Banjir di Tangerang Selatan

''Pesona Serpong Keras Bos,'' Hujan Kebanjiran, Kemarau Kekeringan, Bau Sampah Setiap Hari

Penulis: Jaisy Rahman Tohir
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kondisi Perumahan Pesona Serpong, Kademangan, Setu, Tangsel, pasca banjir awal tahun, Minggu (5/1/2020).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir

TRIBUNJAKARTA.COM, SETU - "Pesona Serpong keras bos!" ujar Lani Pahrudin (25), saat ditanya pengalamannya ketika tinggal di Perumahan Pesona Serpong, Kademangan, Setu, Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa (7/1/2020).

Lani mulai tinggal di Pesona pada tahun 2012, dan hanya bertahan tiga tahun di sana.

Ia dan kedua orang tuanya tidak tahan dengan banjir yang melanda, hingga mencium bau sampah dari tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang setiap hari.

Posisi Pesona memang sangat dekat dengan TPA Cipeucang, tak sampai 1 kilometer, bahkan gunungan sampahnya terlihat jelas.

"Sudah, sudah banjir waktu tinggal di sana. Apa lagi setiap pagi itu ya, kita buka pintu, wusss bukan udara segar, tapi bau sampah Cipeucang," ujarnya.

Lani dan kelurganya kini memilih tinggal di wilayah Pagedangan, Kabupaten Tangerang dan mengontrakkan rumah yang ada di Pesona.

Selain Lani, masih ada lebih dari 600 orang atau lebih dari 170 Kepala Keluarga (KK) di tiga wilayah RT di perumahan yang berada di dataran rendah itu.

Fatilase (53), sudah tiga kali merasakan banjir di Pesona Serpong sejak beberapa tahun lalu.

Ia tidak memungkiri, banjir awal tahun 2020 adalah yang terparah. Ketinggian air tidak pernah terbayang sebelumnya.

"Sebenarnya hujan tiga hari pun enggak banjir. Tapi kalau kiriman itu Pak. Selama saya di sini sudah 3 kali. Ini paling parah. Kalau yang biasa palung satu meter, sekarang sampai tiga meter lebih," ujar Fatilase di depan rumahnya.

Selain banjir, Fatilase dan ratusan warga Pesona Serpong lainnya juga harus merasakan kekeringan saat kemarau.

"Kering di sini kalau kemarau. Ya air paling dari bantuan-bantuan. Kering juga, dibantu-bantu PDAM juga," ujarnya.

Catatan TribunJakarta.com, kekeringan terakhir yang melanda perumahan Pesona adalah pada bulan Agustus 2019.

Saat itu tiga mesin pompa yang menjadi andalan warga tidak berhasil menyedot air karena kondisi kering saat kemarau panjang.

Padahal empat bulan sebelumnya, April 2019, Pesona direndam banjir setinggi dua meter akibat luapan sungai Cisadane.

"Itulah, mau bilang apa," ujarnya pasrah.

Kondisi Perumahan Pesona Serpong, Kademangan, Setu, Tangsel, pasca banjir awal tahun, Minggu (5/1/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/JAISY RAHMAN TOHIR)

Fatilase memikirkan sejumlah pilihan solusi untuk ke depannya setelah rangkaian musibah yang menimpanya. Baginya, relokasi bisa menjadi opsi utama.

"Saya lihat teman-teman juga mau (direlokasi) sih kalau lokasinya pas. Cuma kita sudah tidak ada uang ini," ujarnya.

Selain relokasi, Fatilase mengatakan banjir bisa diredam dengan membangun tanggul yang tinggi di sepanjang irisan antara perumahan dan Sungai Cisadane.

"Tanggul saja lima meter, karena kan banjir ini tiga meter," ujarnya.

Sementara Wawan (39), warga Pesona Serpong lainnya, mengatakan, kekeringan yang terjadi tidak masuk akal, mengingat lokasi perumahan berada di dekat sungai.

Menurutnya, mesin yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air warga, bermasalah.

"Kendala di mesin, sebab enggak masuk akal kalau kekeringan," ujar Wawan.

Sedangkan terkait banjir, Wawan sudah tidak memiliki solusi lain selain relokasi. Baginya tanggul tidak akan kuat menahan debit air Cisadane.

"Kalau bisa nih ya, pemerintah cari tempat. Namanya sebagai warga, enaknya dipindahin. Mau ditembok seperti tembok Cina tetap banjir," ujarnya.

Wawan juga angkat biacara terkait keberadaan TPA Cipeucang yang sangat mengganggu.

Terlebih saat sampah yang sudah menggunung itu sedang diaduk menggunakan alat berat, baunya sangat tidak sedap.

"Bau banget, apa lagi kalau lagi ngaduk," ujarnya.

Terkait bau sampah, Sri Irianti (41), salah satu penghuni pertama Pesona Serpong merasa tertipu.

Pasalnya, saat Sri menempati perumahan itu pada 2008, Cipeucang belum ada, dan indra penciumannya baik-baik saja.

Namun pada 2014, Tangsel sudah enam tahun berdiri, dan menjadikan Cipeucang sebagai TPA.

"Saya dulu beli di sini belum ada mas, (TPA Cipeucang) baru ada 2014 dah. Kaget, kan pernah didemo. Ternyata didemo sampah berantakan. Yaudah begini dah sekarang," ujar Sri.

Udara segar yang dulu sempat ia rasakan, kini harus terganggu bau tak sedap gunungan sampah yang setiap harinya bertambah sebanyak 900 ton.

Sedangkan masalah banjir dan kekeringan seperti sudah biasa dialami Sri. Tidak lagi protes, bahkan kini ia sanggup menertawainya.

"Orang di sini bebas banjir kok, bebas mau banjir mau enggak," ujarnya sambil tertawa.

Berita Terkini