Viral di Media Sosial
Berdiri 1973, Ayam Goreng Widuran Bikin Gempar, Advokat: Tak Fair Baru Bulan Ini Cantumkan Non Halal
Berdiri 1973, Restoran Ayam Goreng Widuran di Surakarta membuat gempar usai mengumumkan makanan yang dijualnya non halal. Advokat bilang tidak fair.
TRIBUNJAKARTA.COM - Restoran Ayam Goreng Widuran di Surakarta, Jawa Tengah membuat gempar masyarakat setelah mengumumkan produk makanan yang dijualnya non halal.
Padahal, restoran tersebut berdiri sejak tahun 1973 dan cukup terkenal di wilayah itu.
Namun, restoran Ayam Goreng Widuran baru mencantumkan label non halal baru-baru ini setelah viral di media sosial.
Hal itu membuat keluarga Wali Kota Solo Respati Ardi merasa kecewa warung makan legendaris Warung Ayam Widuran yang menyembunyikan salah satu produk buatan mereka yang non halal.
Respati Ardi mengakui bahwa kuliner yang telah berdiri sejak tahun 1973 tersebut menjadi langganan almarhum mertuanya.
Diketahui, pengumuman Restoran Ayam Goreng Widuran yang menyatakan produk makanannya non halal menggemparkan publik.
Padahal, tak sedikit konsumen dari restoran tersebut yang beragama muslim.
Pengacara senior asal Surakarta, Muhammad Taufiq ikut angkat bicara terkait kasus tersebut.
Merujuk peraturan pemerintah nomor 31 tahun 2019 tentang Undang-undang Jaminan Produk Halal (UUJPH) berlaku asas fiksi hukum.
Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure).
"Setiap orang mau dia berada di gunung, di laut pekerjaannya nyelam, mau dia berada di kapal dan sebagainya, atau dia pilot yang bawa terbang pesawat ke angkasa, apalagi pengusaha restoran maka dianggap tahu," katanya seperti dikutip dari YouTube Hersubeno Point pada Minggu (25/5/2025).
Mengacu ke UUJPH, katanya, pengusaha restoran semestinya harus mencantumkan produk non halal jika menjual produk tersebut.
Ia pun menganggap aneh ketika restoran yang berdiri sejak 52 tahun lalu tidak mencantumkan cap non halal.
"Menurut saya sangat aneh ya, ayam goreng Widuran itu digemari begitu banyak orang, baru kira-kira bulan ini, itu mencantumkan non halal, itu tidak fair."
"Dan menurut saya dengan undang-undang jaminan produk halal, masyarakat bisa mengajukan complain. Bisa mengajukan tuntutan kepada negara untuk menindak," tambahnya.
Ia pun menekankan asas fiksi hukum yang semestinya diketahui oleh pemilik restoran.
"Sekali lagi ketika hukum sudah diberlakukan maka diberlakukan asas fiksi hukum semua orang dianggap tahu hukum, walaupun kamu koki, walaupun kamu tukang roti, kamu dianggap tahu. Apalagi kalau mayoritas atau beberapa pembeli jelas memakai kerudung atau jilbab itu diberitahu enggak halal," pungkasnya.
Salah satu karyawan, Ranto, mengakui bahwa penjelasan mengenai status non-halal memang baru disampaikan secara terbuka belakangan ini.
Hal tersebut dilakukan setelah munculnya komplain dari pelanggan yang viral di media sosial.
“Udah dikasih pengertiannya non-halal. Ya karena viralnya, dikasih pengertian non-halal kremesnya itu. Beberapa hari yang lalu,” ujarnya saat ditemui, Sabtu (24/5/2025).
Menurut Ranto, selama ini mayoritas pelanggan mereka memang berasal dari kalangan non-muslim.
Kini, pihak manajemen telah menambahkan label “NON-HALAL” di berbagai kanal komunikasi mereka, termasuk reklame outlet, akun Instagram, hingga Google Maps.
“Kebanyakan non-muslim (pelanggan). Sejak 1971,” ungkap Ranto.
Minta maaf
Pihak manajemen Ayam Goreng Widuran juga telah mengeluarkan permintaan maaf resmi melalui akun Instagram mereka, @ayamgorengwiduransolo.
Berikut isi pernyataan tersebut:
“Kepada seluruh pelanggan Ayam Goreng Widuran, Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kegaduhan yang beredar di media sosial belakangan ini. Kami memahami bahwa hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Sebagai langkah awal, kami telah mencantumkan keterangan NON-HALAL secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi kami. Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik. Hormat kami, Manajemen Ayam Goreng Widuran.”
Respon Wali Kota Solo
Keluarga Wali Kota Solo Respati Ardi bercerita saat momen orang tua sang istri tersebut masih hidup.
Respati mengatakan tak jarang keluarganya menyantap makanan yang dibeli dari warung yang beralamat di Jalan Ir Sutami, Widuran tersebut.
Atas informasi yang ditutup-tutupi oleh pihak pengusaha warung itupun Respati mengaku sangat kecewa.
"Itu ayam goreng kesukaan almarhum mertua saya, jadi kami sekeluarga cukup kecewa," ungkap Respati.
"Berkunjung nggak, dulu makannya dibawa pulang. Dulu waktu almarhum mertua masih ada," lanjut dia.
Atas polemik tersebut, kini Respati pun langsung merespon dengan melakukan rapat mendadak dengan sejumlah Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD).
