TRIBUNJAKARTA.COM, SURABAYA - Polda Metro Jaya meringkus komplotan hacker yang meretas 600 situs di Indonesia dan luar negeri.
Komplotan tersebut juga merambah 44 negara serta membobol situs pemerintah AS.
Tiga mahasiswa tersebut berinisial KPS (21), NA (21) dan ATP (21) ketiganya merupakan teman satu angkatan yaitu angkatan 2015.
Baca: 4 Cerita Jakmania Saat Persija Vs SLNA di GBK: Terpaksa Pulang Karena Penyakit Ibu Sampai Bawa Ganja
TribunJakarta.com merangkum analisa pakar IT sampai sentilan Dosen STIKOM Surabaya.
Komentar Pakar IT
Ketiga pelaku diduga pernah bergabung dengan Surabaya Black Hat, forum yang bergerak dalam bidang IT.
Pakar IT dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Bekti Cahyo mengungkapkan komunitas semacam Surabaya Black Hat juga ada di berbagai daerah di Indonesia.
Kepala Lab Infrastuktur dan Keamanan Sistem Informasi ITS Surabaya ini menuturkan jika kemampuan para pelaku cyber crime yang diamankan oleh Polda Metro Jaya tergolong diatas rata-rata.
Baca: Curhat Pengusaha Sempat Berniat Bunuh Diri Gara-gara Bupati Rita Widyasari
"Meskipun usianya dikatakan masih muda, namun kemampuan mereka ini bisa dikatakan sudah matang. Mereka bisa memulai belajar hacker sejak dari SMP, SMA, ataupun kuliah," ujar Bekti pada Rabu (14/3/2018).
Bekti mengatakan siapapun bisa mempelajari ilmu hacker melalui internet, bahkan melalui video tutorial.
Ditanya mengenai perkembangan Hacker di Surabaya, Bekti menuturkan jika kemampuaan hacker akan semakin meningkat.
Hal tersebut juga seiring dengan semakin berkembangan teknologi keamanan jadi antara kemampuan Hacker dan Teknologi keamanan akan terus beriringan
Sentilan Dosen STIKOM
Tiga mahasiswa Stikom, Surabaya, Nizar Ananta Prawira Yudha, Katon Primadi Sasmitha dan Arnold Triwardhana Panggau ditangkap FBI lantaran melakukan peretasan kepada ratusan website.
Berita ini pun menyebar ke seluruh penjuru kampus, tak ketinggalan kalangan mahasiswa Sistem Informasi.
Yoga Punantya, mahasiswa Sistem Informasi semseter 4 ini mengaku sejumlah mahasiswa sudah membiacarakannya sejak beberapa waku lalu, saat berita mulai banyak dibicarakan di media massa.
Baca: Sabil Menanti Harta Karun dalam Gentong Ajaib Selama Setahun, Ternyata Isinya Mengejutkan
Menurut Yoga, bahkan dosennya mengajar juga sempat menyentil soal itu di dalam kelas.
"Ya secara tidak langsung sih, menyentil bilangnya 'kalau sudah menguasai sesuatu atau ilmu tertentu janganlah digunakan untuk hal-hal negatif atau merugikan' gitu pesannya," aku Yoga yang sedang menikmati es, di jam istirahat, Rabu (14/3/2018).
Keseharian Pelaku
Institut Bisnis dan Informatika STIKOM Surabaya membenarkan mengakui tiga orang yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya dan FBI di Surabaya terkait peretasan situs internasional adalah mahasiswanya.
Ketiganya ditangkap, karena menjadi bagian dari komunitas Surabaya Black Hat (SBH) yang telah meretas ribuan sistem IT di 44 negara.
Humas Institut Bisnis dan Informatika STIKOM Surabaya, Sugiharto Adhi Cahyono mengungkapkan, Katon Primadi Sasmitha (21), Nizar Ananta (21), dan Arnold Triwardhana Panggau (21) merupakan mahasiswa S1 Sistem Informasi angkatan 2015.
Baca: Begini Cerita Warga Bintaro Bisa Jual Motor Astrea Grand 1991 Seharga Rp 80 Juta
"Ketiganya tercatat masih mahasiswa aktif, sekarang semester 6. Kalau aktif masuk kuliah sudah tidak sekarang," ujarnya pada SURYA.co.id, Rabu (14/3/2018).
Selama menjadi mahasiswa, mereka belum pernah melakukan pelanggaran akademik ataupun pelanggaran etika.
"Mereka tidak aktif di organisasi seperti senat atau BEM. Secara nilai juga masih grade bagus, Indeks Prestasinya diatas 3," jelasnya.
Ke depannya, pihak kampus masih menerapkan praduga tak bersalah untuk kasus internal maupun eksternal. Apalagi pihak kampus belum tahu prosesnya hukumnya berjalan sampai mana.
"Kami juga masih menunggu karena belum mendapat panggilan apapun dari keluarga atau pihak kepolisian," katanya.
Pihak kampus, lanjut Sugiharto, juga sempat menghubungi keluarga melalui dosen wali. Hanya saja belum mendapat respon hingga saat ini.
"Mereka harusnya sudah memasuki Kerja Praktek dan Tugas Akhir. Tetapi ketiganya belum pernah konsultasi hal ini ke dosen wali," tegasnya.
Pemkot Surabaya Buka Lowongan Driver Suroboyo Bus, Tertarik ini Syaratnya
Pamit ke Suami Servis Ponsel, Wanita Cantik ini Malah Tewas di Kamar Hotel Bareng Pria Lain
Ia menegaskan, dari data kampus Nizar dan Katon memiliki KTP beralamat di Surabaya. Sedangkan Arnold berasal dari Banyuwangi.
STIKOM Surabaya selama ini sudah melakukan aktivitas pembentukan karakter.
Namun, kampus juga memiliki unit organisasi untuk penelitian yang berkaitan dengan jaringan.
"Kalau nakalnya mahasiswa main jaringan ya ada, aktivitas dari jaringan ya banyak di kampus. Tetapi di Internal kampus kami ada pusat teknologi informasi yang memantau apalagi ada kartu RFID sebagai akses di kampus," urainya.
Berdasarkan pantauan SURYA, Katon cukup dikenal dalam komunitas yang berkaitan dengan jaringan di kampus, yaitu Linux User Grup (LUG). Sayangnya teman-temannya sesama mahasiswa enggan berkomentar lebih lanjut.
"Mereka angkatan atas, kalau Katon saya pernah lihat di kegiatannya LUG. Tetapi dia bukan anggota LUG," ungkap Muhsin Habib, mahasiswa angkatan 2017 SI.
Diketahui, tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber.
Sebab, mereka meretas sistem Pemerintah Amerika Serikat.
Polisi menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS di berbagai tempat berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018).
Ketiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur.
Ketiga tersangka yang ditangkap dikenakan Pasal 29 ayat 2 Juncto Pasal 45 B, Pasal 30 Juncto Pasal 46, Pasal 32 Juncto Pasal 48 Undang Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektonik.
Para pemuda ini terancam hukuman pidana 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.
Ketiga pemuda tersebut yakni KPS (21) warga Sawahan Surabaya, NA (21) warga Gubeng Surabaya, dan ATP (21) warga Krembangan.
Informasi yang dihimpun dari polisi menyebut, KPS dan NA masing-masing meretas lebih dari 600 website dan sistem data elektronik baik di dalam dan luar negeri.
Ternyata selain meretas 600 website, para pelaku juga melakukan kejahatan lainnya.
Mereka ternyata juga lakukan pemerasan.
Pemerasan itu mereka lakukan terhadap perusahaan yang situsnya telah mereka retas terlebih dahulu. (TribunJatim/Surya)