TRIBUNJAKARTA.COM - Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Roy Salam menganalisa kejanggalan e-budgeting DKI Jakarta yang menuai sorotan.
Roy Salam mengemukakan pendapatnya saat menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang pada Selasa malam (12/11/2019).
Dalam acara yang bertajuk 'ILC Anies Dirudung Tuduhan', Roy Salam memaparkan berbagai kejanggalan e-budgeting DKI yang dirasakannya.
Mulanya, Roy Salam menyoroti perjalanan dari persoalan e-budgeting DKI Jakarta.
TONTON JUGA:
"Perjalanan e-budgeting DKI Jakarta ini bermula dari bulan Juli, Pemprov yang telah menyerahkan dokumen KUA PPAS ke DPRD. Yang berarti itu sudah menjadi dokumen publik," ucap Roy Salam.
Roy Salam menilai, penyerahan dokumen dari ranah eksekutif ke legislatif mengartikan bahwa sebenarnya rakyat boleh mengetahui hal tersebut.
• Tips Pendaftaran CPNS 2019 Saat Hadapi Situs Down atau Error, Ikuti Petunjuknya di Sini
"Jadi jangan diamputasi disitu. Dilihat praktek open e-budgeting itu didasarkan pada Pergub No 145 tahun 2013, yang menyatakan bahwa e-budgeting itu berbasis dokumen rencana kerja dan anggaran."
"Tapi pada prakteknya, DKI mulai publikasi seluruh dokumen perencanaan dan anggaran dalam proses pembahasan," jelas Roy Salam.
Roy Salam menuturkan, terdapat dua website yang digunakan DKI Jakarta.
• Bandingkan Sistem Anggaran Ahok & Anies, M Qodari Disemprot Karni Ilyas: Jangan Salah-salah!
"Sebelum e-budgeting, ada namanya open data yang berisikan informasi tentang DKI termasuk keuangan daerah. Pada 2016, kami menemukan dokumen RKPD, KUA PPAS yang diserahkan ke DPRD, dan KUA PPAS yang telah disepakati, serta ada historisnya."
"Jadi kita warga DKI Jakarta benar-benar detail pergerakan APBD tersebut. Yang kemudian DPRD menanggapinya kurang baik dan dianggap sebagai kegaduhan," tutur Roy Salam.
• Seniman Djaduk Ferianto Meninggal Dunia, Ini Profil Lengkapnya: Lebih dari 45 Tahun Berkarya!
Menurut Roy Salam, peristiwa itu berasal dari komunikasi yang kemudian dilemparkan ke publik.
"Hal ini yang membuat munculnya instruksi situs tersebut hanya akan memuat informasi yang terbatas. Kami melihat tadinya sudah benar-benar perform dengan nilai transparansi, kini malah menjadi menurun," tutur Roy Salam.
Roy Salam menuturkan, penurunan tersebut bisa dilihat dari peristiwa KUA PPAS saat ini, Pemprov seharusnya telah menyiapkan dokumen rinci di Oktober.
"Pembahasan penyusunan KUA PPAS, lalu disubmit ke DPRD untuk disetujui dan dibahas detail menjadi RKA itu waktunya sekitar 3 bulan."
"Menjadi aneh ketika kok dokumen yang disubmit bulan Juli masih sama dengan Oktober? Gak ada perubahan. Mengapa dibiarkan data itu dan tak dikoreksi?" jelas Roy Salam.
Roy Salam memaparkan, seharusnya dokumen itu bisa diuji dari pihak tim anggaran internal eksekutif pemerintah daerah dan Bappeda.
• Total Perhiasan & Jam Irma Darmawangsa Capai Rp 5 Miliar, Nagita Slavina: Masya Allah
"Para pihak ini sebetulnya harus melakukan verifikasi usulan dari bawah. Tak cuma itu, Pak Sekda juga mengaku ada rentang kendali yang jauh maka berarti ada yang tak bekerja di sini," ungkap Roy Salam.
Lebih lanjut Roy Salam menyatakan, terdapat lost control dimana sekolah belum menyusun perencanaan dibiarkan dan pihak dinasnya hanya mengira-ngira saja.
"Jadi satu proses terhambat maka akan menghambat proses lainnya. Yang dirugikan ya masyarakat," papar Roy Salam.
Kemudian, Roy Salam menuturkan, masyarakat mendorong ingin proses pengelolaan anggaran dilakukan secara terbuka.
"Seharusnya anggaran gak buat gaduh karena uang itu merupakan milik rakyat dan rencana untuk membelanjakannya. Sangat aneh jika rakyat tak tahu," beber Roy Salam.
Roy Salam menuturkan, seharusnya sistem DKI Jakarta bisa lebih baik dari dua tahun lalu.
• Tips Pendaftaran CPNS 2019 Saat Hadapi Situs Down atau Error, Ikuti Petunjuknya di Sini
"Tapi kemudian muncul isu e-budgeting tak akan digunakan lagi maka ini merupakan sebuah kemunduran. Pak Sekda bilang mau diperbaiki agar lebih smart, sebenarnya rakyat hanya ingin dokumen perencanaan dan informasi bisa dilihat secara cepat dan dipahami," tegas Roy Salam.
Roy Salam menuturkan, pada dasarnya e-budgeting itu untuk membantu Gubernur DKI Jakarta mengetahui usulan anggaran dan membantu mengoreksi jika ada kesalahan.
"Jadi saya lihat ada peraturan yang tak dijalankan secara ketat. Di Pergub No 86 Tahun 2018 itu mewajibkan tiap pihak wajib taat menyusun anggaran dan tepat waktu."
"Tetapi saat kasus lem aibon mengemukaka dan muncul alasan sekolah-sekolah belum submit usulan, maka ada YANG terkoordinasi dengan kurang baik sehingga muncul sesuatu aneh," tegas Roy Salam.