Tensi Korut VS Korsel Memanas, Kepala BP2MI Tunggu Warning: Belum Berpengaruh Bagi PMI di Sana

Korea Utara dan Korea Selatan yang belakangan memanas dipastikan masih belum berdampak pada keberlangsungan hidup PMI

Gerald Leonardo Agustino/TribunJakarta.com
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, kondisi politik luar negeri antara Korea Utara dengan Korea Selatan belum berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup para PMI yang bekerja di Korea Selatan. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, KELAPA GADING - Tensi politik luar negeri antara Korea Utara dan Korea Selatan yang belakangan memanas dipastikan masih belum berdampak pada keberlangsungan hidup para pekerja migran Indonesia yang bekerja di Negeri Ginseng.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, konflik kedua negara itu belum berpengaruh terhadap para PMI di Korea Selatan.

BP2MI pun masih bisa melakukan pemberangkatan rutin para PMI ke sana tanpa menemui kendala yang berarti.

“Hingga hari ini, apapun situasi politik luar negeri Korea Selatan dan Korea Utara itu tidak berpengaruh bagi penempatan pekerja kita,” kata Benny di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (30/6/2024).

Meski demikian, BP2MI bakal terus memantau kondisi politik luar negeri sembari menyiapkan langkah antisipasi jika sewaktu-waktu eskalasi meningkat antara dua rezim di Semenanjung Korea itu.

Benny mengatakan, pihaknya juga menunggu alarm dari perwakilan Republik Indonesia di Korea Selatan apabila langkah evakuasi diperlukan ke depannya.

“Yang pasti, situasi politik luar negeri, kita akan diinfo oleh teman-teman di perwakilan,” kata Benny.

“Pasti alarmnya, warning-nya akan diberikan nanti oleh perwakilan Republik Indonesia,” pungkas dia.

Sebelumnya, tensi antara Korea Utara dan Korea Selatan memanas setelah terjadinya beberapa kerjasama antara dua negara itu dengan negara sekutunya masing-masing.

Puncaknya setelah hubungan antara Korea Utara semakin harmonis dengan Rusia setelah penandatanganan perjanjian pertahanan di Pyongyang, 19 Juni 2024 lalu.

Dalam pertemuan itu, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sepakat akan saling membantu jika terjadi peperangan di masa yang akan datang.

Perjanjian pertahanan itu lantas direspons Korea Selatan.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Lim Soo-suk menyesalkan kemitraan Korut-Rusia yang dinilai telah melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB.

“Kami menyampaikan penyesalan kami atas penandatanganan kemitraan strategis komprehensif antara Rusia dan Korea Utara dan secara terbuka menyebutkan kerja sama dalam bidang teknologi militer, yang melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB, meskipun sudah berulang kali diperingatkan oleh masyarakat internasional termasuk kami (Korea Selatan),” katanya, Kamis (20/6/2024) lalu.

Terbaru, Pemerintah Korea Utara mengecam latihan militer trilateral antara Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat.

Korut menganggap latihan perang gabungan antar tiga negara itu provokatif dan menyebut kerja sama militer mereka sebagai “NATO versi Asia”, dalam sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Korut yang disiarkan kantor berita pemerintah KCNA, Minggu (30/6/2024).

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved