Sinergi BPJS Kesehatan dan Komisi Informasi DKI Jakarta, Mewujudkan Keterbukaan Informasi Publik
BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah IV bersama dengan seluruh Kantor Cabang di wilayah DKI menggandeng Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta.
TRIBUNJAKARTA.COM - Sebagai upaya penguatan implementasi keterbukaan informasi melalui fungis e-PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah IV bersama dengan seluruh Kantor Cabang di wilayah DKI Jakarta menggandeng Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta melakukan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan yang berlangsung di bilangan Jakarta Selatan ini dihadiri langsung oleh Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat. FGD ini dibuka secara langsung oleh Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Herman Dinata Mihardja.
“Pada kesempatan kali ini, saya menekankan bahwa perlunya penguatan fungsi terkait keterbukaan informasi publik, khususnya bagi BPJS Kesehatan. Optimalisasi kemudahan akses informasi terutama yang berkaitan dengan pelayanan perlu ditingkatkan, dalam hal ini berkaitan dengan telah tercapainya Universal Health Coverage (UHC) di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini tentu mengharuskan BPJS Kesehatan senantiasa transparan dalam memberikan informasi terutama mengenai layanan Program JKN” ujar Herman.
Herman menekankan, keterbukaan informasi di era digitalisasi saat ini menjadi sebuah keharusan bagi sebuah badan publik seperti BPJS Kesehatan. Meski demikian, dalam perjalanannya tentu menemui tantangan nya tersendiri, baik dari internal maupun eksternal organisasi. Maka dari itu, masukkan demi masukkan sangat diperlukan terutama dalam menghadapi sengketa informasi serta cara penangananya di Kantor Cabang maupun di Kedeputian Wilayah untuk mewujudkan BPJS Kesehatan yang informatif dan sesuai dengan kaidah-kaidah keterbukaan informasi publik.
Senada dengan penyampaian dari Herman, Ketua Informasi Provinsi DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat, menyatakan bahwa keterbukaan informasi publik menjadi penting bagi sebuah badan publik untuk mengidentifkasi masalah, mengukur kinerja lembaga negara, evaluasi dan perbaikan, mendukung agenda pembangunan berkelanjutan serta mendukung semangat anti korupsi, dalam konteks BPJS Kesehatan utamanya adalah mencegah terjadinya fraud.
“Keterbukaan informasi sejatinya memiliki beberapa prinsip, antara lain transparansi, kehati-hatian, akuntabilitas dan partisipatif. Hal ini sejalan dengan fungsi yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan dan diatur pada Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang secara keseluruhan fungsi tersebut harus dijalankan dengan prinsip keterbukaan. Jika tidak terbuka, tentu akan menjadi boomerang untuk suatu badan publik,” tutur Ara.
Ara mengatakan bahwa terdapat klasifikasi informasi yang wajib disediakan dan diumumkan oleh Badan Publik mengacu pada UU KIP No. 14 Tahun 2008 yakni, secara berkala, serta merta,dan setiap saat. Meskipun diperlukan keterbukaan yang seluas-luasnya mengenai informasi terutama yang berkaitan dengan pelayanan kepada peserta, Ara menyatakan bahwa terdapat beberapa informasi yang bersifat rahasia dan tidak dapat dibuka kepada publik. Informasi yang dikecualikan tersebut antara lain adalah data pribadi peserta.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Deputi SDMUK Kedeputian Wilayah IV, Febri Yanti mengatakan bahwa BPJS Kesehatan sebagai sebuah Badan Hukum Publik telah menjalankan fungsi PPID sebagai langkah keterbukaan informasi dan dilakukan secara online dan pengajuan informasi dilakukan secara terpusat. Meskipun demikian, tentu diperlukan masukkan agar implementasi keterbukaan informasi kepada publik berjalan lebih baik terutama jika terjadi keterlambatan pemberian informasi. Hal tersebut pun direspon oleh Ketua Informasi Provinsi DKI Jakarta dengan bijak.
“Kita tentu memiliki SLA untuk prosedur permintaan informasi, yang secara ketentuan adalah selama 10 plus 7 hari kerja dan 30 hari jika terjadi sengketa pemberian informasi. Kami harapkan BPJS Kesehatan sebelum memberikan informasi yang diminta agar memilah jenis informasi, apakah bersifat yang dikecualikan atau tidak. Tak kalah penting, kita lakukan verifikasi pihak pemohon sebelum memberi informasi yang diminta. Namun, jika tetap terjadi keterlambatan pemberian informasi yang berujung sengketa, mediasi melalui Komisi Informasi menjadi langkah yang diambil hingga menemui solusi dan berkekuatan hukum tetap,” tutup Ara.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya