Viral di Media Sosial
Tak Hanya Gus Miftah, Pengamat Anggap Jubir Presiden Juga Perlu Dievaluasi
Publik tengah dihebohkan dengan pernyataan Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang mengolok pedagang es teh dalam sebuah acara pengajian.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM - Publik tengah dihebohkan dengan pernyataan Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang mengolok pedagang es teh dalam sebuah acara pengajian.
Terkini, Gus Miftah memutuskan mundur dari jabatan utusan khusus presiden usai tindakannya mendapat kecaman dari publik.
Menurut Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, sebenarnya tak hanya Gus Miftah yang perlu dievaluasi.
Ia menyebut Juru bicara (jubir) kepresidenan Adita Irawati juga perlu dievaluasi.
Pasalnya, Adita memilih diksi rakyat jelata saat membahas kasus yang dialami Gus Miftah.
"Pilihan diksi itu mengindikasikan minimnya wawasan Adita dan Miftah mengenai psikologis, sosiologis, budaya, dan etika masyarakat Indonesia. Akibatnya, dua sosok ini alpa dalam menggunakan diksi yang sensitif bagi masyarakat Indonesia," kata Jamiludddin kepada wartawan, Jumat (6/12/2024).
Jamiluddin menilai dua sosok itu juga alpa memperhatikan human relation dalam berkomunikasi.
Akibatnya, komunikasi yang dilakukan Adita dan Gus Miftah mengabaikan aspek empati.
"Komunikasi yang dilakukan juga mengesankan ketidaksetaraan. Adita dan Miftah justru berkomunikasi seolah memposisikan derajat lebih tinggi dari audiennya. Ketidaksetaraan ini tergambar dari diksi yang digunakan dua sosok tersebut," kata Jamiluddinm
Hal itu, lanjut Jamiluddin, mengesankan dua sosok itu berkomunikasi tanpa mengenal audiennya.
"Akibatnya mereka berkomunikasi kepada audien, bukan dengan audien," tuturnya.
Menurutnya, komunikasi seperti itu seharusnya tak boleh terjadi, karena posisi Adita dan Gus Miftah sebagai orang dekat presiden.
"Dua sosok ini seharusnya dalam setiap berkomunikasi mewakili karakter dan kepentingan presiden. Salah satunya, Prabowo dalam berkomunikasi kerap meninggikan derajat rakyatnya.
Karena itu, langgam berkomunikasi orang dekat presiden seharusnya tak jauh dengan yang ditampilkan Presiden Prabowo, yaitu tegas, direct, egaliter, dan pilihan diksi yang terukur," paparnya.
Karenanya, Jamiluddin merasa pemilihan jubir dan utusan khusus presiden tidak menggunakan standar atau kriteria yang ketat. Ada kesan mereka dipilih karena faktor kedekatan, bukan atas kompetensi dan integritas.
"Agar hal demikian tak terulang lagi, maka utusan khusus dan jubir kepresidenan layak dievalusi ulang. Mereka yang tak memenuhi kriteria, selayaknya segera diganti," ujar Jamiluddin.
Gus Miftah Mundur
Keputusan mundurnya Gus Miftah dari jabatan utusan khusus presiden bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan disampaikannya pada Jumat (6/12/2024) siang.
Dalam konfrensi persnya, Gus Miftah mengucapkan pesan untuk Presiden Prabowo Subianto.
Gus Miftah berterima kasih kepada Prabowo yang telah mengangkat derajatnya.
"Saya seorang anak yang berlatar belakang dari jalanan, yang bergaul dengan dunia marjinal, dunia premanisme dan klub malam."
Telah diangkat derajat setinggi-tingginya oleh Bapak Presiden adalah anugerah yang luar biasa ALlah berikan kepada saya melalui perantara Bapak Presiden Prabowo Subianto," kata Gus Miftah di Pondok Pesantren Ora Aji, Jumat (6/12/2024).
Gus Miftah juga minta maaf kepada Prabowo karena telah mengecewakan.
"Saya memohon maaf kepada Bapak, belum bisa menjadi sesuai yang bapak harapkan dari saya. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak PResiden, karena saya belajar menjadi seorang kesatria dari Bapak Presiden," jelasnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.