Rapat Ranperda Kawasan Tanpa Rokok Alot, Ketua Pansus Ungkap Beberapa Hal yang Jadi Sorotan

Rapat Ranperda Kawasan Tanpa Rokok Alot, Ketua Pansus Ungkap Beberapa Hal yang Jadi Sorotan

|
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Pebby Adhe Liana
TribunJakarta.com
RAPAT RANPERDA KTR - Rapat Pansus Ranperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta berlangsung alot. Rapat tersebut berlangsung di ruang rapat gedung Parlemen, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025). 

Laporan wartawan TribunJakarta.com Yusuf Bachtiar 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA PUSAT - Rapat Pansus DPRD DKI Jakarta terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) berlangsung alot, Senin (23/6/2025). 

Pantauan TribunJakarta.com, rapat pembahasan Ranperda KTR digelar di ruang rapat gedung parlemen Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. 

Rapat ini dihadiri eksekutif yakni Dinas Kesehatan dan instansi terkait. Pasal per-pasal dibahas di dalam forum tersebut. 

Pembahasan pasal berlangsung cukup alot, dari tiap anggota pansus menyampaikan pendapatnya mengenai draft ranperda yang ditampilkan. 

"Ya jadi memang kan hari ini baru masuk. Kita membahas pasal-perpasal dan sebagai informasi bahwa ranperda ini memang sudah lama yang kami terima dari terakhir Gubernur juga," kata Ketua Pansus Ranperda KTR, Farah Savira. 

Farah menegaskan, jalannya rapat berlangsung dinamis dan produktif. Hal tersebut wajar terjadi dan justru sangat baik untuk menghasilkan produk hukum. 

"Jadi memang wajar kami memaklumi bahwa memang persepsi dan juga pendefinisian itu penting," jelas dia. 

Hal yang menjadi sorotan pada rapat tersebut terkait pembahasan pada pasal ketentuan umum, di mana kawasan tanpa rokok harus benar-benar jelas agar tidak muncul kekeliruan penafsiran. 

"Jadi makanya memang keinginan teman-teman itu dalam keantuan umum tadi itu memang harus mempertegas. Mana yang boleh, mana tidak boleh," tegas dia. 

Ketua Pansus ungkap hal yang jadi sorotan

Ketua Pansus KTR DKI Jakarta, Farah Savira, juga menyadari beberapa hal jadi sorotan dalam ranperda mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Hal ini ia ungkap usai menanggapi adanya rekomendasi dan masukan dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).

KPPOD merekomendasikan tiga hal kepada DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR). 

Direktur Eksekutif KPPOD, Herman Suparman sebelumnya menyebut dalam kajiannya terkait Raperda KTR DKI Jakarta, dengan melakukan beberapa variabel pengukuran serta penilaian, ada pasal-pasal yang akan sangat berdampak pada upaya daerah dalam memberikan kepastian berusaha terkait Raperda KTR DKI Jakarta, 

“Rekomendasi yang kami berikan tidak terlepas dari pasal-pasal yang kontraproduktif dalam menjadikan Jakarta sebagai kota global dan pusat perekonomian," ujar Herman kepada wartawan, Senin (23/6/2025).

Tiga rekomendasi tersebut, yakni meminta penghapusan pasal pelarangan penjualan produk tembakau radius 200 meter dari satuan pendidikan serta izin khusus untuk penjualan produk tembakau.

Kemudian, penghapusan pasal pelarangan pemajangan produk tembakau, dan penghapusan pasal pelarangan iklan, promosi dan sponsorship.

Secara umum, KPPOD menilai Raperda KTR DKI Jakarta masih cacat substansi dan prinsipil.

Ia mengupas terkait cakupan kawasan tanpa rokok, Raperda KTR DKI melampaui amanah peraturan di atasnya yakni Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

Dalam Raperda KTR DKI Jakarta, ujar Herman, ada perluasan definisi tempat umum yakni pasar, hotel, restoran dan kafe sebagai ruang steril merokok. 

Selain itu, pasal-pasal dalam Raperda KTR DKI Jakarta dianggap tidak memberi batasan jelas terkait kategori tempat umum yang harus bebas rokok.

“Begitu juga dengan kata tempat lainnya yang harus bebas rokok, ini justru seringkali membuka ruang multitafsir dalam penerapannya. 

Sama juga dengan keharusan ruang publik terpadu yang bebas rokok, ini tidak punya batasan, tidak dijelaskan secara eksplisit. Ini akan berpotensi mengganggu pertumbuhan sektor jasa; hotel, restoran dan UMKM,” kata Herman.

Herman menuturkan, begitu juga dengan substansi larangan berjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta larangan beriklan dalam radius 500 meter.

"Karena itu akan menimbulkan sejumlah dampak ekonomi, yaitu semakin menyempitnya area penjualan, penurunan pendapatan dan efisiensi tenaga kerja,” jelasnya.

Dorongan larangan dalam pasal-pasal Raperda KTR DKI Jakarta tersebut, kata Herman akan kontraproduktif dengan upaya Pemda DKI Jakarta membuka lapangan kerja dan berdampak pada penurunan pendapatan daerah.

“Di sisi prinsipil, soal pasal pembatasan penjualan rokok yang mengharuskan memiliki izin, ini tidak ada justifikasinya. Begitu juga pelarangan total reklame yang melanggar hak dan kewajiban sebagai stakeholder yang memberikan kontribusi ekonomi. Kebijakan ini akan menimbulkan resistensi,"

"Padahal jika kita kaitkan dengan investasi, larangan-larangan dalam Ranperda KTR DKI Jakarta akan berimplikasi menghambat upaya pemerintah provinsi untuk menyediakan lapangan kerja,” ujar Herman.

Ketua Pansus KTR DKI Jakarta, Farah Savira, pun menyadari bahwa penyusunan Raperda ini mengundang polemik sehingga dalam penyelesaiannya membutuhkan banyak pertimbangan.

”Kami ingin mendapatkan dan mendengarkan secara langsung dari yang terdampak. Memang masih banyak kekurangan, kami di Pansus berupaya secara netral,"

"Kami mendengar dari banyak elemen, dari stakeholder yang memperjuangkan ini. Kami mempertimbangkan baik yang kontra maupun pro yang terdampak secara ekonomi,” ujar legislator dari Dapil 8 Jakarta Selatan ini.

Anggota DPRD Fraksi Golkar ini kemudian menjelaskan beberapa hal yang jadi sorotan.

Ia tidak menampik bahwa dalam proses pembahasannya, yang paling alot adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan larangan penjualan radius 200 meter, larangan iklan dan definisi kawasan tempat umum bebas rokok. 

 “Kami juga paham bahwa radius 200 meter itu hampir semua tempat terdampak dan ini justru yang menjadi pertimbangan Pansus untuk merevisi karena ketentuan ini sangat sulit diterapkan mengingat Jakarta yang luar biasa padatnya. 

Kami pun menyadari ekonomi sedang tidak baik-baik saja, apalagi dari pedagang kecil yang mana pendapatannya 60-70 persen ditopang dari penjualan rokok. Saya sepakat bahwa edukasi menjadi hal penting ke depan setelah Perda KTR ini lahir,” ujar Farah.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved