TRIBUNJAKARTA.COM - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memberikan apresiasi atas gerak cepat Pemerintah, melalui kedutaan besar Indonesia di Arab Saudi.
Hal ini terkait langkah Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel memberikan pengayoman dan perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Arab Saudi.
“Apapun perbedaan sikap politik antara Habib Rizieg dengan pemerintahan Jokowi-JK, namun bantuan hukum yang diberikan kepada Habib Rizieq merupakan tindakan tepat. Sebab melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dijalankan jauh di atas perbedaan paham dan sikap politik," kata Hasto dalam keterangan yang diterima, Jumat (9/11/2018).
Menurut Hasto setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada, ketika sedang menghadapi persoalan hukum, maka pemerintahan negara Indonesia wajib hadir.
Hasto lalu menambahka, hal yang sama terjadi ketika pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
"Saat itu, Ustadz Abubakar Ba’asyir oleh tekanan politik negara adidaya diminta untuk diekstradiksi. Namun Presiden Megawati Soekarnoputri memberikan jawaban tegas bahwa sebagai Presiden tugasnya adalah melindungi warganegaranya. Padahal secara politik kita tahu, ada perbedaan tajam sikap politik diantara keduanya," katanya.
Lebih lanjut Hasto menjelaskan kasus Habib Rizieq, apa yang dilakukan oleh pemerintah sudah sejalan dengan konstitusi.
Menurutnya, pelajaran yang bisa dipetik dari kasus tersebut adalah setiap negara memiliki satu bendera nasional lambang supremasi kemerdekaannya, dan itulah yang seharusnya dihormati.
"Bendera Merah Putih adalah satu-satunya bendera nasional dan lambang perjuangan mendapatkan kedaulatan politik kemerdekaan Indoneaia. “Bendera Merah Putih itulah yang dikibarkan, sama halnya dengan Arab Saudi, hanya mengibarkan satu bendera nasionalnya," kata Hasto.
Respon PA 212 soal pernyataan Badan Intelejen Negara
"Kita enggak pernah ngomong BIN, kok mereka bereaksi? Kita kan cuma bicara ada operasi intelejen dan bisa dari mana saja. Kita tidak bicara intelejen Indonesia,"
Hal itu dijelaskan Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif yang menduga ada sebuah operasi intelejen yang dilakukan untuk menjebak Habib Rizieq Shihab di Arab Saudi.
Namun, tidak ada sama sekali pernyataan operasi tersebut dilakukan oleh intelejen Indonesia atau intelejen yang bermarkas di BIN.
"Kalau mereka bereaksi, ya kalian simpulkan sendiri lah," jelasnya di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) menegaskan tidak ada dendam politik kepada siapapun, termasuk Rizieq Shihab.
Juru Bicara Kepala BIN Wawan Hari Purwanto pun menegaskan, tuduhan adanya dendam politik adalah tidak benar, meskipun silih berganti kepemimpinan nasionalnya.
"Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, dengan duduk bersama maka semua bisa teratasi. BIN tidak pernah mempermasalahkan aliansi politik HRS. Itu hak seseorang dan sah-sah saja," ujar Wawan dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Wawan pun menegaskan, BIN tidak terlibat penangkapan Rizieq di Saudi dan tidak ada anggota BIN mengontrak rumah di dekat kontrakan Rizieq untuk memasang bendera maupun mengambil CCTV.
"Semua hanya pandangan sepihak, tuduhan pemasangan bendera Tauhid di tembok juga tidak ada bukti bahwa yang memasang adalah BIN, apalagi memfoto kemudian lapor ke Polisi Saudi," ujarnya.
Menurutnya, BIN justru menghendaki agar masalah cepat selesai dan tuntas, sehingga tidak berkepanjangan dan berakibat pada berkembangnya masalah baru, apalagi di luar negeri, dimana sistem hukum dan pemerintahannya berbeda.
"BIN bertugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia termasuk HRS. Tidak benar jika ada anggapan bahwa HRS adalah musuh, semua adalah anak bangsa yang masing-masing memiliki pemikiran yang demokratis yang wajib dilindungi," paparnya.
Saudi adalah negara berdaulat yang tidak bisa diintervensi oleh Indonesia. Wawan menilai, pperasi intelijen di negara lain adalah dilarang, karena bisa dipersona non grata atau dideportasi atau bahkan dijatuhi hukuman sesuai dengan UU yang berlaku di negeri itu.
