Terkuak Biang Kerok Hotel di Jakarta Banyak Dijual di Toko Online, Ada yang Harga Rp 72 Miliar
Pengusaha membongkar biang kerok hotel di Jakarta banyak yang dijual di toko online. Ada hotel yang dijual seharga Rp 72 miliar.
TRIBUNJAKARTA.COM - Pengusaha membongkar biang kerok hotel di Jakarta banyak yang dijual di toko online.
Sejumlah hotel ditawarkan melalui situs olx.co.id, rumah123.com dan lamudi.co.id.
Satu diantara hotel yang ditawarkan di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Hotel itu dijual seharga Rp 72 miliar. Penelusuran TribunJakarta.com pada Selasa (27/5/2025), iklan hotel tersebut diunggah olx.co.id sejak lima hari yang lalu.
Detail hotel tersebut mempunyai luas tanah 728 m⊃2;. Terdapat spa, basement, lahan parkir hingga rooftop garden. Total terdapat 92 kamar.
Iklan tersebut menyebutkan hotel berlokasi lima menit dari kawasan Senayan dan Sudirman dekat dengan stasiun MRT dan Gelora Bung Karno.
Informasi tersebut dibagikan oleh lighthouse property. Hotel ini dipasarkan di olx.co.id dan rumah123.com
Hotel lain dijual di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang memiliki luas tanah 1200 m2, luas bangunan 4000 m2.
Hotel empat lantai itu dijual Rp 250 miliar. Hotel itu memiliki 140 kamar serta empat ruang rapat dan restoran.
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI), Sutrisno Iwantono mengatakan kejadian itu akibat dari para pengelola kesulitan mengurus hotel mereka karena turun tajamnya okupansi tamu.
"Kalau kita lihat angka-angka di OLX atau di aplikasi lain, itu yang jualan hotel itu sudah sangat banyak sekali," kata Sutrisno dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Senin (26/5/2025).
"Kalau hotel itu dijual kan artinya mereka kesulitan untuk mengelola. Itu bisa dicek sekitar hari ini di OLX itu berapa angkanya," sambungnya.
Dikutip dari Tribunnews di situs olx.co.id, selama 7 hari ke belakang ada 12 hotel di Jakarta yang dijual. Lokasinya beragam, ada yang di Jakarta Pusat dan juga di Jakarta Selatan. Harga yang ditawarkan juga bermacam-macam. Termahal ada di angka Rp 800 miliar.
Adapun saat ini industri hotel sedang berjuang melawan penurunan tingkat hunian. Berdasarkan survei terbaru BPD PHRI Jakarta sebanyak 96,7 persen hotel di Jakarta mengalami penurunan tingkat hunian pada triwulan pertama tahun 2025.
Faktor utama penurunan hunian ini karena berkurangnya segmen pasar pemerintahan akibat pengetatan anggaran yang diterapkan.
Sebagaimana diketahui, pasar pemerintahan menjadi andalan hotel-hotel di Jakarta, di mana kontribusinya sekitar 20 hingga 40 persen pada pendapatan.
"Jadi kalau itu turun, katakan 50 persen, berarti turunnya sekitar 20 persenan. Jadi signifikan kontribusi dari pemerintah dalam pendapatan hotel itu," ujar Sutrisno.
Faktor berikutnya yang menyebabkan tingkat hunian hotel di Jakarta menurun pada triwulan I 2025 adalah kenaikan biaya operasional.
Ia mencontohkan tarif air dari PDAM yang naik hingga 71 persen dan kenaikan harga gas hingga 20 persen.
"Soal PDAM ini kami sudah bersurat kepada Gubernur DKI sebelum Pak Pramono. Pada waktu itu masih penjabat sementara. Itu kami sampaikan, tapi memang sampai sekarang ini belum ada respon," ujar Sutrisno.
Faktor berikutnya adalah kerumitan regulasi dan banyaknya sertifikasi yang harus dipenuhi.
Satu dari sekian regulasi yang dianggap sebagai beban oleh Sutrisno adalah izin lingkungan. Ia mengungkap ada isu pengusaha hotel harus mengelola sampahnya sendiri.
"Ini ada isu bahwa hotel itu harus mengelola sampahnya sendiri. Kalau hotel itu ada di mal, bagaimana kami bisa mengelola sampahnya?" ucap Sutrisno.
Selain itu, hotel juga diwajibkan mengurus berbagai sertifikasi seperti izin minuman beralkohol dan sertifikat laik fungsi.
Jika dikalkulasikan, total sertifikasi yang harus dipenuhi bisa mencapai 30 jenis yang pada akhirnya membebani pengusaha hotel dari sisi biaya.
Akibat dari penurunan ini, sebanyak 70 persen responden menyatakan akan melakukan pengurangan karyawan karena turunnya tingkat hunian hotel.
Sebanyak 70 persen pengusaha hotel itu berpotensi mengurangi sekitar 10-30 persen jumlah karyawan mereka jika persoalan tingkat hunian ini tidak terselesaikan.
"Itu bisa mencapai angkanya sekitar 10 sampai 30 persen dari karyawan yang ada. Karyawan ini tentu yang terkena karyawan bukan tetap ya, yang kontrak," kata Sutrisno. (Tribun Network/TribunJakarta)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.