Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Direktur Operasi dan Pemeliharaan, Muhammad Effendi, mengatakan pembangunan stasiun MRT fase kedua sedang dilakukan.
Pembangunan stasiun tersebut akan berada di kawasan Jakarta Utara dengan kedalaman tanah 40 meter.
Effendi menyatakan, pihaknya yang bekerjasama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan memasang sensor pendeteksi gempa.
"Iya, nanti akan ada sensor gempa. Fase pertama pun memakai alat itu," kata Effendi, saat dihubungi, Jumat (7/2/2020).
Dia mengatakan, sensor pendeteksi gempa pada fase pertama pembangunan MRT Jakarta sangat membantu.
"Contohnya ketika tahun lalu ada gempa yang skala Richternya mencapai enam koma sekian, tidak ada goncangan di bawah tanah," beber Effendi.
Sebab, kata dia, Kementerian PUPR telah memberitahukan bahwa struktur tanah di bawah lebih kuat ketimbang di atas.
"Kami punya sensor di bawah tanah juga tidak bergerak. Karena struktur tanah di bawah itu lebih solid daripada di atas," ucap Effendi.
Ajak Kementerian PUPR
Fase kedua pembangunan stasiun MRT bawah tanah di Jakarta Utara melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Demikian dikatakan Direktur Operasi dan Pemeliharaan, Muhammad Effendi, saat dihubungi, Jumat (7/2/2020).
"Kami melibatkan kementerian PUPR. Kebetulan MRT Jakarta dengan kementerian PUPR juga sangat dekat," ucap Effendi.
"Karena sebelumnya, kami pernah lakukan pengujian jembatan dan terowongan bersama Kementerian PUPR," lanjutnya.
Berdasarkan informasi yang didapat MRT Jakarta, Effendi menyatakan Kementerian PUPR sedang menyiapkan (manual terowongan). Pun khusus untuk MRT Jakarta.
"Apalagi sekarang Kementerian PUPR sedang menyiapkan sebuah manual terowongan khusus untuk konstruksi MRT," ujar dia.
Effendi pun berharap manual terowongan besutan Kementerian PUPR ini dapat diperhitungkan.
"Ini dapat diperhitungkan. Mudah-mudahan sanaada satu sistem modeling yang bisa dilihat dan berjalan baik," ucapnya.
Kedalaman Tanah di Jakarta Utara 40 Meter
Effendi mengatakan, pembangunan stasiun MRT bawah tanah di Jakarta Utara kedalaman tanahnya mencapai 40 meter.
"MRT fase dua mulai dikerjakan, itu 30 sampai 40 meter terowongannya masuk ke kawasan Jakarta Utara," ucap Effendi, saat dihubungi, Jumat (7/2/2020)
Pihak MRT Jakarta pun melibatkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk proses pembangunan fase dua.
Sebab, menurut Effendi, pembangunan stasiun MRT bawah tanah di Jakarta Utara harus mengantisipasi gejala alam.
BMKG dipercaya sebagai mitra yang dapat memberikan informasi lebih dini ihwal gejala cuaca tersebut.
"Tentu, hal seperti ini perlu diantisipasi lebih awal. Ini kan ada fenomena alam baru," ucap Effendi.
"Sekarang MRT lebih melakukan antisipasi saat konstruksi. Karena kami juga melihat kedalaman tanahnya maksimal 40 meter," sambungnya.
Kerja Sama dengan BMKG
PT MRT Jakarta resmi bekerjasama dengan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah II Tangerang Selatan.
Kolaborasi ini menyepakati (pemanfaatan informasi dan peringatan dini di Bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika).
Serta dimaksudkan ssebagai mendukung keselematan dan kelancaran kegiatan operasional moda ransportasi kereta cepat.
"Melalui kerja sama ini, kami bisa mendapatkan informasi dan melakukan langkah-langkah antisipasi serta mitigasi berkaitan dengan operasi MRT Jakarta," kata Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar.
"Termasuk konstruksi fase kedua MRT Jakarta dan selanjutnya,” sambung William, setelah penandatanganan kerja sama dengan pihak BMKG, di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).
Dia melanjutkan, kerja sama ini juga sebagai tujuan mendapat data tentang cuaca di Jakarta dan sekitarnya lebih tepat.
“Dengan data yang lebih dini dan valid tersebut, kami bisa mengetahui gejala alam yang kemungkinan berdampak terhadap keamanan, keselamatan, serta layanan MRT Jakarta,” ujar William.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, mengatakan kerja sama ini akan berlaku tiga tahun ke depan atau sampai 2023 mendatang.
"Direncanakan perjanjian ini akan berlaku hingga tiga tahun ke depan," ujar Dwikorita, sapaannya.
“Dengan informasi yang selama ini sudah bisa diperoleh melalui gawai dan situs web, akan meningkatkan kecepatan informasi yang diterima tersebut. Akan melalui sistem server to server," sambungnya.
Selain itu, kata dia, kini BMKG sedang menyiapkan observasi kondisi kegempaan di Jakarta dengan mengumpulkan data-data.
"Tujuannya agar kami lebih waspada dan hati-hati terhadap cuaca," pungkas Dwikorita.
Rute MRT Koridor Timur-Barat Bersinggungan dengan LRT
Rute kereta cepat Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta koridor Timur-Barat bersinggungan dengan jalur Lintas Rel Terpadu (LRT).
Hal ini ditanggapi Direktur Operasi dan Pemeliharaan, Muhammad Effendi.
Effendi, sapaannya, menyatakan permasalahan antarrute yang bersinggungan ini bukan wewenang pihaknya.
Hal tersebut, lanjutnya, merupakan wewenang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan.
Begitu juga dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kalau soal itu bukan wewenang MRT Jakarta, itu wilayahnya kementerian PUPR dan Perhubungan, dan Pemprov DKI," kata Effendi, saat dihubungi, Jumat (7/2/2020).
Sebelumnya, Dinas Perhubungan berusaha akan mencari rute alternatif agar tak bersinggungan
Kendati begitu, Effendi mengatakan pihaknya akan mematuhi segala perintah dari instansi pemerintah terkait.
"Kami MRT Jakarta, intinya tunduk dengan apa yang diputuskan pemerintah," kata Effendi.
"Sekarang kami masih tunggu keputusan pemerintah," lanjutnya.
Tetap Dilanjut
Rute kereta cepat Moda Raya Terpadu (MRT) koridor Timur-Barat bersinggungan dengan Lintas Rel Terpadu (LRT) fase 2A.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengatakan hal tersebut akan tetap dilanjut.
"Iya tetap dilanjut demi angkutan umum berbasis rel," ujar Syafrin, saat dihubungi, Jumat (7/2/2020).
Dia menuturkan, rute LRT fase 2A terhubung dari kawasan Kebayoran Jakarta Selatan hingga Pulogadung Jakarta Timur.
Dia menyatakan, rute MRT dan LRT yang bersinggungan yakni MRT koridor Timur-Barat.
Koridor Timur-Barat ini, sambungnya, melintasi kawasan Balaraja, Kalideres, Ujung Menteng, hingga ke Cikarang.
"Ini akan terus kami dorong, tetap dilanjut fase dua LRT 2A ini," ujar dia.
"Harapannya semoga lancar dan tidak bersinggungan," sambungnya.
Di tempat terpisah, Direktur Operasi dan Pemeliharaan, Muhammad Effendi, menyatakan permasalahan antarrute yang bersinggungan ini bukan wewenang pihaknya.
Hal tersebut, lanjutnya, merupakan wewenang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan.
Begitu juga dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kalau soal itu bukan wewenang MRT Jakarta, itu wilayahnya kementerian PUPR dan Perhubungan, dan Pemprov DKI," kata Effendi, saat dihubungi, Jumat (7/2/2020).
Sebelumnya, Dinas Perhubungan berusaha akan mencari rute alternatif agar tak bersinggungan
Kendati begitu, Effendi mengatakan pihaknya akan mematuhi segala perintah dari instansi pemerintah terkait.
"Kami MRT Jakarta, intinya tunduk dengan apa yang diputuskan pemerintah," kata Effendi.
"Sekarang kami masih tunggu keputusan pemerintah," lanjutnya.
Target 2024 Beroperasi
Direktur Operasi dan Pemeliharaan, Muhammad Effendi, menyatakan target pembangunan stasiun MRT Jakarta fase kedua CP-201 dapat beroperasi pada 2024 mendatang.
"Pokoknya target kami akan ontime 2024 beroperasi," kata Effendi, saat dihubungi, Jumat (7/2/2020).
Dia melanjutkan, kini proses pembangunan MRT fase kedua CP-201 ini akan telan kontrak dengan pihak terkait (kontraktor).
"Sekarang CP-201 sebentar lagi akan kontrak dengan kontraktor yang menang tender," kata Effendi.
Nantinya, kontraktor tersebut akan membangun stasiun MRT dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) hingga menuju Harmoni.
"Jadi itu yang dari Bundaran HI menuju Harmoni," beber Effendi.
Lebih lanjut, dia mengatakan paket pembangunan Harmoni menuju Kota akan segera ditenderkan.
"Kalau paket harmoni menuju Kota, itu juga akan kami tenderkan sebentar lagi," pungkasnya.