Viral di Media Sosial

Guru Honorer di Sultra Dituding Pukul Anak Polisi, Kini Ditangkap & Muncul Tagar SaveIbuSupriyani

Supriyani atau SU merupakan guru honorer di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) yan

|
Handout via Tribun Sultra
Supriyani, Guru SD di Konsel Sultra yang Kini Ditahan Usai Dituding Pukul Anak Polisi. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Supriyani atau SU merupakan guru honorer di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang tengah menjadi sorotan.

SU atas kasus dugaan penganiayaan murid yang merupakan anak polisi.

Ia yang sudah berkarir sebagai guru selama 16 tahun harus mendekam di balik jeruji besi Lapas Perempuan Kelas III Kota Kendari, dan dijadwalkan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, pada Kamis (24/10/2024) mendatang.

Dilansir dari Tribun Sultra, duduk perkara kasus ini bermula dari ibu korban berinisial N yang melihat luka di paha bagian belakang korban pada 25 April 2024 lalu.

Ketika ditanya sang ibu, terduga korban mengaku luka tersebut akibat terjatuh dengan Aipda WH di sawah.

Kemudian, keesokan harinya, N menanyakan kepada suaminya, yang merupakan personel Polsek Baito, Aipda WH terkait luka di tubuh anaknya itu saat hendak dimandikan.

Lantas, Aipda WH pun kaget dan langsung bertanya ke korban terkait luka yang dimaksud N.

Selanjutnya, terduga korban mengaku telah dipukul SU di sekolah pada 24 April 2024.

Aipda WH dan N pun lantas mengonfirmasi kepada dua saksi yang disebut anaknya, yakni I dan A yang melihat kejadian dugaan penganiayaan oleh SU.

Pasangan ini langsung melaporkan dugaan penganiayaan ini ke Polsek Baito.

lihat fotoTanggapan Hotman Paris Kasus Donasi Agus: Secara Hukum Memang Pemilik, Secara Moral Kurang Terpuji
Tanggapan Hotman Paris Kasus Donasi Agus: Secara Hukum Memang Pemilik, Secara Moral Kurang Terpuji

Selanjutnya, SU pun langsung dipanggil ke Polsek Baito untuk dikonfirmasi terkait dugaan penganiayaan kepada anak Aipda WH.

Saat dikonfirmasi, terduga pelaku pun tidak mengakuinya.

“Tetapi yang diduga pelaku tidak mengakuinya sehingga yang diduga pelaku disuruh pulang ke rumahnya, dan laporan Polisi diterima di Polsek Baito,” kata Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam.

Berbagai upaya agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan pun sudah dilakukan.

Namun justru tak menemui hasil karena SU tak mengakui perbuatannya.

Di sini, Febry mengungkapkan Kanit Reskrim Polsek Baito, Bripka Jefri memberikan masukan melalui kepala sekolah tempat terduga pelaku mengajar.

Adapun masukannya adalah agar SU mengakui perbuatannya yaitu telah melakukan pemukulan terhadap anak Aipda WH dan N, lalu meminta maaf.

Saran Bripka Jefri ini, kata Febry, langsung dilakukan oleh kepala sekolah dan mengajak SU dan suaminya untuk datang ke rumah keluarga korban untuk meminta maaf.

Namun, ternyata ibu korban belum bisa memaafkan.

Setelah itu, keluarga terduga pelaku bersama dengan Kepala Desa Wonua Raya juga sempat datang ke rumah keluarga korban untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya.

Pada pertemuan itu, disebutkan pihak korban sudah memaafkan dan tinggal menunggu kesepakatan damai.

Kemudian, proses damai itu berujung gagal buntut keluarga korban mendengar kabar bahwa terduga pelaku tidak ikhlas saat minta maaf.

“Sehingga orang tua korban tersinggung dan bertekad melanjutkan perkara tersebut ke jalur hukum,” tulis keterangan polisi.

Berdasarkan berkas dari Polsek Baito yang dilihat Tribun Sultra, kasus ini pun lantas naik sidik pada 22 Mei 2024 setelah adanya laporan dari keluarga korban pada 26 April 2024 ke Polsek Baito dengan nomor laporan LP/03/IV/2024/Polsek Baito/Polres Konsel/Polda Sultra.

Pada 7 Juni 2024, kasus ini pun telah naik ke penyidikan lewat terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Kemudian, pada 3 Juli 2024, polisi melakukan gelar perkara dan menetapkan SU sebagai tersangka.

Singkat cerita, pada 29 September 2024, berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan dan SU berujung ditahan pada Rabu (16/10/2024).

Muncul Tagar #SaveIbuSupriyani

Terbaru, kasus ini menjadi perhatian warganet di akun X.

Tagar #SaveIbuSupriyani menjadi trending topic di akun X.

Tak hanya di X, namun juga Instagram dan Facebook ramai postingan mengenai sosok SU. 

Para warganet mengawal kasus ini terlebih ketika mengetahui masa berkarir SU, serta kondisi SU yang juga memiliki seorang anak yang masih kecil.

"Save Ibu Supriyani, S.Pd
Guru SDN  Baito, Konawe Selatan. Ditahan Polisi karena menegur siswa yang nakal. Orang Tua siswa tersebut adalah anggota Polisi. 

Mohon doa & bantuannya Ibu Supriyani, S.Pd seorang guru honor yg sedang dalam masa pemberkasan P3K setelah honor bertahun2," tulis @TheGenkBos__

"Respon dan aksi solidaritas terhadap seorang guru di SD Negeri 4 Baito, Supriyani yang dikriminalisasi oleh seorang orang tua murid yang berprofesi sebagai anggota P0lri," tulis @balyabinmalkan_

"#SaveIbuSupriyani," kata @AnemHeritage.

DPRD Sultra Minta Penangguhan Tahanan

Di sisi lain, DPRD Sultra sudah meminta kepada Kejari Konawe Selatan agar dilakukan penangguhan penahanan terhadap SU.

Hal ini dilakukan setelah Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala bertemu SU yang ditahan di Lapas Perempuan, Kendari pada Senin (21/10/2024) kemarin.

"Kita sudah kroscek tadi, kemungkinan besok kami akan meminta kepada yang berwenang dalam hal ini Kejari Konsel untuk bisa ditangguhkan penahanannya," ungkap Tariala.

Kata dia, penangguhan penahanan dilakukan karena SU tengah persiapan mengikuti tes program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk rekrutmen PPPK.

"Jadi penangguhan ini supaya dia tidak terganggu mengikuti tes, mungkin proses hukumnya tetap berjalan," ujar Tariala.

"Selain itu penangguhan penahanan ini karena SU punya anak kecil," imbuhnya.

Tariala pun menilai ada yang janggal dalam proses hukum terhadap SU, sehingga yang bersangkutan sampai ditahan.

"SU mengaku tidak pernah melakukan penganiayaan terhadap korban, kemudian korban juga bukan anak perwalian dari SU. Dia ini mengajar di Kelas 1 B sementara korban di Kelas 1 A," ungkap Tariala.

"Jadi seharusnya tidak ditahan karena dia tidak mengakui perbuatannya, hanya dari keterangan korban," lanjutnya.

Selain itu, proses hukum di polisi juga harus dikroscek karena sebelum dialihkan ke kejaksaan, bukti yang dipakai dari keterangan dua rekan korban yang masih di bawah umur.

"Kalau kita melihat saksi itu masih anak kecil kan mereka tidak bisa dijadikan saksi keterangannya karena di bawah umur," pungkas Tariala.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved