Tidak Hanya Pria! Ada 3 Tokoh Perempuan di Balik Pertempuran 10 November, Siapa Mereka? 

Tak hanya laki-laki yang berjuang di pertempuran Surabaya tahun 1945. Tetapi banyak juga sosok perempuan yang ikut berjuang, siapa mereka?

Editor: Muji Lestari
Kemensos RI
Hari Pahlawan 2024. Mengenal sosok perempuan di balik pertempuran 10 November 1945. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Siapa sangka ada sosok perempuan di balik pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. 

Tak hanya laki-laki yang berjuang di pertempuran Surabaya tahun 1945. Tetapi banyak juga sosok perempuan yang ikut berjuang di tengah desing peluru dan mortir. 

Pada peristiwa 10 November 1945, ada pertempuran besar pecah di Surabaya antara Indonesia dan pihak Inggris. Pertempuran ini mengakibatkan tewasnya ribuan pejuang Indonesia yang kini dikenang melalui peringatan Hari Pahlawan

Sosok Bung Tomo, Mayjend Sungkono, sampai KH Hasyim Asy'ari lebih dikenal dalam pertempuran selama tiga minggu ini. 

Namun ada banyak tokoh perempuan yang jarang disorot dan ikut terjun mendirikan dapur umum, membantu mengobati, menolong, dan menggotong korban sampai ikut menggali dan menguburkan jenazah dan menyiarkan berita di pertempuran Surabaya. 

Lantas, siapa saja tokoh perempuan yang berperan pada pertempuran 10 November 1945? 

Tokoh Perempuan di Balik Peristiwa 10 November

Perempuan berambut pirang itu adalah K'tut Tantri, yang memiliki selusin nama julukan, salah satunya Miss Daventry. Tampak Bung Tomo berdiri bersama putri bungsunya, Ratna Sulistami. Sementara Sulistina Sutomo, istri Bung Tomo, tampak duduk bersama Tantri.
Perempuan berambut pirang itu adalah K'tut Tantri, yang memiliki selusin nama julukan, salah satunya Miss Daventry. Tampak Bung Tomo berdiri bersama putri bungsunya, Ratna Sulistami. Sementara Sulistina Sutomo, istri Bung Tomo, tampak duduk bersama Tantri. (Arsip Keluarga Sutomo via Kompas.com)

1. Muriel Stuart Walker atau K'tut Tantri 

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Muriel Stuart Walker lahir di Glasgow, Skotlandia pada 19 Februari 1898. 

Meski ia warga negara asing, ia terus melakukan aktivitas bawah tanah dan keteguhan sikap untuk konsisten melawan Jepang membuat tentara Indonesia di bawah pimpinan Bung Tomo membebaskannya. 

Ia diberi pilihan untuk kembali ke negerinya dengan jaminan pengamanan penuh atau bergabung dengan pejuang Indonesia. Akan tetapi ia memilih yang kedua. 

Sehingga selama perang kemerdekaan 1945-1949, Muriel turut bergerilya bersama Bung Tomo dan para pejuang serta menyaksikan dari dekat Pertempuran Surabaya 10 November 1945. 

Muriel membuat beberapa siaran dalam bahasa Inggris dengan target pendengar orang-orang Eropa, dengan namanya yang baru yaitu K'tut Tantri dan dijuluki “Soerabaja Sue”. 

Karena pada masa tersebut radio lebih populer, ia mulai mengirim pesan-pesan ke seluruh dunia agar mengetahui tentang kemerdekaan Indonesia. 

Ia dikenal dalam siaran radio Voice of Free Indonesia (divisi otonom di bawah Radio Republik Indonesia, saat ini menjadi Voice of Indonesia) dan menulis buku “Revolusi di Nusa Damai”. 

Tantri turut pula menembus blokade laut Belanda dan berhasil lolos ke Singapura dan Australia untuk melakukan kampanye penggalangan dana, solidaritas internasional untuk Indonesia dan melakukan propaganda agar (rakyat) Australia memboikot Belanda. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved