Sisi Lain Metropolitan

Kisah Haru Anak Kuli Bangunan di Bandung: Ngampus Bawa Rp11 Ribu, Usai Lulus Umrahkan Ibu Tercinta

Bermodal tekad dan keterbatasan finansial, seorang anak kuli bangunan bernama Alif Hijriah membagikan kisah sukses membahagiakan orangtua.

Editor: Wahyu Septiana
Instagram @alifhijriah
KISAH SUKSES ALIF - Seorang alumni ITB, Alif Hijriah membagikan perjalanan hidupnya yang berliku hingga meraih kesuksesan. Bermodal tekad dan keterbatasan finansial, seorang anak kuli bangunan bernama Alif Hijriah membagikan kisah sukses membahagiakan orangtua. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Bermodal tekad dan keterbatasan finansial, seorang anak kuli bangunan bernama Alif Hijriah membagikan kisah sukses menempuh pendidikan hingga membahagiakan orangtua.

Ia merupalam alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Matematika pada 2014.

Kini setelah lulus kuliah dari ITB, kehidupannya membaik dan bisa membahagiakan orangtuanya membelikan rumah hingga mengajak sang ibu tercinta umrah.

Perjalanan menuju kesuksesan sangat berat, ia semasa kuliah hanya membawa uang Rp11 ribu di kantongnya.

Ia menolak menyerah dalam keterbatasan hidupnya yang berliku dan harus dilalui dengan kerja keras.

Perjuangannya menembus kerasnya bangku kuliah menjadi bukti nyata bahwa kemiskinan bukan penghalang untuk meraih cita-cita.

Kini, setelah resmi menyandang gelar sarjana, ia membalas cinta sang ibu dengan cara paling mulia memberangkatkannya ke Tanah Suci.

"Terimakasih ya Allah atas semua kebahagiaan yang engkau berikan. Maafkan saya masih sering berbuat dosa. So semuanya ada ceritanya masing-masing. Ada perjuangannya masing-masing. Jadi, jangan lihat enaknya, pasti ada perjuangan besar sebelum-sebelumnya."

KISAH INSPIRATIF - Seorang alumni ITB, Alif Hijriah membagikan perjalanan hidupnya yang berliku hingga meraih kesuksesan. (Instagram Ali Hijriah).
KISAH INSPIRATIF - Seorang alumni ITB, Alif Hijriah membagikan perjalanan hidupnya yang berliku hingga meraih kesuksesan. (Instagram Ali Hijriah). (Instagram Ali Hijriah)

"Semangat dan nikmati perjuangannya teman-teman. Konsisten dan menjadi terbaik di bidang masing-masing. Semoga semua bisa segera membahagiakan orang-orang tersayangnya masing-masing. Semangat," tulisnya. 

Alif tak henti-hentinya bersyukur kepada sang pencipta atas semua karunia yang diberikannya.

"Pak, ternyata aku bisa melewatinya. Bahagia ya pak di surga nanti kalau kita udah ketemu bakal diceritakan semuanya pak," katanya. 

Kerasnya Kehidupan Alif

Sebelum meraih kesuksesan, Alif membagikan sekelumit perjalanan hidupnya yang berliku dan harus dilalui dengan kerja keras. 

Berkat kerja kerasnya mengubah nasib, kehidupannya kini berbuah kesuksesan. 

Baru seminggu berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Matematika pada 2014, anak seorang kuli bangunan tersebut terpaksa menerima kenyataan pahit bahwa sang ayah meninggal dunia.

Ayahnya menghembuskan nafas terakhir setelah terkena serangan jantung saat sedang mencari nafkah. 

Kepergian ayahnya itu meninggalkan Alif, ibu dan dua adiknya untuk selama-lamanya. 

Alif mengaku dilanda kesedihan mendalam dan terpukul ditinggal oleh seorang ayah yang disayanginya. 

Kecemasan membayang dalam benaknya ditinggal sosok kepala keluarga yang sehari-hari membanting tulang untuk keluarga di rumah. 

Kini, beban keluarga harus dipikul oleh pundaknya yang masih 'ringkih'. 

Kekhawatiran tidak bisa makan hingga segala biaya hidup keluarganya seakan menghantuinya. 

Namun, ia tak ingin berlarut-larut tenggelam dalam duka. 

Hanya pendidikan lah yang bisa mengubah hidupnya untuk meniti tangga kesuksesan. 

Ia bersungguh-sungguh kuliah hingga dipercaya sebagai asisten dosen. Dari pekerjaan itu, ia mendapatkan pendapatan. 

"Semenjak itu, saya jadi tulang punggung keluarga, kuliah berangkat jam 6 pagi sampai rumah sering jam 10 malam karena mengajar part time, asisten dosen, asisten lab. Semua yang menghasilkan dikerjakan supaya ada uang untuk keluarga," katanya.

Selain mendapat penghasilan dari mengajar, Alif juga bersyukur mendapatkan uang sekitar Rp3 juta dari program beasiswa Bidikmisi dan Beasiswa Salman ITB setiap bulan.

"Saya hanya mengambil uang Rp 11 ribu setiap harinya. Rp 10 ribu untuk bensin PP Baleendah - ITB yang berjarak sekitar 16 KM dan Rp 1 ribu parkir di Masjid Salman (karena cuma Salman yang parkirnya Rp 1 ribu," tulisnya.

Agar ngirit, Alif juga membawa bekal setiap hari.

Ia jarang sekali mengeluarkan uang untuk jajan.

Bahkan, Alif juga jarang mengikuti acara-acara kampus yang membutuhkan biaya.

"Memang betul seperti di film sedikit sekali waktu untuk diri sendiri. Tapi, alhamdulilah Allah mudahkan, semua terlalui sampai semester 8," katanya.

Ia pun mulai merasa kehidupannya lambat laun membaik saat berada di semester 8.

Alif bertemu sahabatnya, Adit, yang kelak membangun bimbingan belajar bernama Cerebrum.

Setelah lulus kuliah S1, Alif langsung melanjutkan pendidikan S2 lewat program fast track.

Lewat program percepatan studi tersebut, ia menempuh pendidikan dalam waktu lebih singkat.

(TribunJakarta/Satrio Trengginas)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved