TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR- dr Terawan Agus Putranto bukan lah seorang politikus. Dia adalah orang medis yang bekerja sebagi dokter.
Selain dokter, Terawan juga seorang tentara. Tidak main-main, di bahunya ada dua bintang alias mayor jenderal.
Pada Rabu (23/10/2019), Joko Widodo melantik dr Terawan menjadi Menteri Kesehatan.
TribunJakarta telah menurunkan satu ulasan di sini mengenai dr Terawan. Tulisan Ini adalah sisi lain dari dokter terawan:
1. Alumni FK UGM
Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
dr Terawan adalah alumni Fakultas Kedokteran Gadjah Mada. Sejak kecil bercita-cita ingin menjadi dokter. Lahir di Yogyakarta, 5 Agustus 1964. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Saat usianya 26 tahun, ia berhasil menamatkan pendidikannya. Lulus sebagai dokter, ia mengabdikan dirinya ke TNI Angkatan Darat. Terawan lalu ditugaskan ke beberapa daerah, di antaranya Bali, Lombok, dan Jakarta.
Untuk memperdalam ilmu kedokterannya, ia mengambil Spesialis Radiologi di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya.
Ia merasa bahwa ilmu Radiologi di Indonesia belum banyak berkembang, sehingga ia pun terketuk hatinya untuk memperdalam radiologi intervensi. Terawan lulus pada usia 40 tahun.
Tak puasa sampai di sini. Untuk menunjang pelayanan dan menambah keilmuannya, ia menempuh program doktor di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar dan lulus pada 2013.
Dalam pergumulannya dengan dunia medis, Terawan terbilang cerdas. Ia menemukan metode baru untuk penderita stroke.
2. Kasus Benny Pandjaitan
Benny Pandjaitan adalah salah satu pasien dr Terawan. Benny adalah pentolan grup musik legendaris Panbers singkatan dari Pandjaitan Bersaudara.
Dilansir dari goodtoknow.in, dr Terawan pernah ditanya mengenai penyakit stroke yang menyerang Benny. Benny menderita lumpuh setahun penuh namun bisa berjalan setelah pengobatan.
Menurut Terawan, di dalam otak seseorang yang menderita stroke, terdapat sebuah inti (bagian yang mati) dan sebuah penumbra (setengah mati).
Berapa lama penumbra ini bisa bertahan merupakan dugaan setiap orang. Bisa saja dalam hitungan jam atau justru bertahun.
Area yang telah rusak tidak bisa lagi diperbaiki, tapi penumbra masih bisa dihidupkan kembali. Sehingga, jika intervensi radiologi bisa menghidupkan kembali penumbra, itu bisa menggantikan fungsi dari bagian yang telah mati dari otak.
"Itu lah yang menyebabkan yang tidak bisa berbicara tiba-tiba bisa berbicara dan yang buta kemudian melihat," kata terawan.
Nah khususnya kasus Benny, pembuluh arteri yang tersumbat yang menyebabkan kelumpuhan bisa dibersihkan oleh metode cuci otak. Seperti Benny, pasien lain bisa kembali berjalan, karena aliran darah kembali normal.
3. Bantah beriklan terkait cuci otak
Kepala RSPAD Gatot Subroto, Dokter Terawan Agus Putranto membantah telah mengiklankan metode pengobatan radiologi intervensi dengan memodifikasi Digital Substraction Angiogram (DSA) atau akrab disebut metode 'Cuci Otak' ke publik.
Selama ini, kata dia, metode itu hanya diberikan bagi pasien yang benar benar membutuhkan agar gangguan di kepalanya dapat segera pulih.
Metode yang sudah dipakai di berbagai negara itu, kata dia, harus dilakukan secara cermat, detail, dan penuh persiapan serta didukung dengan doa. Tidak bisa semua pasien ditangani dengan metode tersebut.
"Saya juga tidak tahu dari mana ada isu itu. Saya mau lihat langsung seperti apa iklannya, karena selama ini saya tidak merasa mengiklankan metode DSA," tegasnya di Gedung RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Terlebih, dirinya yang juga merupakan anggota TNI dengan pangkat Mayor Jenderal, menegaskan akan sangat berbahaya jika hal itu diiklankan.
"Kecuali kalau memberi penjelasan teknis. Itu tugas saya karena berhubungan dengan kejujuran seorang dokter," tuturnya.
Terawan Agus Putranto juga menegaskan hingga saat ini dirinya belum menerima surat dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terkait pemberhentian dirinya.
Hal itu dikemukakan Terawan untuk melakukan klarifikasi terkait pemberitaan yang beredar belakangan ini.
"Sampai sekarang saya belum menerima surat dari PB IDI. Saya tidak banyak bisa berkomentar karena memang belum ada suratnya," jelas dia.
Dia menjelaskan, apabila yang dipermasalahkan adalah mengenai pengobatan Digital Subtraction Angiography (DSA), hal itu diakui olehnya adalah suatu cara pengobatan yang sudah dipresentasikan di Universitas Hasanudin, Makassar pada 2016 lalu.
Pasalnya, metode itu juga menjadi disertasi dirinya untuk meraih gelar doktor dalam ilmu radiologi intervensi.
"Metode ini kami riset bersama lima orang doktor lainnya dan sudah menghasilkan 12 jurnal internasional," jelasnya.
Sehingga menurutnya, metode itu sudah diuji secara ilmiah di universitas terpandang dan harus dihargai oleh pihak pihak lain.
Dibela KSAD
Jenderal TNI Mulyono saat menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat angkat bicara soal diberhentikannya Kepala Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Gatot Soebroto Mayjen TNI dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Mulyono mempertanyakan dasar IDI mengambil keputusan tersebut.
"Sekarang salahnya dokter Terawan di mana? Ya, kecuali yang diobati mati kabeh. Ya, gimana, yang diobati merasa enak, sembuh, berarti ilmunya benar," ujar Mulyono.
Meski demikian, Mulyono tak mau mengintervensi keputusan IDI tersebut. Ia hanya menyarankan agar IDI dan dokter Terawan duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan.
"Kenapa enggak duduk bersama, komunikasi dari IDI. 'Terawan, kamu itu sebenarnya bagaimana sih?' Duduk bersama malah lebih bagus, bukan malah otot ototan masalah aturan," ujar dia.
• French Open 2019 Hari ke-2: 7 Wakil Indonesia Main, Marcus/Kevin Ketemu Lawan Mudah
• Update Daftar Harga Kebutuhan Pokok di Pasar Baru Bekasi
• Redmi Note 8 Pro Mulai Dijual Besok: Harga Rp 2,9 Juta, Punya 4 Kamera dan Sidik Jari
Mulyono menegaskan, akan tetap membela salah satu anak buahnya tersebut.
"Ya, bela lah sepanjang kita bagus, memangnya kenapa? Wong IDI enggak pernah komunikasi ke saya, dia main tembak tembak sendiri memangnya dia siapa?" lanjut dia.
Mulyono menyerahkan persoalan tersebut kepada Kepala Pusat Kesehatan TNI AD. Terutama soal izin tugas dokter Terawan di Rumah Sakit TNI Angkatan Darat.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Prijo Sidipratomo sebelumnya mengungkapkan, pemberhentian sementara dilakukan lantaran Terawan dianggap melanggar kode etik kedokteran.
"Pelanggaran kode etik itu yang pasti kami tidak boleh mengiklankan, tidak boleh memuji diri, itu bagian yang ada di peraturan etik. Juga tidak boleh bertentangan dengan sumpah dokter," ujar Prijo. (Tribunnework)