Dulu Dituding Tikung Jokowi, Abah Anies Ternyata Simpan Replika Tongkat Cakra Diponegoro: Ratu Adil
Anies Baswedan ternyata menyimpan replika Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro. Dulu Anies sempat dituding menikung Presiden Jokowi.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ternyata menyimpan replika Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro.
Anies Baswedan sempat dituding menikung Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat penyerahan Tongkat Pusaka Kanjeng Kiai Tjokro atau Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro dari Belanda.
Saat itu, ia masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Mendikbud menerima penyerahan Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro dalam acara pameran seni rupa ”Aku Diponegoro” di Galeri Nasional Indonesia Jakarta, Kamis (5/2/2015).
Kini, Anies Baswedan bercerita mengenai replika Tongkat Cakra Diponegoro yang tersimpan di rumahnya.
Hal itu berawal saat dirinya menjawab pertanyaan dari follower di akun instagram miliknya yang terverifikasi, @aniesbaswedan
Ayuanggraini03: Yg terakhir orinya itu yaa bah
Anies lalu memberikan penjelasan sambil memperlihatkan replika Tongkat Cakra Pangerang Diponegoro.
Tongkat Cakra Pangerang Diponegoro itu terbungkus kain putih. Ia lalu membuka kain tersebut.
"Nah sekarang saya mau ceritakan tentang Cakra Pangeran Diponegoro disini ada replikanya ini saya buka ya. Ini adalah replika yang saya terima dibuat oleh seorang Mpu yang dia buat lalu dikirimkan pada saya untuk disimpan ini cakranya," kata Anies Baswedan dikutip TribunJakarta.com dari akun instagram miliknya, Rabu (18/9/2024).
Anies menuturkan cakra tersebut dibuat memakai teknik tempa lipat seperti yang dilakukan untuk pembuatan keris.
"Jdi kalau dilihat disini ada seperti serat-seratnya di sini ada teksturnya mirip seperti keris," kata Anies sambil menunjukkan tongkat cakra tersebut.

Benda tersebut disebut cakra, kata Anies, karena bentuknya bulat seperti bulatan bulan atau matahari.
Kemudian, cakra tersebut dipasang di sebuah kayu mahoni yang sama persis dengan asilnya.
"Ukurannya seluruhnya sama, tingginya, lebarnya, ketebalannya dan ketika proses ini dilakukan saya sendiri hanya dapat ceritanya si mpu itu tidak menyaksikan langsung," ujar Anies.
"Tetapi dia melakukan tekniknya tersendiri ada ilmunya yang kita beda fakultas saya tidak bisa jelaskan, tapi yang jelas dia bisa membuat seperti aslinya. Nah ini yang kemudian diserahkan oleh seseorang," sambung Anies.
Anies menuturkan orang tersebut menyerahkan cakra tersebut kepada dirinya untuk disimpan.
Ia lalu bercerita mengenai sejarah Tongkat Cakra Diponegoro. Dimana, cakra yang asli dibuat di era Kesultanan Demak sekita abad ke 16.
Pangeran Dipenogoro menerima cakra tersebut 10 tahun sebelum Perang Jawa atau perang Diponegoro atau perang lawan Belanda pada tahun 1815.
Cakra tersebut, kata Anies, selalu menjadi pegangan Pangeran Dipenogoro saat berperang maupun berziarah.
"ni seakan penegas bahwa ini adalah ratu adil. Jadi pemegang ini Pangeran Diponegoro memberikan pesan itu dan semua proses tirakat, ziarah, perang itu selalu membawa ini istilahnya ageman atau pegangan yang tidak dipakai untuk berperang secara langsung tapi dipakai sebagai ageman," kata Anies.
Anies mengungkapkan Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro yang asli kini berada di Museum Nasional. Sedangkan replikanya tersimpan di kediaman Anies Baswedan.
"Saya jaga baik-baik sebagaimana pesan oleh pembuatnya, Mpu yang menyiapkan ini semua mudah-mudahan kita bisa dapat pelajaran dari apa yang kita lihat sebagai Tongkat Perjuangan Pangeran Diponegoro," imbuhnya.
Tudingan Menikung Jokowi
Anies Baswedan sempat membantah dirinya menikung Presiden Jokowi saat penyerahan Tongkat Pusaka Kanjeng Kiai Tjokro atau Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro dari Belanda.
"Saya mewakili presiden menerima Cakra, Artinya seizin presiden,” kata Anies.
Anies menegaskan tidak ada istilah menikung Presiden di balik penyerahan Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro.
“Saya mewakili di situ. Dan ini biasa, ketika presiden tidak hadir menteri yang relevan hadir di situ,” ujarnya
Awalnya, Anies menerima kedatangan pihak Kedutaan Belanda.
Mereka menyampaikan bahwa tongkat cakra Pangerang Diponegoro bakal dikembalikan ke Indonesia.
Anies mengaku saat itu dirinya baru bertugas menjadi Mendikbud.
Ia dilantik Presiden Jokowi sebagai Mendikbud pada 27 Oktober 2014. Anies terkena reshuflle kabinet pada 27 Juli 2016.
Kembali mengenai penyerahan tongkat cakra Pangeran Diponegoro. Anies bercerita penyerahan barang itu harus dijaga kerhasiaannya mulai dari tempat, waktu, dan lainnya mengingat barang tersebut begitu berharga.
Terlebih, banyak orang yang mencoba memburu barang tak ternilai harganya itu.
Setelah menerima perwakilan kedutaan Belanda, Anies pun kemudian melaporkannya kepada Presiden Jokowi.
Anies saat itu melaporkan kepada Presiden Jokowi akan pengembalian tongkat Cakra Pangeran Diponegoro.
Kemudian barulah diatur proses penyerahannya hingga akhirnya penyerahan dilakukan dalam acara pameran seni rupa ”Aku Diponegoro” di Galeri Nasional Indonesia Jakarta, Kamis (5/2/2015).
"Cavernya itu. Supaya ada event. Kemudian Cakra tadi di bawa Tang (perwakilan pihak Belanda), kita tidak tahu. Pemerintah Belanda (juga) tidak memberitahu kepada kita, penerbangan jam berapa? Kapan? Siapa pun tidak ada yang tahu,” kata Anies dalam tayangan yang ditonton Tribunnews.com, Rabu (21/6/2023).
Menurut Anies Baswedan, awalnya Presiden Jokowi akan hadir dalam acara penyerahan tongkat Cakra Pangeran Diponegoro tersebut di galeri nasional.
Namun, satu atau dua hari sebelum penyerahan, Presiden Jokowi ternyata ada acara ke Filipina.
Akhirnya acara yang semula harusnya dihadiri presiden, kemudian diwakilkan kepada Mendikbud yang saat itu dijabat Anies.
Anggota Tim 8 kala itu, Sudirman Said mengamini keyakinan bahwa orang yang menerima Cakra Pangeran Diponegoro akan menjadi pemimpin.
"Jadi nggak ada. Bahwa ada orang yang percaya mungkin teman-teman yang kental budaya Jawa (Menerima tongkat akan jadi pemimpin), itu ya kita amini saja. Tapi saya kira ketika itu berlangsung lebih kepada tugas kenegaraan saja," ujarnya.
Sedangkan, Ahli sejarah Diponegoro asal Inggris mengungkap bila penyerahan tongkat Pangeran Diponegoro tersebut memang dirahasiakan.
”Penyerahan (tongkat itu ke Indonesia) dirahasiakan sesuai permintaan keluarga yang menyimpan pusaka tongkat Diponegoro tersebut di Belanda,” kata Peter Carey.
Menurut Peter Carey, tongkat tersebut diperoleh Pangeran Diponegoro dari warga pada sekitar tahun 1815.
Tongkat itu lantas digunakan semasa menjalani ziarah di daerah Jawa selatan, terutama di Yogyakarta.
Itu terjadi sebelum Diponegoro mengobarkan perang terhadap Hindia Belanda pada 1825-1830.
Selama 181 tahun tongkat tersebut sebelumnya disimpan salah satu keluarga keturunan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jean Chretien Baud (1833-1834).
Kemudian Michiel Baud mewakili keluarga besar keturunan JC Baud menyerahkan pusaka tongkat ziarah Diponegoro kepada pemerintah Indonesia. JC Baud menerima tongkat ziarah Diponegoro, yang juga disebut tongkat Kanjeng Kiai Tjokro, dari Pangeran Adipati Notoprojo.
Notoprojo adalah cucu komandan perempuan pasukan Diponegoro, Nyi Ageng Serang.
Notoprojo dikenal sebagai sekutu politik bagi Hindia Belanda.
Ia pula yang membujuk salah satu panglima pasukan Diponegoro, Ali Basah Sentot Prawirodirjo, untuk menyerahkan diri kepada pasukan Hindia Belanda pada 16 Oktober 1829.
Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro dipersembahkan Notoprojo kepada JC Baud saat inspeksi pertama di Jawa Tengah pada musim kemarau tahun 1834.
Kemungkinan Notoprojo berusaha mengambil hati penguasa kolonial Hindia Belanda.
Sejak 1834, Baud dan keturunannya di Belanda merawat tongkat ziarah Diponegoro itu hingga akhirnya dipulangkan ke Indonesia pada Kamis (5/2/2015).
Berdasarkan penelusuran Peter Carey, Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro menjadi artefak spiritual sangat penting bagi Diponegoro, terutama dari simbol cakra di ujung atas tongkat sepanjang 153 sentimeter itu.
Berdasarkan mitologi Jawa, cakra sering digambarkan digenggam Dewa Wisnu pada inkarnasinya yang ketujuh sebagai penguasa dunia.
”Sesuai mitologi Jawa, tongkat tersebut dikaitkan dengan kedatangan Sang Ratu Adil atau Erucakra,” kata Peter.
Diponegoro kemudian menganggap perjuangannya sebagai perang suci untuk mengembalikan tatanan moral ilahi demi terjaminnya kesejahteraan rakyat Jawa.
Perang juga dianggap sebagai pemulihan keseimbangan masyarakat.
”Panji pertempuran Diponegoro menggunakan simbol cakra dengan panah yang menyilang,” kata Peter. (TribunJakarta.com/Wartakota/Tribunnews)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.