namun nyatanya korban malah meninggal dunia.
"Kami menyimpulkan tersangka tunggal di dalam proses atau peristiwa pidana ini yaitu saudara TRS, salah satu taruna STIP tingkat 2," kata Gidion dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Utara, Sabtu (4/5/2024) malam.
Gidion mengatakan, berdasarkan hasil autopsi ditemukan luka di bagian ulu hati korban yang menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.
Kemudian, polisi juga mendapati bahwa penyebab hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah upaya pertolongan yang tidak sesuai prosedur dilakukan oleh tersangka.
"Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian," jelas Gidion.
"Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur," papar Gidion.
Diketahui, Putu Satria meregang nyawa usai dianiaya di dalam toilet koridor kelas KALK C, lantai 2 gedung STIP Jakarta, Jumat pagi sekitar pukul 8.00 WIB.
Penganiayaan ini terjadi ketika korban dan empat rekan seangkatan lainnya sedang mengecek salah satu ruang kelas.
Berdasar kronologi kejadian, saat turun ke lantai 2 rombongan korban dipanggil oleh tersangka yang saat itu juga sedang bersama-sama dengan empat orang lainnya yang merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta.
Saat itu tersangka menanyakan alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.
Tersangka lalu meminta lima juniornya itu untuk masuk ke dalam toilet dan berbaris.
Putu Satria menjadi orang pertama yang maju ke hadapan Tegar karena dianggap dirinya paling kuat.
Putu Satria pun hanya bisa berdiri ketika Tegar melakukan pemukulan sebanyak lima kali ke bagian ulu hatinya, di dalam toilet kampus tersebut.
Usai tak sadarkan diri, korban kemudian dibopong ke klinik kampus dan akhirnya dinyatakan tutup usia.
Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini.
Baca berita dan artikel menarik dari TribunJakarta.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.