Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Afriyani Garnis
TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA - Yunakris (63) merupakan pedagang aksesoris, dompet dan ikat pinggang berbahan kulit di Pasar Ular, Jakarta Utara.
Sebelum berdagang di wilayah Plumpang Koja, dia sempat berdagang di wilayah pelabuhan Tanjung Priok pada masanya mudanya dulu.
Hingga akhirnya Pasar Ular dipindahkan ke wilayah Permai dan Plumpang, Koja.
Pria 63 tahun itu menyebutkan, kini pamor Pasar Ular memang tak secemerlang dahulu.
Namun masih ada saja pembeli yang datang setiap harinya. Karena kepercayaan dan lama berlangganan dengan sejumlah pedagang di sana.
Terhitung sudah lebih dari 30 tahun, Yunakris berdagang. Banyak perubahan, dan pengalaman yang dialaminya.
Mulai dari pendapatan yang sangat jauh berkurang hingga persaingan dengan barang-barang asal mal dan pusat perbelanjaan modern.
"Sekarang sama dulu bedanya cuma sekarang orang lebih banyak yang memilih barang di mal padahal harganya lebih mahal," kata Yunakris.
Yunakris rupanya juga merupakan produsen ikat pinggang yang juga dijual di salah satu pusat perbelanjaan di wilayah Jakarta Utara.
Jika harga ikat pinggang di tokonya hanya berkisar Rp 125 ribu hingga Rp 250 ribu, tentu harga di Mal akan lebih dari itu menurutnya.
"Kalau orang paham pasti lebih memilih kesini karena lebih murah, saya ini ada yang produksi sendiri ikat pinggangnya. Buat meminimalisir pengeluaran juga, jadi beli bahannya saja," ungkapnya.
Ya, setidaknya dalam sebulan, pria keturunan Bukittinggi, Sumatera Barat itu bisa memproduksi 60 lusin ikat pinggang berbahan kulit setiap bulannya.
Dari jumlah tersebut sebagian di jual di kiosnya sebagiannya lagi dijual ke pedagang di pusat perbelanjaan modern.
Bertahan hinga saat ini, modal Yunakris hanya sabar dan tenang. Kedua hal itu tak pernah lepas dari dirinya.
"Sabar kalau jualan kan memang ada masanya ramai.dan sepi, kita sabar aja enggak usah kesal kalau pembeli sepi. Kita juga harus tenang selama membuka toko, supaya pemebli juga nyaman, pokoknya bagaimana mencuri perhatian pembeli supaya nyaman," ceritanya.
Untuk memastikan pembelinya akan kembali lagi, dia memastikan kualitas barang yang dijualnya untuk memberi kepuasan untuk pelanggannya.
"Saya enggak nyari kuantiti tapi kualitas, inshaAllah kalau pembeli puas mereka akan kembali lagi," terangnya.
Hal itu pun di buktikannya dengan kembalinya lagi sejumlah pejabat daerah yang kerap menyambanginya ketika ke Jakarta.
"Saya Alhamdulillah pejabat daerah banyak yang langganam darj beberapa daerah, bahkan sampai ke Papua. Kalau engga beli buat sendiri pasti ada saja yang jadikan oleh-oleh buat keluarganya saat kembali ke daerahnya," paparnya.
Bahkan diceritakannya Yunakris, pengunjung wilayah Batam hingga Singapura pun kadang memborong ikat pinggangnya.
"Saya saat itu pernah dapat pembeli yang membeli ikat pinggang seharga Rp 400 ribu, tapi dalam waktu dua bulan sudah rusak. Kemudian dia cek punya saya dia suka. Bahkan sampai di banting-banting buat ngecek kualitasnya. Alhirnya dia beli dengan harga saat itu Rp 150 ribu," katanya.
Kini, momen libur lebaran tak berdampak besar bagi pendapatannya. Namun disebutkannya ia tak pernah berfikir untuk menutup kiosnya karena masih yakin dengan usaha yang dijalaninya.
"Ya meski sepi, dijalani saja. Itu tadi kita harus sabar. Tenang juga. Rezeki sudah ada yang mengatur tugas manusia hanya berusaha dan bersabar. Masa iya mau enak terus, yakin aja. Saya juga masih yakin kok 10 tahun lagi masih tetap bisa jualan disini," ucapnya.
Tak lupa ia pun mengajak masyarakat agar mengapreasi apapun hasil karya atau barang yang diproduasi oleh anak negeri.
• Zodiak yang Tidak Suka Perubahan, Bagi Libra Itu Mengganggu
• Minggu Depan, Korban Kerusuhan 21 - 22 Mei 2019 Ini Siap Berjualan Lagi
• PKL dan Bajaj Penuhi Sejumlah Trotoar di Jakarta Selatan
Karena menurut Yunakris, jika bukan kita yang mendukung siapa lagi.
"Jangan sampai kalau ada apa-apa yang sudah diakui orang luar baru mau marah, harusnya sekarang ini bantulah, apresiasi lah, beli lah produksi dalam negeri apapun itu. Jangan apa-apa maunya barang luar negeri," tegasnya.
Jika dulu pendapatannya bisa mencapai Rp 8 juta setiap harinya, kini untuk mendapat pendapatan Rp 1 juta ia merasa ngos-ngosan.
Beruntung kios yang digunakannya sudah menjadi milik pribadinya. Sehingga ia tak perlu mengeluarkan modal lagi untuk menyewa setiap bulan atau tahunnya.
"Alhamdulillah ini kios sudah punya sendiri, kalau ngontrak keadaan seperti ini sepertinya tidak bisa, susah membagi pendapatannya, pokoknya kita sabar aja, tenang aja kalau jualan enggak usah grasak grusuk, semua ada masanya, ada rejekinya," tutupnya..