"Bagi BIN tidak mengenal istilah kriminalisasi, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban serta kedudukan yang sama di depan hukum," paparnya.
Wawan juga mengatakan, BIN selalu siap membantu HRS, sebagaimana Kedubes RI juga siap membantu jika HRS dalam kesulitan, termasuk memberikan jaminan atas pelepasan HRS.
"Jadi tuduhan bahwa BIN merekayasa penangkapan HRS oleh Polisi Saudi adalah hoax," ucapnya.
Upaya pemerintah lewat Kemenlu dan Dubes Indonesia di Arab Saudi
Pemerintah Indonesia, lewat Kedutaan Besar Arab Saudi melakukan upaya pendampingan dan komunikasi dengan pemerintahan atau pihak berwenang di Kerjaan Arab agar Habib Rizieq Shihab diberi kemudahan dalam penanganan.
Hal itu diungkapkan Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel dalam program 'Apa Kabar Petang' tvOne yang diunggah di YouTube, Kamis (8/11/2018).
Agus Maftuh Abegebriel memastikan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) akan memberikan perlindungan kepada WNI yang ada di Arab Saudi, termasuk Habib Rizieq Shihab (HRS).
"Pada prinsipnya kami KBRI Riyadh dan KBRI Jeddah akan memberikan perlindungan, pengayoman dan bantuan kepada saudara-saudara kami, para ekspatriat Indonesia yang di Arab Saudi. Termasuk dalam hal ini Habib Rizieq Shihab," ujar dia.
Dikatakannya, pihaknya tidak akan melakukan diskriminasi terhadap WNI yang mengalami persoalan hukum di Arab Saudi.
"Selama darah mereka adalah darah NKRI maka wajib hukumnya, kami sebagai pelayan warga negara indonesia yang ada di Arab Saudi untuk berikan pengayoman perlindungan dan bantuan-bantuan,"
"Dalam pendampingan jika saudara-saudara, kami para ekspatriat Indonesia berhadapan dengan permasalahan hukum di Arab Saudi," jelas Agus Maftuh Abegebriel.
Nenek Jumanti alias Qibtiyah, menerima gaji sebesar 76 Ribu Riyal atau sekitar 266 juta Rupiah dari perwakilan majikan yang diwakili Kapten Ibrahim Muhammad serta disaksikan langsung oleh Dubes RI untuk Saudi, Agus Maftuh Abegebriel dan Dubes Saudi untuk Indonesia, Osama as-Syuaibiy di KBRI Riyadh, Minggu (29/4/2018). (Istimewa)
Lebih lanjut, Agus memastikan pihaknya selalu mengikuti arahan dari Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi dan Presiden Joko Widodo.
"Kami tidak pernah mempermasalahkan apakah WNI, saudara kami punya dokumen atau tidak. Selama darah mereka adalah darah NKRI maka wajib hukumnya bagi kami untuk memberikan pembelaan dan pengayoman kepada mereka," tandas dia.
Sementara dikutip dari Tribunnews.com, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memastikan akan mendampingi seluruh WNI di luar negeri yang menghadapi kasus hukum tanpa terkecuali.
Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Christiawan Nasir mengatakan, bentuk pendampingan hukum yang dilakukan Kemlu untuk memastikan bahwa hak-hak hukum WNI terpenuhi selama menghadapi masalah hukum.
"Kita (Kemenlu) akan berikan bantuan perlindungan pendampingan dan sesuai dengan hukum yang berlaku di sana, itu yang kita lakukan. Hal yang sama kita lakukan terhadap Muhammad Rizieq Shihab," ujar pria yang kerap disapa Tata, di Jakarta, Kamis (8/11/2018).
Seperti diketahui, pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab diduga tersangkut kasus hukum di Arab Saudi, di mana di kediaman Rizieq Shihab terpasang bendera yang mengarah pada ciri-ciri ekstrimisme.
Namun, Rizieq Shihab telah dikeluarkan dari tahanan sejak Selasa malam 6 November 2018 lalu, dengan jaminan, setelah sempat dimintai keterangan dan ditahan oleh aparat keamanan Arab Saudi. (TribunJakarta/Tribunnews.com)