Ditanya Lebih Enak Jadi Menteri atau Anggota DPR, Siapa Sangka Begini Jawaban Hanif Dhakiri

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri di acara Mata Najwa, Senin (30/4/2018).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Rr Dewi Kartika H

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Hanif Dhakiri blak-blakan jawab pertanyaan perihal lebih enak jadi menteri atau anggota DPR.

Hanif diketahui pernah menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014.

Kini pria berusia 45 tahun itu menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan pada Kabinet Kerja (2014-2019).

Saat hadir sebagai bintang tamu di acara Mata Najwa, Hanif blak-blakan berkata lebih enak menjadi Anggota DPR dibanding Menteri.

Mengapa demikian? Mari Kita simak alasannya!

TONTON JUGA 

Dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube Najwa Shihab, Hanif mencurahkan isi hatinya.

Ia mengatakan dirinya merasa lelah menjadi menteri.

Karena Hanif merasa dirinya selalu mengalami perundungan.

"Capek jadi menteri. Apalagi di-bully terus," ujar Hanif, Senin (30/4/2018).

Padahal menurutnya dia sudah melakukan sesuatu yang benar.

Baca: Amien Rais, Fadli Zon dan Fahri Hamzah Hadiri Unjuk Rasa Buruh di Depan Gedung DPR

"Benar saja di-bully apalagi salah," jelasnya, diiringi dengan gelak tawa penonton.

Saat ditanya apakah dirinya yang sudah merasa lelah menjadi menteri itu ingin berhenti, jawaban Hanif tidak terduga.

Ia mengatakan kalau soal berhenti itu adalah urusan nasib.

"Kalau soal berhenti kita ngalir saja, kita ikuti garis nasib," kata Hanif.

Menurutnya yang terpenting ia sudah berusaha menjalankan amanat yang ia terima dengan sebaik mungkin.

Baca: Pekerja Media: Buruh Digital, Badan Bisa Pulang, Otak Tetap Ketinggalan di Kantor

"Yang penting pada saat kita punya amanah, kita lakukan yang terbaik, kita kerja keras," ucap Hanif.

Lalu Najwa selaku pembawa acara bertanya pada Hanif, lebih enak saat dirinya menjadi anggota DPR atau menteri.

Dengan mengejutkan Hanif menjawab lebih enak saat dirinya menjadi anggota DPR.

"Kalu mau jujur enakan DPR," ujar Hanif.

Hanif mengungkapkan alasanya mengapa ia merasa lebih enak saat jadi anggota DPR.

Menurutnya jadi anggota DPR memiliki fleksibilitas lebih tinggi dibanding seorang menteri.

"Mungkin fleksibilitasnya lebih tinggi kalau DPR," jelas Hanif.

Baca: Begini Reaksi Ustaz Abdul Somad Lihat Ada Pria Mengaku Tahu Kapan Waktu Kematian Seseorang

Tak hanya itu menurutnya saat jadi anggota DPR tanggung jawab yang ia terima ditanggung bersama, namun tidak begitu dengan menteri.

"Terus tanggung jawabnya tanggung renteng, kalau di eksekutif itu kan tanggung jawabnya sendiri," ujar Hanif.

Hanif Dhakiri juga berapa hari ini sedang hangat diperbincangkan soal kebijakannya perihal Tenaga Kerja Asing (TKA).

Jawaban Menaker Hanif Dhakiri ketika Ditanya 'Kami Butuh Pekerjaan, Kenapa Malah Prioritaskan TKA?'

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri buka suara menanggapi polemik tenaga kerja asing (TKA) yang ada di Indonsesia.

Awalnya Menaker Hanif Dhakiri mendapat pertanyaan dari warganet bernama Jose Segitya Hutabarat yang dibacakan oleh Rosi.

"Upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyeimbangkan dan mengatasi kesenjangan kebutuhan tenaga kerja asing maupun dalam negeri di berbagai sektor lapangan pekerjaan Indonesia?

Menanggapi hal tersebut, Hanif Dhakiri menyatakan tidak ada kesenjangan antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia.

Baca: Dahulu Tampil Berhijab Kini Istri Daus Mini Melepaskan Hijab, Begini Penyebabnya

Menurutnya, jumlah tenaga kerja asing di Indonesia masih sangat kecil, dengan prosentase di bawah 0,1 persen dari penduduk Indonesia.

Hanif Kemudian membandingkan dengan Singapura yang separuh penduduknya adalah tenaga kerja asing.

Hanif menambahkan jika Indonesia saat ini sedang menggenjot daya saing tenaga kerjanya.

Rosi kemudian menimpali dengan menanyakan "kami butuh pekerjaan, tapi kenapa malah tenaga kerja asing yang diprioritaskan?".

Menanggapi itu, Hanif menyebutkan jika pada era pemerintahan Jokowi, jumlah pembukaan lapangan kerja telah melampaui target.

"Bahwa 3 tahun lebih ini di bawah pemerintahan Jokowi-JK itu penciptaan lapangan kerja baru itu melampaui target dari yang dijanjikan," jawab Hanif.

Diketahui, janji Jokowi adalah 5 tahun 10 juta lapangan pekerjaan baru.

Yang artinya 2 juta per tahun.

Baca: Tidak Mau Sepeda, Pekerja Perikanan dari Daerah Ini Minta Presiden Berikan Perlindungan

Hanif menjelaskan jika pada tahun 2014, lapangan kerja sudah ada 2,8 juta, kemudian pada 2015 sekitar 2,6 juta, lalu 2,4 juta pada 2016, dan 2,6 juta pada tahun 2017.

Berdasarkan data tersebut, Hanif menegaskan jika pemerintahan Jokowi telah melampaui target.

Sementara itu, terkait pekerjaan, Hanif menerangkan jika ada masalah-masalah yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia.

Terutama kesesuaian antara skill dan kebutuhan.

Hanif menerangkan jika angka pengangguran yang mencapai 7 juta lebih itu bukan hanya dikerenakan oleh tidak adanya lapangan kerja, tetapi juga karena ketidaksesuain itu tadi.

Menjawab kecemasan masyarakat soal TKA yang semakin mudah ke Indonesia, Hanif menegaskan jika yang dipermudah adalah prosedur atau izinnya.

Dengan masuknya TKA ke Indonesia, investasi di Indonesia juga diharapkan semakin tumbuh.

Baca: Buka KTT Ulama, Jokowi : Kami Indonesia Hidup Dalam Keberagaman ‎

Investasi ini dianggap penting untuk membuka semakin banyak lapangan kerja.

Hanif juga menjelaskan jika TKA yang tidak memiliki skill tidak bisa masuk ke Indonesia.

Termasuk regulasi mengenai penggunaan bahasa Indonesia.

Terkait temuan Ombudsman yang menyebutkan banyak TKA asing yang justru unskilled, seperti buruh, kuli, hingga sopir, Hanif menganggap itu hanya kasus.

Menurutnya, Indonesia sangat luas, sehingga yang tahu seperti itu jangan diviralkan, tapi dilaporkan saja.

"Kalau kasus perlakukanlah seperti kasus, Indonesia juga luas, kalau ada yang tahu seperti itu jangan diviral-viralkan, laporkan saja, kalau tendensinya untuk perbaikan kan dilaporkan," ujar Hanif.

Hanif mengungkapkan jika ada laporan, pihaknya akan memberikan tindakan.

Berita Terkini