DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap

Pengacara Saka Tatal Ungkap Dua Alasan Polisi Tak Ungkap CCTV Kasus Vina, Ngaku Tak Miliki Keahlian

Akhirnya terkuak dua alasan mengapa rekaman CCTV terkait kasus Vina Cirebon tidak diungkap di persidangan.

TribunCirebon
Terkuak sosok hakim yang memvonis Saka Tatal depalan tahun penjara dalam kasus pembunuhan Vina dan pacarnya Eki di tahun 2016. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Akhirnya terkuak dua alasan mengapa rekaman CCTV terkait kasus Vina Cirebon tidak diungkap di persidangan.

Hal tersebut dibeberkan oleh pengacara mantan terpidana kasus Vina Cirebon Saka Tatal, Titin Prialianti pada Minggu (2/6/2024).

Titin mulanya menyebut saat sidang pada tanggal 17 Februari 2017, dihadirkan tiga orang dari kepolisian sebagai saksi.

Mereka merupakan anggota Polres Cirebon yang melakukan penangkapan kepada 11 terpidana pembunuhan Vina dan kekasihnya Eky.

Kala itu kepada para saksi, Titin bertanya soal keberadaan CCTV di sekitar TKP.

Menurut data yang dimiliki Titin, ada 7 kamera CCTV yang tersebar dari Jalan Perjuangan hingga Fly Over Talun.

Diketahui jenazah Vina dan Eky pertama kali ditemukan di atas Fly Over Talun.

"Saya masih pegang catatannya pada sidang tanggal 17 Februari 2017, saksi yang dihadirkan 3 orang diantaranya yang melakukan penangkapan," kata Titin dikutip TribunJakarta.com dari YouTube tvOne, pada Senin (3/6/2024).

"Disitu kami selaku kuasa hukum, sempat menanyakan soal CCTV, karena ada sekitar lima atau tujuh CCTV sejak jalan perjuangan hingga fly ove Talun,"

"Kami menanyakan kenapa rekaman CCTV tidak dihadirkan tidak ditayangkan," imbuhnya.

Ketiga anggota polisi tersebut kemudian mengungkapkan dua alasan berbeda terkait mengapa tidak menanyangkan CCTV.

Salah seorang polisi menyebut rekaman CCTV di tujuh lokasi terlihat gelap, sehingga tak jelas merekam kejadian.

Lalu polisi yang lain menyebut tak memiliki kemampuan atau keahlian untuk mengakses CCTV.

"Salah satu saksi yang merupakan anggota kepolisian, menyatakan tidak bisa di lihat karena gelap," ujar Titin.

"Saksi lainnya mengatakan tidak bisa dibuka karena anggota Polres Cirebon tidak memiliki orang yang ahli bisa membuka rekaman CCTV," imbuhnya.

Padahal jika CCTV di tujuh lokasi tersebut diungkap di persidangan maka bisa menjadi bukti yang kuat untuk mengungkap pembunuhan Vina dan Eki.


Kesaksian Aep Lemah

Eks Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji menganalisa kesaksian Aep soal kasus Vina Cirebon.

Sabtu malam 27 Agustus 2016, Aep sedang berada di warung dekat lokasi kejadian, tepatnya di bilangan Jalan Perjuangan, Desa Saladara, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.

Aep mengaku kala itu melihat Vina dan Eki dilempari batu, oleh segerombolan pemuda yang kini sudah menjadi terpidana.

"Kejadian itu kebetulan saya lagi di warung terus ada pengendara motor yang berseragam XTC lewat terus langsung dilempari batu," kata Aep di Bekasi, Jumat (26/5/2024).

Pelaku, lanjut Aep, memang sudah sering terlihat nongkrong di dekat bengkel cuci steam tempat ia bekerja.

Sekilas, Aep mengenal wajah-wajah pelaku yang melakukan penyerangan termasuk Pegi Setiawan alias Perong buronan yang baru diringkus.

"Saya tahu itu si Pegi sering kumpul sama anak-anak situ, sering nongkrong," jelas dia.

Aep tidak mengenal Pegi secara personal, dia hanya tahu wajahnya karena sering nongkrong di dekat bengkel cuci steam.

Untuk latar belakang serta pekerjaannya, Aep tidak tahu sama sekali bahkan namanya pun baru tahu setelah kasus bergulir.

"Tahunya pas lagi nongkrong-nongkrong saja, memang setiap sore kalo gak sore malam nongkrong di situ," tegas dia.

Aep juga mengonfirmasi bahwa Pegi berada di lokasi saat penyerangan Vina dan Eki.

"Waktu penangkapan saudara Pegi itu gak ada, tapi pas waktu kejadian itu, ada," jelas Aep.

Terpisah, saat menjadi narasumber di TV One pada Rabu (29/5/2024), Susno Duadji menilai pengakuan Aep sangat lemah.

Ditambah 5 dari 6 terpidana kasus Vina berbeda dari Aep, meereka menyebut Pegi Setiawan tak terlibat.

"Saya menilai tidak kuat, saksi yang terhukum sudah menarik keterangannya," ucap Susno Duadji.

"Ada saksi baru, tapi Aep ini sangat lemah, ia menceritakan kejadian 8 tahun lalu, dari jarak 100 meter tengah malam,"

"Kebenarannya mungkin tinggal 10 persen,"

"Kalaupun benar cuma dia sendiri,"

"Lemah satu saksi itu," imbuhnya.

Susno Duadji menilai kesaksian Aep bisa menjadi kuat jika didukung dengan data dari scientific investigation.

"Kecuali apa yang dikatakan berupa scientific investigation, berupa DNA, sidik jari, CCTV, rekamanan pembicaraan di telepon, baru itu bukan satu saksi, baru itu kuat," ucap Susno Duadji.

Ia menjelaskan lemahnya bukti yang dimiliki pihak kepolisian, membuat Pegi Setiawan seharusnya tidak ditahan.

"Kalau tidak cukup bukti harus dilepas," kata Susno Duadji.

"Kalau tidak, akan jadi masalah," imbuhnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved