Pakar Komunikasi Politik Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo Bukan Rekonsiliasi, Ini Analisisnya

Penulis: Kurniawati Hasjanah
Editor: Mohamad Afkar Sarvika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi dan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto.

TRIBUNJAKARTA.COM - Analis Marketing dan Komunikasi Politik Nyarwi Ahmad mengungkapkan analisisnya mengenai pertemuan Jokowi - Prabowo.

Analis Komunikasi Politik itu menilai, pertemuan Jokowi - Prabowo yang dilakukan pada Sabtu lalu (13/7) bukanlah sebuah rekonsiliasi. 

Nyarwi Ahmad menilai, pertemuan Jokowi - Prabowo yang terjadi di MRT Jakarta itu merupakan reposisi.

"Rekonsiliasi sebenarnya bukan kata yang tepat tapimungkin karena kata rekonsiliasi sering dipakai maka oke lah kita menggunakan istilah rekonsiliasi kebangsaan yang berarti kebangsaan menjadi poin disana," ucap Nyarwi Ahmad dilansir TribunJakarta.com dari program acara Apa Kabar Indonesia Malam pada Senin (15/7).

Dengan adanya pertemuan tersebut, lanjut Nyarwi Ahmad, terdapat pertanyaan mengenai seberapa besar konsekuensi tersebut terhadap pendukung Jokowi - Prabowo.

BREAKING NEWS - Kecelakaan Pemotor di Perlintasan Resmi KA di Bojong Gede

Mengintip Fasilitas RedQ Kantor Pusat Air Asia di Malaysia yang Buat Betah Kerja

"Ini memang langkah politik dari politisi yang tak pernah tegak lurus sebenarnya dari pendukung karena dunia politik itu dinamis dan tarik menarik.

Maka wajar Pak Prabowo di sini dalam konteks kenegarawaan dan sebagai capres sebelumnya membawa aspirasi dari pendukungnya," ungkap Nyarwi Ahmad.

Nyarwi Ahmad menegaskan, jika melihat gaya Prabowo saat bertemu dengan Jokowi itu disebut sebagai populis style.

Calon presiden 01 Joko Widodo dan capres 02 Prabowo Subianto. (Kolase TribunJakarta.com)

"Saya ingin menyampaikan konsekuensinya dari populis style yaitu kalimat yang pilihan katanya atraktif karena itu menampung aspirasi dari pendukungnya," beber Nyarwi Ahmad.

Nyarwi Ahmad menyatakan, terdapat konsekuensi tidak kepuasan pendukungnya ketika Prabowo melakukan pilihan politik yang dianggap tak sesuai aspirasi pendukungnya.

Ramalan Zodiak Cinta Senin 15 Juli 2019, Cancer Kehilangan Banyak Hal & Scorpio Konflik

Menangi 5 Kali Pemilu Berturut-turut, Jokowi Bocorkan Rahasianya

"Ini problem yang terjadi saat pemimpin politik dihadapkan pasar politik," ungkap Nyarwi Ahmad.

Simak videonya:

Nyarwi Ahmad mengatakan, sehebat apapun pemimpin belum tentu bisa memenuhi seluruh aspirasi pendukungnya.

"Apapun pilihannya, saya lihat pilihan-pilihan yang sifatnya statementship, kita perlu apresiasi hal tersebut. Kita kan ingin merajut dari berbagai multi bangsa tapi founding father kita bilang satu bangsa itu konsekuensi politik. Itu narasi yang harus dibangun oleh elite dan mereka harus memilih dari berbagai hal tersebut," cetus Nyarwi Ahmad.

Sebelumnya, Jokowi dan Prabowo bertemu untuk rekonsiliasi pasca Pilpres 2019 akhirnya terwujud.

Menurut pantauan Wartakotalive.com dan informasi yang diperoleh mereka akan ketemu di Stasiun MRT Lebak Bulus. Dan berakhir di Stasiun MRT Senayan.

Rencananya Jokowi dan Prabowo akan mengadakan pertemuan tertutup di salah satu mal di Senayan.

Peristiwa bersejarah ini diharapkan bisa membuat teduh situasi politik yang sempat memanas.

Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Usman Kansong membenarkan adanya rencana pertemuan antara kedua tokoh tersebut.

"‎Benar beredar kabar soal kemungkinan pertemuan Jokowi dengan Prabowo. Cuma dimana dan pukul berapa belum ada pakar. Pak Jokowi sendiri pukul 10.00 ada jadwal mengunjungi stasiun MRT Lebak Bulus. Apakah bila ada pertemuan, pertemuan itu berlangsung di Lebak Bulus atau di MRT atau di tempat lain, belum ada kabar pasti juga," papar Usman Kansong saat dikonfirmasi awak media melalui pesan singkat.

Hingga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilpres 2019 keluar, keduanya belum kunjung bertemu.

Kedua belah pihak dari Jokowi yang diwakili TKN dan Prabowo diwakili Gerindra mengaku telah menjalin komunikasi antar kedua pihak.‎ 

Sejak pagi hari tadi Sekretaris Kabinet Pramono Anung melalui twitternya sudah mencuitkan tanda-tanda pertemuan untuk membuat bangsa semakin kuat, maju, adil dan makmur.

"Semoga hari ini menjadi hari yang dikenang buat proses demokrasi yang semakin dewasa.. Mudah2an pertemuan yang terjadi membuat bangsa ini semakin kuat, maju, adil dan makmur #pertemuan#indonesia#AlFatihan,"

Kicauan ini mengakhiri kicauan sebelumnya:

"Ada waktunya berkompetisi, ada waktunya bersama-sama membangun bangsa, mari melangkah ke depan #PersatuanIndonesia #Garuda #Indonesiaku"

Sebelumnya, Jokowi selalu enggan berkomentar banyak soal rencana pertemuan.

Namun, dia sempat menyinggung kemungkinan bertemu Prabowo ketika berada di Bali.

Jokowi mengatakan, rekonsiliasi politik dengan Prabowo Subianto rival politiknya dalam Pilpres 2019 bisa dilakukan di mana saja.

“Ya di mana pun bisa, bisa dengan naik kuda, bisa. Bisa di Jogja bisa, bisa naik MRT bisa. Kita ini ya,” katanya saat dikonfirmasi wartawan saat meninjau proyek revitalisasi Pasar Sukawati di Gianyar, Bali, Jumat.

Benarkah ada rekonsiliasi?

Dalam beberapa pekan terakhir rekonsiliasi kedua kubu diwacanakan.

Rekonsiliasi antara presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dinilai terhambat akibat elite politik yang berada di dua kubu masih menahan hal tersebut terjadi.

Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Center for Strategic and International Studies, Arya Fernandes menilai, rekonsiliasi perlu serius didorong oleh kedua kubu.

"Salah satunya pertimbangan koalisi. Mungkin kalau terjadi rekonsiliasi dikhawatirkan akan terjadi akomodasi di pemerintahan, sehingga pemerintahan terlalu gemuk dan mungkin tidak ada kecocokan dari sisi karakter politik," kata Arya saat dihubungi, Rabu (10/7/2019) lalu.

Arya mengatakan, faktor yang menentukan terjadinya rekonsiliasi adalah komitmen bersama, baik Jokowi dan Prabowo maupun para elite partai politik yang ada di sekitarnya.

Ia juga mengatakan, para elite Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga seharusnya tidak memanfaatkan rekonsiliasi dengan meminta permintaan tertentu kepada Jokowi sebagai syarat rekonsiliasi.

"Dari sisi 02 tentu jangan juga mereka terlalu ya permintaannya terlalu tinggi. Misalnya, pemulangan Habib Rizieq, kan itu sebenarnya sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan rekonsiliasi," ujar Arya.

Di sisi lain, Arya berpendapat, ada juga partai politik yang ingin mendorong rencana rekonsiliasi sebagai wadah untuk masuk ke koalisi pemerintahan.

Arya mengatakan, para elite harus memahami tujuan dari rekonsiliasi, yaitu komitmen bersama menyesuaikan perbedaan politik yang ada.

Dengan demikian, rekonsiliasi jangan dimaknai sebagai momentum bagi-bagi jatah menteri dan permintaan tertentu.

"Rekonsiliasi itu suatu hal kesungguhan komitmen bersama untuk menyesuaikan perbedaan politik yang mengarah pada perpecahan. Menurut saya itu, kalau akomodasi itu di luar," kata dia.

Muncul nama Habib Rizieq Shihab sebagai syarat rekonsiliasi

Mantan Koordinator Juri Bicara tim pemenangan Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak sependapat soal perlunya rekonsiliasi setelah Pilpres 2019.

Namun dengan catatan, pemerintah harus mengizinkan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq untuk kembali ke Indonesia.

Hal tersebut Dahnil sampaikan melalui akun twitternya @DahnilAnzar pada Kamis (4/7/2019).

 “Bila narasi rekonsiliasi politik mau digunakan, agaknya yang paling tepat beri kesempatan kepada Habib Rizieq kembali ke Indonesia, stop upaya kriminalisasi, semuanya saling memaafkan,” kata Dahnil.

Berangkat dari hal tersebut, Dahnil pun mengajak masyarakat Indonesia membangun toleransi yang nyata dimana tidak ada lagi stigma kaum radikalis dan sebagainya.

“Kita bangun toleransi yang otentik,stop narasi-narasi stigmatisasi radikalis dan lain-lain,” tandas Dahnil. (TribunJakarta/WartaKota)

Berita Terkini