Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Dunia

Terkuak Kalimat Para Tersangka ke Taruna STIP Jakarta yang Tewas saat Penganiayaan

Kalimat tersangka saat melakukan penganiayaan ke taruna STIP Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika terungkap.

TribunJakarta.com
Beberapa taruna STIP Jakarta yang dihadirkan dalam pra rekonstruksi kasus tewasnya Putu Satria Ananta Rustika (19), Senin (6/5/2024). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Putu Satria Ananta Rustika, Taruna Sekolah Ilmu Tinggi Pelayaran (STIP) Jakarta tewas dianiaya empat seniornya.

Putu diketahui dipukuli oleh tersangka utama, Tegar Rafi Sanjaya (21) di bagian ulu hati pada Jumat (3/5/2024) lalu di dalam toilet koridor KALK C, lantai 2 STIP Jakarta.


Sementara tersangka lainnya adalah KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.

Pihak kepolisian membeberkan jika keempat tersangka ini memiliki peran yang berbeda saat kejadian nahas itu terjadi.

Bahkan saat peristiwa penganiayaan terjadi berbagai perkataan dikeluarkan oleh para tersangka.

FA alias A merupakan senior tingkat 2 yang memanggil korban dan empat rekannya untuk turun dari lantai 3 ke lantai 2.

Di sini ia mengatakan "Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!".

Baju olahraga yang dipakai ke ruang kelas inilah yang membuat kelimanya turun.

FA berperan sebagai pengawas ini juga terekam dari kamera CCTV.

 

Kemudian tersangka KAK langsung menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama. Sebelum akhirnya ke empat taruna tingkat 1 lainnya.

"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan di Mapolres Metro Jakarta Utara.


Di sini KAK mengucap "adikku aja nih, mayoret terpercaya".

"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," sambung Kapolres.


Selanjutnya, di sinilah tersangka WJP beraksi. Ia memprovokasi tersangka utama untuk melakukan pemukulan terhadap Putu.

Mirisnya, WJP meminta bantuan Putu untuk tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan sembari berkata "Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham".

"Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," tutur Gidion.

Adapun Tegar menjadi tersangka utama lantaran melakukan pemukulan dan memasukkan tangannya ke mulut korban hingga korban meregang nyawa.


Tegar dijerat dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.

Sementara tiga lainnya dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP dengan alasan keikutsertaan melakukan tindak pidana.

 

 

Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

 

 

 

 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved