Viral di Media Sosial
Ditemani Sang Penolong, Naomi Lihat Cahaya Misterius Saat Tersesat di Gunung Slamet: Tak Teriak
Kisah Naomi Daviola Setyani (17) yang tersesat selama tiga hari di Gunung Slamet belum berakhir. Ia lihat cahaya misterius tapi pilih tak teriak.
TRIBUNJAKARTA.COM - Kisah Naomi Daviola Setyani (17) yang tersesat selama tiga hari di Gunung Slamet belum berakhir.
Awalnya, Naomi bercerita ditemani sang penolong yakni burung yang membawanya bertemu dengan Tim SAR.
Kemudian, siswi kelas XII SMK 3 Semarang hanya mengandalkan tiga potong roti untuk bertahan hidup di hutan Gunung Slamet.
Kini, ia menceritakan adanya cahaya misterius saat dirinya tersesat selama tiga hari di gunung tertinggi di Jawa Tengah sejak Minggu 6 Oktober 2024 hingga Selasa 8 Oktober 2024.
Kejadian itu terjadi pada Senin 7 Oktober 2024. Saat itu, Naomi memutuskan untuk beristirahan karena cuaca tidak memungkinkan sekira pukul 16.00 WIB.
Ia pun memutuskan untuk istirahat karena cuaca tidak memungkinkan sekira pukul 16.00 WIB.
Lalu, siswi yang aktif dalam kegiatan Pramuka itu melihat sorotan cahaya senter sekira pukul 20.00 WIB.
Namun, Naomi ragu sorotan cahaya tersebut apakah bersumber dari manusia atau bukan.
Ia pun memilih tidak berteriak dan menunggu hingga pagi.
"Sorotan itu manusia atau bukan. Takutnya saya teriak bukan manusia mengganggu sekitarnya. Saya memilih tidur dan menunggu pagi," kata Naomi.
Naomi bercerita hanya bisa mengikuti pergerakan burung yang seolah-olah memandu jalannya.

"Kalau burungnya naik, saya ikut naik. Kalau turun, saya ikut turun. Burung itu bahkan berhenti menunggu saya jika saya berdiam diri," kenangnya saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Karangroto, Kecamatan Genuk.
Pada Selasa pagi, burung tersebut kembali muncul dan membawa Naomi ke pinggir jurang di Gunung Malang.
Saat itulah ia mendengar seseorang memanggil namanya. Sekitar pukul 10.00 WIB, tim SAR akhirnya menemukannya.
"Begitu melihat petugas SAR berbaju oranye, saya langsung berteriak minta tolong," ujarnya penuh lega.
Burung yang memberikan petunjuk itu kemudian kembali muncul keesokan harinya atau pada Selasa pagi.
Burung tersebut membawa Naomi ke pinggir jurang di Gunung Malang dan pada waktu itulah, ia mendengar seseorang memanggil namanya.
Saat itu, Naomi berteriak minta tolong begitu melihat petugas SAR berbaju oranye.
Naomi mengaku bertahan hidup dengan bekal roti sobek dan minum dari sumber mata air di hutan.
Tim SAR Bambangan mengungkapkan kondisi Naomi saat ditemukan.
"Masih ada roti 3 jadi di awet-awet. Dia membawa roti 1 bungkus, untuk hari pertama dimakan setengah bungkus dan sampai hari terakhir menghabiskan yang setengah bungkus," ungkap Sumarudin, Rabu (9/10/2024).
Untuk minum sendiri, Naomi mencoba mengambil air dari sungai mengalir di jalur yang dilewatinya.
"Dia menemukan air di sungai. Alhamdulillah kalau air di Gunung Slamet insyaallah aman," imbuhnya.
Diketahui Naomi mendaki bersama 40 rombongan lainnya mengikuti kegiatan pendakian open trip.
Pendakian ini tergolong cukup ekstrem, karena dilakukan dengan tek-tok yang dimulai, Sabtu (5/10/2024) malam pukul 23.00 WIB.
Sehingga perbekalan yang dibawa tidak banyak. Termasuk tenda yang biasanya digunakan bermalam saat pendakian juga tidak membawa.
Selama tersesat dan hilang, pada malam harinya Naomi selalu menghadapi hujan.
Saat itu, Naomi hanya bisa berteduh di rimbunnya pepohonan mengenakan jas hujan dalam kondisi gelap gulita.
"Diantara dua malam itu selalu kehujanan. Dia istirahatnya di bawah pohon, terus dia pakai jas hujan jadi bisa berlindung sama sekali tanpa adanya headlamp, bahkan hpnya lowbat," katanya.
