Ketegangan Israel-Iran Ancam Selat Hormuz, Produsen Tahu-Tempe Khawatir Lonjakan Harga Kedelai

Perang Iran dan Israel menyentuh sektor-sektor yang selama ini dianggap jauh dari konflik, termasuk produksi tahu dan tempe di Indonesia.

|
TRIBUNJAKARTA.COM/YUSUF BACHTIAR
IMBAS GEOPOLITIK - Pabrik tahu di Kelurahan Bojong Menteng, Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi milik pengrajin bernama Benjo (31). Isu geopolitik bukan hanya ancaman bagi stabilitas politik dunia, tapi juga menyentuh sektor-sektor yang selama ini dianggap jauh dari konflik, termasuk produksi tahu dan tempe di Indonesia. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Ketegangan geopolitik global kembali memunculkan kekhawatiran baru di berbagai sektor.

Perang yang melibatkan Iran dan Israel, diperparah dengan campur tangan Amerika Serikat, bukan hanya ancaman bagi stabilitas politik dunia, tapi juga menyentuh sektor-sektor yang selama ini dianggap jauh dari konflik, termasuk produksi tahu dan tempe di Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Triharjono menyoroti secara serius dampak potensial dari eskalasi konflik tersebut.

Ia menyatakan bahwa situasi global yang memanas bisa menjadi pukulan telak bagi industri pangan berbasis kedelai.

"Situasi panas global tersebut tentu akan berdampak pada seluruh dunia usaha, tak terkecuali juga pada produksi tempe yang bahan bakunya sangat bergantung pada impor," kata Triharjono dalam pelantikan Pengurus Gakoptindo Masa Bakti 2025-2030 di Hotel Fieris, Jakarta, Kamis (3/7/2025).

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar.

Indonesia saat ini mengimpor 80 hingga 90 persen kebutuhan kedelai nasional, dan salah satu titik krusial dari rantai pasokan dunia, yakni Selat Hormuz, kini terancam.

Parlemen Iran dikabarkan telah menyepakati wacana penutupan selat strategis tersebut, yang dilalui sekitar 20 persen pasokan minyak global.

Jika jalur ini benar-benar ditutup, bukan hanya harga minyak yang melonjak.

Biaya logistik dan distribusi komoditas pangan pun akan ikut terdampak, termasuk harga kedelai impor yang selama ini menjadi tumpuan hidup jutaan perajin tahu dan tempe di Tanah Air.

Gakoptindo, menurut Triharjono, tak tinggal diam.

Organisasi ini tengah menggelar konsolidasi nasional, salah satu tujuannya adalah mengidentifikasi potensi gangguan pasokan dan memastikan distribusinya tetap aman di seluruh Indonesia.

"Kami juga akan terus berkoordinasi dengan pemerintah agar harga kedelai tetap stabil dalam kondisi dunia yang dilanda perang panas seperti saat ini," ucapnya.

Lebih jauh, Triharjono berharap pemerintah turun tangan aktif menjaga ketersediaan pasokan kedelai serta menjamin stabilitas harganya di tengah ketidakpastian global.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved