Rapat Ranperda Kawasan Tanpa Rokok Alot, Ketua Pansus Ungkap Beberapa Hal yang Jadi Sorotan

Rapat Ranperda Kawasan Tanpa Rokok Alot, Ketua Pansus Ungkap Beberapa Hal yang Jadi Sorotan

|
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Pebby Adhe Liana
TribunJakarta.com
RAPAT RANPERDA KTR - Rapat Pansus Ranperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta berlangsung alot. Rapat tersebut berlangsung di ruang rapat gedung Parlemen, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025). 

Tiga rekomendasi tersebut, yakni meminta penghapusan pasal pelarangan penjualan produk tembakau radius 200 meter dari satuan pendidikan serta izin khusus untuk penjualan produk tembakau.

Kemudian, penghapusan pasal pelarangan pemajangan produk tembakau, dan penghapusan pasal pelarangan iklan, promosi dan sponsorship.

Secara umum, KPPOD menilai Raperda KTR DKI Jakarta masih cacat substansi dan prinsipil.

Ia mengupas terkait cakupan kawasan tanpa rokok, Raperda KTR DKI melampaui amanah peraturan di atasnya yakni Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

Dalam Raperda KTR DKI Jakarta, ujar Herman, ada perluasan definisi tempat umum yakni pasar, hotel, restoran dan kafe sebagai ruang steril merokok. 

Selain itu, pasal-pasal dalam Raperda KTR DKI Jakarta dianggap tidak memberi batasan jelas terkait kategori tempat umum yang harus bebas rokok.

“Begitu juga dengan kata tempat lainnya yang harus bebas rokok, ini justru seringkali membuka ruang multitafsir dalam penerapannya. 

Sama juga dengan keharusan ruang publik terpadu yang bebas rokok, ini tidak punya batasan, tidak dijelaskan secara eksplisit. Ini akan berpotensi mengganggu pertumbuhan sektor jasa; hotel, restoran dan UMKM,” kata Herman.

Herman menuturkan, begitu juga dengan substansi larangan berjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta larangan beriklan dalam radius 500 meter.

"Karena itu akan menimbulkan sejumlah dampak ekonomi, yaitu semakin menyempitnya area penjualan, penurunan pendapatan dan efisiensi tenaga kerja,” jelasnya.

Dorongan larangan dalam pasal-pasal Raperda KTR DKI Jakarta tersebut, kata Herman akan kontraproduktif dengan upaya Pemda DKI Jakarta membuka lapangan kerja dan berdampak pada penurunan pendapatan daerah.

“Di sisi prinsipil, soal pasal pembatasan penjualan rokok yang mengharuskan memiliki izin, ini tidak ada justifikasinya. Begitu juga pelarangan total reklame yang melanggar hak dan kewajiban sebagai stakeholder yang memberikan kontribusi ekonomi. Kebijakan ini akan menimbulkan resistensi,"

"Padahal jika kita kaitkan dengan investasi, larangan-larangan dalam Ranperda KTR DKI Jakarta akan berimplikasi menghambat upaya pemerintah provinsi untuk menyediakan lapangan kerja,” ujar Herman.

Ketua Pansus KTR DKI Jakarta, Farah Savira, pun menyadari bahwa penyusunan Raperda ini mengundang polemik sehingga dalam penyelesaiannya membutuhkan banyak pertimbangan.

”Kami ingin mendapatkan dan mendengarkan secara langsung dari yang terdampak. Memang masih banyak kekurangan, kami di Pansus berupaya secara netral,"

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved