Perayaan Imlek di Jabodetabek

Kisah Abdul, Seorang Muslim yang Sudah 20 Tahun Jadi Pegawai di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi

Penulis: Yusuf Bachtiar
Editor: Suharno
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abdul (44) pegawai di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi.

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar

TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI TIMUR - Abdul (44), satu dari sekian pegawai di Kelenteng Hok Lay Kiong, Jalan Kenari I, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi.

Benarlah, dari namanya, Abdul adalah seorang Muslim. Ia tinggal dekat kawasan klenteng tertua di Bekasi tersebut.

Ketika dijumpai, Sabtu, (25/1/2020), Abdul nampak sibuk melayani hilir mudik warga etnis Tionghoa yang sedang menunaikan sembahyang memperingati Tahun Baru Imlek 2571.

"Ya kalau lagi Imlek gini kadang sampai nginep, soalnya kan banyak umat, bukan cuma saya doang, yang lain (pegawai) juga sama," kata Abdul di Klenteng Hok Lay Kiong.

Abdul merupakan pegawai Kelenteng Hok Lay Kiong yang bisa dibilang cukup senior, tahun ini merupkan tahun ke-20 ia mengabdi di tempat yang identik dengan umat keturunan Tionghoa.

"Kerjaan saya ya begini aja, kadang ngepel, bersih-bersih, dari dulu udah kaya begitu," ujarnya.

Perjalanan karir sebagai pegawai Kelenteng Hok Lay Kiong dimulai sejak usianya masih terbilang muda.

Kala itu, Abdul mengaku sangat menyukai kesenian Barongsai yang kerap ditunjukkan di sekitaran klenteng.

Ketertarikannya dengan Barongsai membuat dia mau belajar kesenian tersebut, ia bahkan sempat didapuk sebagai personel kelompok Barongsai dan memainkan kesenian selama kurang lebih satu tahun.

"Awal dari Barongsai umur masih muda, setahun saya main abis dari situ saya tertarik buat ikut di klenteng, bantu bersih-bersih," jelasnya.

Usianya yang mendekati senja membuat dia berhenti menggeluti kesenian Barongsai. Tenaganya kini fokus untuk operasional kelenteng agar warga Tionghoa yang hendak berkunjung merasa nyaman.

"Pas awal masuk saya kerjaannya biasa nyapu pel bersihin altar sampai sekarang juga saya masih kayak gitu, saya udah nggak main Barongsai lagi udah tua," jelasnya.

Menjadi Muslim di Tengah Umat Tionghoa

Menjadi seorang muslim di tengah umat Tionghoa tidak membuat dia merasa asing atau bahkan risih.

Abdul mengaku, 20 tahun bersentuhan dengan umat tidak pernah sedikitpun menggoyahkan keyakinannya.

"Kitakan namanya manusia suka ini ya, tapikan kita biasa-biasa aja sih yang pentingkan kita saling menghormati aja kuncinya, kita enggak mesti repot-repot," ujarnya.

Abdul meyakini, keberadaannya di klenteng tidak akan menggangu keyakinannya sebagai seorang muslim.

Klenteng menurut dia bukan tempat yang hanya bisa dimasuki oleh umat Tionghoa, tempat itu diyakininya sebagai titik dimana umat kembali mengingat budaya leluhur.

"Ini bukan cuma agama, jadi kita mau masuk ya boleh-boleh aja, lagian kalau saya emang ada keturunan dari buyut orangtua," paparnya.

Sejak berkarir di kelenteng, Abdul tidak pernah mendapatkan cacian atau omongan sinis baik dari tetangga maupun keluarga besarnya.

Mereka menurut dia, sudah saling mengerti dan tahu bagaimana caranya hidup berdampingan antar-sesama umat beda keyakinan.

"Eggak, enggak pernah (ada yang ngejek), orang di sini baik semua ada, biasa aja dari keluarga juga mendukung jadi wajar-wajar aja," ucapnya.

Lingkungan sekitar kelenteng memang didominasi dengan warga keturnan Tionghoa. Abdul sendiri tinggal di perkampungan di Jalan Mayor Oking, jaraknya sekitar 2 kilometer dari tempat kerjanya.

"Kalau di sini (sekitar kelenteng) banyakan Tionghoa, tapi kalau tempat tinggal saya banyakan muslim orang pribumi, tapi saya enggak penah ada apa-apa, udah senang aja kerja di sini," tegasnya.

Ikut Senang Merayakan Imlek

Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan salah satu momentum yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya oleh Abdul.

Meski sibuk dengan berbagai pekerjaan, dia merasa Imlek adalah perayaan yang ramai.

"Ya senang paling kayak misalnya acara Imlek terus misalnya acara Cap Go Meh itu rame kadang juga ada tamu yang kasih (angpao) ke kita," ungkapnya.

Selain itu, perayaan Imlek juga kerap ia sambut dengan memberikan sedikit rezeki ke sanak saudara.

Meski tidak merayakan secara ritual, Imlek menurut dia adalah momentum untuk berbagi kebahagian dan menghormati leluhurnya.

"Saya mau ngerayain sekadar mengingat orang tua aja kalau ada rezeki juga ngasih (angpao) keponakan," terangnya.

Di usianya saat ini, Abdul mengaku akan tetap mengabdi sebagai pegawai kelenteng.

Dia bahkan sudah dipercaya oleh pengelola untuk mengurus segela perlengkapan yang sifatnya penting dan butuh ketelitian untuk perayaan Imlek.

Tugas penting itu misalnya mengatur peletakan lilin sesuai dengan permintaan umat yang mendonasi untuk perayaan Imlek.

Hal ini butuh ketelitian lantaran, peletakan dan pelenelan lilin harus benar-benar sesuai dengan jumlah yang mencapai ratusan.

"Ya kita mah yang penting sehat udah mau cari apa lagi istri juga senang kalau ada umat ada tamu yang datang ke sini ya saya layani hubungan baik-baik aja," tandansya. (*)

Berita Terkini