Mendikdasmen Tak Larang Wisuda Sekolah, Dedi Mulyadi Tak Akan Dengarkan, Bagaimana DKI Jakarta?
Mendikdasmen Abdul Mu'ti tidak melarang adanya wisuda sekolah. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tidak akan dengarkan pihak manapun. Bagaimana Jakarta?
TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tidak akan mendengarkan pihak manapun terkait kebijakan wisuda sekolah.
Dimana, Politikus Gerindra itu tegas akan tetap melarang wisuda di sekolah-sekolah wilayah Jawa Barat.
Hal ini berbeda dengan pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti yang tidak melarang adanya wisuda sekolah.
Namun ada syaratnya, kegiatan tersebut tidak memberatkan orang tua siswa.
Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan juga bereaksi mengenai polemik wisuda sekolah.
Awalnya, polemik mengenai larangan wisuda sekolah bermula saat Dedi Mulyadi berdebat dengan lulusan SMAN 1 Cikarang Utara bernama Aura Cinta.
Aura Cinta mengkritik kebijakan larangan wisuda sekolah yang membuat siswa kehilangan kenangan perpisahan kelulusan.
Dedi pun menegaskan, ia tak akan mengubah kebijakan larangan wisudah sekolah tersebut.
"Sudah jelas TK, SD, SMP, SMA, tidak boleh ada wisuda, sudah. Kenaikan kelas, kenaikan kelas. Kelulusan, kelulusan," kata Dedi Mulyadi.
Alasan Dedi Mulyadi melarang kegiatan wisuda sekolah adalah agar uangnya dapat dimanfaatkan untuk hal yang lebih bermanfaat.
Sebab, ia melihat banyak keluarga miskin yang keberatan dengan jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk wisuda.
Ia pun menyinggung banyaknya orang tua di Jawa Barat yang mendukung kebijakan larangan wisuda sekolah itu.
Diketahui, sejak resmi menjabat sebagai Gubernur Jabar setelah dilantik pada Kamis (20/2/2025), Dedi gencar menyuarakan larangan perpisahan maupun study tour bagi SMA/SMK di Jawa Barat.

Ia menilai kegiatan tersebut membebani keuangan orang tua siswa.
Bahkan, di hari pertamanya bekerja sebagai Gubernur Jabar, Dedi mencopot Kepala Sekolah SMAN 6 Depok yang ngotot melaksanakan study tour ke luar provinsi.
Respon Mendikdasmen
Kebijakan Dedi Mulyadi itu direspon oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti.
Ia mengatakan wisuda sekolah boleh digelar selama tidak memberatkan orang tua siswa.
Kemudian, gelaran wisuda sekolah itu atas persetujuan orang tua dan murid.
"Kalau menurut saya begini, sepanjang itu tidak memberatkan dan atas persetujuan orang tua dan murid, ya masa sih tidak boleh gitu kan. Yang penting wisuda itu jangan berlebih-lebihan dan juga jangan dipaksakan,” kata Abdul Mu’ti dikutip dari Kompas.com.
Menurut Abdul Mu’ti, kegiatan wisuda dapat dilihat sebagai bagian dari ungkapan kegembiraan, sekaligus syukur atas keberhasilan para murid dalam menyelesaikan pendidikan mereka.
Di samping itu, kata dia, kegiatan wisuda juga dapat menjadi media yang efektif untuk menjalin keakraban dan silaturahmi di antara orang tua, murid, dan pihak sekolah.
Meskipun tidak menutup kemungkinan ada orang tua murid yang tetap tidak dapat hadir saat kegiatan wisuda.
Ia melihat, wisuda merupakan bentuk ungkapan kegembiraan para siswa yang lulus dari pendidikannya di sekolah.
Wisuda juga menjadi ajang menjalin keakraban dan silaturahmi antara siswa, guru, hingga orang tua.
"Itu kan sebagai tanda gembira dan juga lebih mengakrabkan orang tua dengan sekolah, karena bisa jadi orang tua itu ada yang tidak pernah ke sekolah anaknya sama sekali, hanya ke sekolah ketika anaknya wisuda," ujar Abdul Mu'ti.
Sedangkan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan akan tetap melarang wisuda di sekolah-sekolah di wilayah Jabar.
"Saya tidak akan mendengar siapa pun. Yang penting saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat Jabar," ujar Dedi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Dedi terbiasa berkomunikasi dengan masyarakat setiap hari. Dia menyebut ada saja orang tua yang tidak kuat membayar ketika sekolah anak menyelenggarakan wisuda.
Walhasil, orang tua mencari solusi dengan meminjam uang karena anaknya ngambek minta ikut wisuda. Akibatnya, kata dia, angka kemiskinan di Jabar semakin meningkat.
"Anaknya nangis. Anaknya ngambek. Anaknya merasa di lingkungannya menjadi terpinggirkan. Sehingga orang tuanya terbebani. Akibat orang tuanya terbebani pinjam Bank Emok. Pinjam bank keliling. Pinjam pinjol. Angka kemiskinan di Jawa Barat akan semakin meningkat," jelasnya.
"Orang Jawa Barat itu per RT sudah ada kumpulan 10 orang. Itu pengeluaran rentenir. Dan rata-rata dipakai biaya sekolah, study tour, outing kelas, kredit motor. Gitu loh. Jadi bagi mereka yang hanya melihat di Jakarta, itu tidak akan pernah tahu kehidupan masyarakat yang real," sambung Dedi.
Bagaimana DKI Jakarta?
Kebijakan mengenai wisuda sekolah juga direspon oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Disdik DKI Jakarta meminta sekolah untuk tidak mewajibkan kegiatan wisuda atau pelepasan untuk siswa.
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 17/SE/2025 tentang Kegiatan Wisuda atau Pelepasan Peserta Didik Pada Jenjang PAUD, SD/Paket A/SDLB, SMP/Paket B/SMP/LB, SMA/Paket C/SMALB dan SMK.
"Satuan pendidikan tidak menjadikan kegiatan wisuda atau pelepasan sebagai kegiatan yang bersifat wajib dan tidak boleh membebani orangtua/wali peserta didik," demikian yang tertulis di surat edaran dikutip Kompas.com, Selasa (29/4/2025).
Disdik DKI Jakarta meminta sekolah untuk melakukan kegiatan wisuda atau pelepasan dengan cara yang sederhana dan tidak membuat pungutan membebani orangtua siswa.
Berlaku untuk jenjang PAUD hingga SMA . Sementara Suku Dinas wilayah masing-masing diminta untuk mengawasi penerapan surat edaran ini.
"Kepala Suku Dinas Pendidikan di wilayah masing-masing agar melakukan pemantauan dan berkoordinasi dengan Kepala Bidang Persekolahan Dinas Pendidikan," lanjut edaran tersebut.
Sebagai informasi, aturan mengenai tidak adanya kewajiban untuk melaksanakan wisuda bagi sekolah mulai dari PAUD hingga SMA. Aturan itu dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada tahun 2023 melalui Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ristek Nomor 14 Tahun 2023.
Salah satu poin penting yang ada dalam surat edaran (SE) tersebut adalah tentang prosesi wisuda. Kegiatan wisuda sekolah tidak boleh menjadi sebuah kewajiban yang memberatkan orangtua/wali murid.
Sebelumnya, banyak orangtua dan wali murid protes adanya acara pelepasan wisuda PAUD sampai SMA.
Alasannya karena biaya yang dipungut untuk acara wisuda terlampau mahal. Mulai ratusan ribu dan jutaan rupiah.
Banyak juga netizen yang ikut berkomentar di media sosial untuk mengembalikan prosesi wisuda serta pemindahan tali toga hanya untuk jenjang perguruan tinggi. (TribunJakarta.com/Kompas.com)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.