Viral di Media Sosial

Support Silfester Matutina Jadi Komisaris, Semua Peserta RUPS PT ID Food Bisa Masuk Daftar Tersangka

Seluruh peserta Rapat Pemegang Saham (RUPS) PT ID Food bisa saja menjadi tersangka dalam kasus Silfester Matutina. 

|
Instagram Oegroseno dan Kompas.com/Adhyasta Dirgantara
BISA JADI TERSANGKA - Eks Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno, menilai para peserta RUPS yang memberikan dukungan terhadap Silfester Matutina sebagai komisaris bisa menjadi tersangka. (Instagram Oegroseno dan Kompas.com/Adhyasta Dirgantara ). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Seluruh peserta Rapat Pemegang Saham (RUPS) PT ID Food bisa saja menjadi tersangka dalam kasus Silfester Matutina

Eks Wakapolri, Komjen Pol (Purn) Oegroseno mengatakan support yang dilakukan secara kolektif para peserta untuk mengangkat terpidana Silfester sebagai komisaris independen di perusahaan BUMN tersebut justru bisa menjadi boomerang. 

Diketahui, para peserta RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota dewan komisaris. 

Mereka bisa dijerat tindak pidana korupsi sesuai Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 KUHP. 

Dalam pasal tersebut menegaskan bahwa pihak yang menyuruh atau menyetujui tindakan memperkaya orang lain secara hukum dapat dikenakan pidana. 

"Semua Peserta RUPS PT ID Food juga dapat menjadi tersangka tindak pidana korupsi sesuai Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 JO Pasal 55 KUHP karena menyetujui terpidana Silfester Matutina sebagai Komisaris PT ID Food," ujar Oegroseno di postingannya di Instagram pada Senin (11/8/2025). 

Penyuruh dan Erick Thohir bisa jadi tersangka

Sebelumnya, Oegroseno menyinggung mengenai masalah pengangkatan terpidana Silfester Matutina sebagai komisaris BUMN tersebut.

Ia menyoroti pihak-pihak yang diduga turut terlibat dalam pengangkatan Silfester.

Menurut Oegroseno, bukan hanya Erick Thohir sebagai Menteri BUMN yang bisa menjadi tersangka korupsi, tetapi juga pihak yang menyuruh dan menyetujui Erick untuk mengangkat Silfester sebagai komisaris.

"Barang siapa yang menyuruh dan menyetujui Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat terpidana Silfester Matutina sebagai Komisaris ID Food juga dapat menjadi tersangka tindak pidana Korupsi sesuai Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 KUHP," tulis Oegroseno seperti dikutip dari postingan di Instagram resminya pada Minggu (10/8/2025).

Oegroseno pun dalam keterangan postingan tersebut menerka-nerka siapa gerangan di balik penyuruh Erick untuk mengangkat Silfester. 

Oegro melihat Erick Thohir berpotensi menjadi tersangka tindak pidana korupsi karena tindakan Erick yang mengangkat Silfester menjadi komisaris bisa dikategorikan sebagai memperkaya orang lain. 

"Menteri BUMN Erick Thohir dapat menjadi tersangka tindak pidana korupsi sesuai pasal 3 UU no 31 tahun 1999 karena telah memperkaya orang lain dengan mengangkat terpidana Silfester Matutina sebagai komisaris di BUMN," kata Oegro dikutip dari Instagram resminya pada Sabtu (9/8/2025). 

Pensiunan polisi yang juga menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) tersebut mempertanyakan bagaimana Silfester Matutina bisa menjabat komisaris independen dengan statusnya sebagai terpidana. 

Semestinya, sebelum menunjuk Silfester sebagai komisaris, BUMN tersebut menanyakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) milik Silfester. 

"Pada saat ditunjuk sebagai komisaris BUMN, seharusnya dia menyatakan bahwa dirinya berstatus pidana. Apakah BUMN tidak minta SKCK-nya sebelum diangkat jadi Komisaris BUMN??" tanya Oegro seperti dikutip dari Instagramnya pada Rabu (6/8/2025). 

Selain itu, Oegro meminta agar para Termul tidak membela Silfester yang berstatus terpidana selama enam tahun tetapi hingga kini belum menjalankan vonis yang dijatuhkan.

"Para Termul tidak perlu membela Silfester Matutina!!! Popularitasnya membuka vonis pidana yang belum dilaksanakan," ujar Oegro.

Oegroseno juga meminta ID Food, tempat di mana Silfester menjabat sebagai Komisaris, untuk membuat laporan polisi. 

Pasalnya, Silfester merupakan seorang terpidana yang belum menjalani proses hukum. 

Oegroseno menyarankan agar BUMN tersebut melaporkan Silfester atas kasus pencemaran nama baik. 

"BUMN bisa melaporkan Silfester Matutina dengan Pasal 310 KUHP yaitu: pencemaran nama baik BUMN," kata Oegroseno.

Sebelumnya, Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum Jusuf Kalla pada 2017.

Ia dinilai memfitnah dan mencemarkan nama baik JK dan keluarganya melalui orasi. Namun, Silfester membantah tuduhan tersebut.

Ia menyebut, pernyataannya merupakan bentuk kepedulian pada situasi bangsa.

“Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester kepada Kompas.com, Senin (29/5/2017) silam.

Laporan itu kemudian diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.

Klaim sudah damai

Silfester Matutina mengaku hubungannya dengan Jusuf Kalla baik-baik saja.

Relawan Jokowi itu mengaku urusannya dengan Jusuf Kalla sudah selesai dengan cara perdamaian.

“Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” tegas dia di Polda Metro Jaya.

Oleh karena itu, Silfester mengeklaim bahwa tak ada lagi masalah antara dia dengan Jusuf Kalla.

“Dan sebenarnya, urusan proses hukum itu sudah saya jalani dengan baik,” ujar dia.

Kejagung tetap bakal eksekusi

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) tetap akan mengeksekusi Silfester Matutina ke dalam bui meskipun ia mengeklaim sudah berdamai dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK).

Adapun Silfester dikenal sebagai mantan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Saat ini, ia berstatus terpidana kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla.

“Bagi kejaksaan tetap melaksanakan sesuai dengan aturannya, kita kan sudah inkrah,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Anang Supriatna, saat ditemui di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).

Anang mengatakan, kewajiban jaksa untuk melakukan eksekusi terlepas dari urusan apakah Silfester sudah berdamai dengan JK.

Menurutnya, jika perdamaian itu terjadi sebelum penuntutan, mungkin akan menjadi pertimbangan jaksa.

Namun, saat ini kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.

“Artinya ya silakan aja nanti punya cara-cara lain, yang jelas kejaksaan akan melaksanakan nantinya, mengeksekusi terhadap keputusan pengadilan tersebut,” tuturnya.

Anang menuturkan, putusan Mahkamah Agung (MA) akan dieksekusi oleh jaksa eksekutor pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Namun, ia mengaku tidak mengetahui kapan Kejari Jaksel akan mengeksekusi Silfester ke dalam bui.

“Ini perkaranya itu perkara pidum (pidana umum), tindak pidana umum dan kewenangan dari jaksa yang menanganinya,” ujar Anang. (TribunJakarta.com/Kompas.com).

 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved