Pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta Diminta Pertimbangkan Dampak Ekonomi
KPPOD merekomendasikan tiga hal, termasuk meminta penghapusan pasal pelarangan penjualan produk tembakau radius 200 meter.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Wahyu Septiana
"Karena itu akan menimbulkan sejumlah dampak ekonomi, yaitu semakin menyempitnya area penjualan, penurunan pendapatan dan efisiensi tenaga kerja,” jelasnya.
Herman menambahkan, dorongan larangan dalam pasal-pasal Raperda KTR DKI Jakarta tersebut akan kontraproduktif dengan upaya Pemda DKI Jakarta membuka lapangan kerja dan berdampak pada penurunan pendapatan daerah.
“Di sisi prinsipil, soal pasal pembatasan penjualan rokok yang mengharuskan memiliki izin, ini tidak ada justifikasinya. Begitu juga pelarangan total reklame yang melanggar hak dan kewajiban sebagai stakeholder yang memberikan kontribusi ekonomi. Kebijakan ini akan menimbulkan resistensi.
Padahal jika kita kaitkan dengan investasi, larangan-larangan dalam Ranperda KTR DKI Jakarta akan berimplikasi menghambat upaya pemerintah provinsi untuk menyediakan lapangan kerja,” ujar Herman.
Menanggapi rekomendasi dan masukan dari KPPOD, Ketua Pansus KTR DKI Jakarta, Farah Savira, menyadari bahwa penyusunan Raperda ini mengundang polemik sehingga dalam penyelesaiannya sehingga membutuhkan banyak pertimbangan.
”Kami ingin mendapatkan dan mendengarkan secara langsung dari yang terdampak. Memang masih banyak kekurangan, kami di Pansus berupaya secara netral.
Kami mendengar dari banyak elemen, dari stakeholder yang memperjuangkan ini. Kami mempertimbangkan baik yang kontra maupun pro yang terdampak secara ekonomi,” ujar legislator dari Dapil 8 Jakarta Selatan ini.
Anggota DPRD Fraksi Golkar ini tidak menampik bahwa dalam proses pembahasannya, yang paling alot adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan larangan penjualan radius 200 meter, larangan iklan dan definisi kawasan tempat umum bebas rokok.
“Kami juga paham bahwa radius 200 meter itu hampir semua tempat terdampak dan ini justru yang menjadi pertimbangan Pansus untuk merevisi karena ketentuan ini sangat sulit diterapkan mengingat Jakarta yang luar biasa padatnya.
Kami pun menyadari ekonomi sedang tidak baik-baik saja, apalagi dari pedagang kecil yang mana pendapatannya 60-70 persen ditopang dari penjualan rokok. Saya sepakat bahwa edukasi menjadi hal penting ke depan setelah Perda KTR ini lahir,” ujar Farah.
(TribunJakarta)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.
Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.