Salah satunya adalah untuk segera mengeluarkan regulasi untuk mengatur terkait kuliner halal dan non halal yang ada di kota Solo.
"Jadi saya mengapresiasi kalau sampai minta maaf. Tapi hari ini saya sudah bergerak bersama Satpol PP dan Disdag, kita akan melakukan percepatan terkait sertifikasi halal. Ini masalah perlindungan konsumen," terang Respati.
"Kami serius, pemerintah kota akan menyisir dan mensosialisasikan sertifikasi halal. Dan memang kita akan mencari juga yang memang makanan tidak halal, silahkan diklaim tidak halal. Tapi kalau ada yang ingin mendapatkan sertifikasi halal, kita akan melakukan percepatan untuk kuliner yang ingin mendapatkan sertifikasi halal," tegas eks Ketua HIPMI tersebut.
Disinggung terkait sanksi yang akan diberikan kepada pemilik usaha. Respati mengaku tidak akan menutup izin usaha apabila pengelola segera melakukan perbaikan.
"Administratif kalau memang itu masih berulang maka nanti akan ada sanksi lain berupa penutupan usaha. Tapi apabila sudah menyatakan kesalahannya akan melakukan sanksi yang lebih," kata dia.
Namun demikian, Respati menegaskan bahwa pihaknya memperingatkan secara tegas atas apa yang dilakukan oleh pengelola usaha tersebut yang telah menutupi terkait informasi bahan makanan non-halal yang digunakan selama ini.
"Ini peringatan, kalau ada lagi (kasus serupa) kami akan tindak tegas dengan sanski penutupan bagi yang tidak mendeklarasikan sesuai dengan bahan bakunya. Kami juga akan segera turun dengan badan sertifikasi halal," tegasnya.
Atas keluhan masyarakat karena kecewa dengan perbuatan pengelola makanan tersebut, Respati pun menghimbau pengusaha kuliner lain untuk tidak melakukan hal serupa.
"Saya sangat memaklumi (keluhan masyarakat) karena tidak adanya keterbukaan dari pihak penjual. Maka dari itu saya menghimbau seluruh pengusaha kuliner di Solo, kami tidak akan menutup kalau memang halal katakan halal. Kalau tidak halal katakan tidak halal," pungkasnya.
Respons Pemkot Solo
Menanggapi kegaduhan tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surakarta turut buka suara.
Kepala Kemenag Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun, menegaskan pentingnya kejelasan informasi bagi konsumen terkait status halal maupun non-halal.
“Kalau misalnya non-halal, disebutkan non-halal. Di warungnya ada tulisannya. Atau kalau mengandung babi, juga dijelaskan agar tidak salah paham,” ujar Ulin saat dihubungi, Sabtu (24/5/2025).
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan menyampaikan masalah ini ke dinas terkait untuk dilakukan pembinaan terhadap pelaku usaha makanan.
“Setiap konsumen berhak atas perlindungan, termasuk jaminan produk halal. Ada dua regulasi yang mengatur soal ini: jaminan produk halal dan perlindungan konsumen,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Agus Santoso, mengatakan akan melakukan pengecekan langsung ke lokasi restoran pada Selasa (27/5/2025).
“Kami sudah koordinasi dengan beberapa OPD. Rencana akan kami cek ke lokasi. Kami kan kaitan dengan bahan mentah, kalau bahan matang itu ranah Dinas Kesehatan dan Balai POM,” jelas Agus.
Sejarah Ayam Goreng Widuran
Bagi pencinta kuliner khas Solo, nama Ayam Goreng Widuran mungkin sudah tak asing di telinga.
Rumah makan legendaris yang berdiri sejak tahun 1973 ini dikenal luas sebagai salah satu tempat makan ayam goreng terenak di Kota Bengawan.
Berada di Jalan Sutan Syahrir No. 71, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Ayam Goreng Widuran Solo telah menjadi destinasi favorit bagi warga lokal maupun wisatawan yang ingin mencicipi olahan ayam kampung berbumbu khas Jawa.
Namun, baru-baru ini restoran ini ramai menjadi sorotan publik setelah munculnya informasi bahwa menu mereka ternyata tergolong non-halal.
Informasi ini baru diumumkan secara terbuka setelah sejumlah konsumen muslim mengaku kecewa karena merasa tertipu.
Ayam Goreng Widuran Solo telah eksis selama lebih dari 50 tahun.
Didirikan pada tahun 1973, rumah makan ini menawarkan ayam kampung yang digoreng dengan bumbu rempah tradisional khas Indonesia.
Selain digoreng, tersedia pula varian ayam bakar.
Keistimewaan menu ini terletak pada tekstur daging ayam yang sedikit basah namun tetap empuk dan gurih, serta kremesan khas Widuran yang renyah dan meleleh di mulut.
Untuk melengkapi rasa, pelanggan bisa memilih sambal bawang, sambal matah, atau sambal original.
Menurut para pelanggan setia, cita rasa ayam goreng Widuran tak pernah berubah dan menjadi bagian penting dari sejarah perkembangan bisnis kuliner di Solo.
Meski telah berdiri selama puluhan tahun, status kehalalan Ayam Goreng Widuran baru menjadi perbincangan hangat setelah beberapa pelanggan muslim merasa kecewa usai mengetahui produk yang mereka konsumsi ternyata non-halal. (TribunJakarta.com/TribunSolo)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.