Sumarudin terkejut dengan jalur yang dilalui oleh Naomi karena melenceng sangat jauh dari jalur yang digunakan saat mendaki via Bambangan.
"Saya juga agak bingung kenapa dia sampai disitu. Luar biasa jauhnya kalau dari pos 7 via Bambangan sekitar 3 kilometer sampai ke TKP. Kalau dia jalan lurus tembusnya di Baturraden," katanya.
Sementara itu, Naomi mengaku tidak memberi tahu orang tuanya bahwa ia akan mendaki Gunung Slamet, dan sekarang menyesal atas tindakannya.
"Saya masih ingin mendaki gunung, tetapi mungkin tidak akan diizinkan orang tua lagi," katanya.
Ibu Naomi, Dwi Ningsih, mengaku sempat merasa firasat buruk pada Minggu malam (6/10/2024) saat Naomi belum juga pulang.
"Saya mencoba mencari informasi dari teman-temannya, tetapi tidak ada yang tahu. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi," ungkapnya.
Dwi menyatakan bahwa Naomi izin untuk kegiatan Pramuka, namun ternyata Pramuka tidak memiliki acara pada waktu itu.
Setelah kejadian ini, Dwi mengaku masih trauma dan tidak akan mengizinkan anaknya mendaki gunung lagi.
Awal Mula Ikut Kegiatan hingga Hilang
Naomi mengatakan, ia mendaki ke Gunung Slamet dari ajakan kegiatan di TikTok dan meninggalkan Semarang pada Sabtu (5/10/2024).
Naomi menjelaskan, itu merupakan pengalaman pertamanya mengikuti kegiatan yang diorganisir melalui media sosial sebab biasanya ia mendaki bersama teman sekolah.
"Biasanya saya mendaki bersama teman-teman sekolah atau saat acara Pramuka," kata Naomi dikutip dari Tribun Jateng, Rabu (9/10/2024).
Naomi bercerita, perjalanan mendaki Gunung Slamet awalnya berjalan lancar. Namun situasi berubah saat turun dari gunung.
Ia mengaku dirinya merasa ditinggalkan oleh rombongannya, yang awalnya terdiri dari tujuh orang.
"Tiga orang dari rombongan kami turun duluan. Saya berada di tengah, tapi ketika melihat ke belakang, dua orang yang semula ada di sana tiba-tiba hilang," tutur Naomi.
Dirinya juga bercerita, jalur yang ia lalui saat turun terasa berbeda karena tidak melewati Pos Plawangan seperti yang dilalui saat naik. Naomi justru berakhir di dalam hutan.
Saat di dalam hutan itulah Naomi merasa tersesat hingga dirinya bertemu dengan seekor burung yang membawanya bertemu dengan tim SAR.
Diketahui Naomi mendaki bersama 40 rombongan lainnya mengikuti kegiatan pendakian open trip.
Pendakian ini tergolong cukup ekstrem, karena dilakukan dengan tek-tok yang dimulai, Sabtu (5/10/2024) malam pukul 23.00 WIB.
Sehingga perbekalan yang dibawa tidak banyak. Termasuk tenda yang biasanya digunakan bermalam saat pendakian juga tidak membawa.
Selama tersesat dan hilang, pada malam harinya Naomi selalu menghadapi hujan.
Saat itu, Naomi hanya bisa berteduh di rimbunnya pepohonan mengenakan jas hujan dalam kondisi gelap gulita.
"Diantara dua malam itu selalu kehujanan. Dia istirahatnya di bawah pohon, terus dia pakai jas hujan jadi bisa berlindung sama sekali tanpa adanya headlamp, bahkan hpnya lowbat," katanya.
Sumarudin terkejut dengan jalur yang dilalui oleh Naomi karena melenceng sangat jauh dari jalur yang digunakan saat mendaki via Bambangan.
"Saya juga agak bingung kenapa dia sampai disitu. Luar biasa jauhnya kalau dari pos 7 via Bambangan sekitar 3 kilometer sampai ke TKP. Kalau dia jalan lurus tembusnya di Baturraden," katanya.
Naomi tersesat sejak pertama turun dari puncak Gunung Slamet dan posisinya di depan rombongan.
Tidak disangka kabut tipis membuat Naomi memilih salah jalur turun.
"Katanya dari atas dia masih bareng. Survivor di depan. Pas nengok ke belakang itu masih ada temannya dua orang. Tapi setelah itu ada kabut agak tipis-tipis dia akhirnya lanjut ke arah kanan," imbuhnya.
Namun ketika ditengok lagi temannya sudah tidak ada. Sumarudin mengatakan Naomi salah jalur sejak dari pos 9. (TribunSolo/TribunJateng)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.