Pilpres 2019

Bakal Ada Unjuk Rasa di Depan MK, Wiranto: Kebebasan Boleh Tapi Ada Toleransi Hukum

Editor: Kurniawati Hasjanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, selepas mengisi seminar Forum Nasional Mahasiswa Anti Penyalahgunaan Narkoba 2019, di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (28/3/2019).

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkumham) Wiranto mempertanyakan rencana sejumlah organisasi kemasyarakatan berunjuk rasa di depan Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang sidang putusan sengketa Pemilu Presiden pada 27 Juni mendatang.

Pasalnya menurut Wiranto, Prabowo Subianto sudah menghimbau kepada pendukungnya untuk tidak menggelar unjukrasa di depan MK.

"Yang diperjuangkan apa, Tadinya FPI kan dukung Prabowo-Sandi tatkala yang didukung mengatakan ayo kita damai saja, menjaga suasana bersahabat, terima keputusan MK, apapun keputusan itu, lalu kalau FPI turun ke jalan apa yang diperjuangkan, saya mau tanya,"kata Wiranto di Kompleks Palemen, senayan, Jakarta, Selasa, (25/6/2019).

Pengakuan Luna Maya soal Faisal Nasimuddin, Nagita Slavina: Semoga Dapat Jodoh yang Baik

Jadwal Lengkap Seleksi Ujian Mandiri UM PTN di Pulau Jawa, Jangan Sampai Ketinggalan!

Wiranto mengingatkan, bila nantinya aksi yang dilakukan sejumlah Ormas tersebut melanggar aturan maka ia tidak segan-segan mengambil tindakan.

"Kalau mereka tetap turun ke jalan dan menimbulkan kerusuhan tinggal saya cari yang bertanggung jawab siapa. Kita jangan main-main masalah keamanan nasional, kita sudah masuk dalam konsep yang benar, dalam koridor yang benar," katanya.

Menurut Wiranto, pemerintah bukan melarang unjukrasa.

Hanya saja unjukrasa seharusnya tidak boleh menggangu kebebasan orang lain.

Indonesia merupakan negara hukum yang mana kebebasan ada batasan-batasannya.

Ramalan Zodiak Cinta Rabu 26 Juni 2019, Keinginan Aries Tercapai, Cancer Khawatir, Scorpio Bosan

Pendaftar Capai 714 Ribu, Ini Simulasi Cara Mengetahui Lolos/Tidak di SBMPTN 2019 Pakai Aplikasi

"Kebebasan boleh tetapi kan ada toleransi hukum yang menjaga kebebasan untuk tidak sebebas bebasnya, kebebasan tidak menggangu kebebasan orang lain, kebebasan tidak ganggu keamanan nasional, ada toleransi hukum. Jika toleransi hukum dilanggar, dilewati ya kita tinggal menindak aja kok siapa tokohnya itu siapa," pungkasnya.

Sebelumnya sejumlah organisasi diantaranya Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, serta sejumlah organisasi lainnya akan menggelar unjukrasa mengawal putusan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi.

Mereka mengatakan bahwa unjuk rasa dilakukan sebagai bagian dari perjuangan untuk menegakkan keadilan sesuai dengan ajaran agama.

Prabowo-Sandi Tak Hadir

 Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan sidang sengketa hasil Pilpres 2019 pada Kamis (27/6/2019).

Calon presiden-calon wakil presiden 02 Prabowo-Sandi dipastikan tak akan menghadiri sidang putusan besok.

Diketahui, Prabowo akan kembali ke Indonesia dari Jerman pada Rabu (26/6/2019).

Meski demikian Prabowo dan Sandi memastikan tidak akan hadir langsung di MK pada Kamis.

Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, menjelaskan alasan Prabowo-Sandi memilih tak menghadiri langsung sidang putusan di MK.

Menurut Andre, ketidakhadiran keduanya untuk menghormati komitmen dan imbauan yang sebelumnya sudah disampaikan Prabowo dan Sandi ke pendukungnya.

Sebelumnya, Prabowo mengimbau agar pendukungnya tak berunjukrasa di MK dan cukup menonton dan berdoa dari rumah.

“Kalau Pak Prabowo atau Bang Sandi datang di MK akan diikuti banyak pendukungnya," ungkap Andre di posko pemenangan BPN di Kebayoran Baru, Jaksel, Selasa (25/6/2019).

"Walau sudah diimbau tak perlu hadir, ada gula ada semut istilahnya,” politikus Gerindra ini menambahkan. 

“Kalau tidak diimbau dan Pak Prabowo hadir massa yang akan datang bisa sampai ratusan ribu. Kami yakin imbauan Pak Prabowo dipatuhi sebagian besar pendukung dan Pak Prabowo komitmen akan hal tersebut,” tegas dia.

Andre menjelaskan bahwa setiap pihak masing-masing mendapatkan undangan berjumlah 15.

Dalam hal ini MK pun mengundang pasangan capres-cawapres 01 Jokowi-Ma'ruf sebagai pihak terkait.

Hal itu berdasar surat dari MK Nomor: 4/Sid.Put/PRES/PAN.MK/06/2019 24 Juni 2019 perihal: Panggilan Sidang.

Sementara itu BPN Prabowo-Sandi akan memaksimalkan jumlah undangan bagi pihak pemohon agar upaya memperjuangkan hak konstitusional di MK berjalan maksimal.

“Di kami ada 7 anggota tim hukum dan sisanya adalah anggota Direktorat Hukum dan Advokasi, kalau pun ada juru bicara yang hadir tidak bisa masuk,” ucap dia.

Prabowo bukan pencari jabatan

Sementara itu berhembus kabar jika Prabowo akan bergabung di koalisi Jokowi, namun segera dibantah Partai Gerindra.

Partai Gerindra sampai menegaskan tidak ada pertemuan atau deal-deal politik mengenai pembagian jabatan di pemerintahan dengan koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf.

Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade mengatakan, partainya berbeda dengan partai lain yang mudah tergiur dengan jabatan.

"Ini Gerindra bukan partai lain. Kami fokus di MK. Kami enggak pernah punya rencana zig zag selagi proses ini," kata Andre dilansir Kompas.com, Selasa (25/6/2019), dalam artikel: Gerindra: Prabowo Bukan Pencari Jabatan, Jangan Samakan dengan yang Lain.

"Pak prabowo dan Bang Sandi itu bukan pencari pekerjaan untuk panggung 2024. Pak Prabowo dan Bang Sandi bukan orang yang butuh jabatan untuk perlindungan hukum, jadi jangan samakan dengan yang lain," lanjut dia.

Andre mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus mengikuti proses hukum gugatan yang diajukan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia tak menutup kemungkinan soal pertemuan Prabowo dengan Jokowi setelah sidang putusan MK diketok.

Andre menyebut pertemuan keduanya akan digelar pada waktu yang tepat.

"Bicara rekonsiliasi, pertemuan dengan Pak Jokowi antara Pak Prabowo, pada suatu saatnya nanti di waktu yang pas, tentu insyaallah demi kepentingan bangsa dan negara dan demi silaturahim tentu akan ada," ujar Andre.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani, mengatakan, TKN tidak menutup kemungkinan bagi partai oposisi untuk bergabung dalam koalisi pemerintah.

Menurut Arsul, Partai Gerindra bahkan menjadi partai yang lebih dihormati oleh beberapa partai untuk masuk ke Koalisi Indonesia Kerja.

"Ada memang sebagian partai di KIK yang katakanlah memberikan penghormatan lebih kepada Gerindra.

Kenapa? Karena Gerindra dianggap lawan kontestasi yang gentle yang menggunakan jalur sesuai UU untuk kontestasi," ujar Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (24/6/2019). (Tribunnews.com/Kompas.com)

 

Berita Terkini