Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA - Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai, salah satu cara untuk memutus mata rantai eksploitasi seksual terhadap PSK di bawah umur, adalah dengan mengincar pelanggannya.
Arist mengatakan, secara hukum, para pelanggan PSK di bawah umur bisa dijerat pidana.
Hal itu sesuai Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Untuk memutus mata rantai sexual bonded (perbudakan seks) ini adalah konsumen juga jangan lupa," kata Arist di Mapolres Metro Jakarta Utara, Senin (10/2/2020).
Menurut Arist, khusus untuk pelanggan yang menyetubuhi PSK di bawah umur sama saja melakukan hubungan seksual dengan anak-anak.
"(Mereka) bisa dijerat pidana, karena apa, sekali pun itu menurut si konsumen adalah PSK, yang mungkin dianggap boleh dilakukan kejahatan seksual, mereka tetap anak-anak," jelas Arist.
Arist pun mengatakan, merujuk peraturan yang ada, pelanggan PSK di bawah umur bisa dinyatakan bersalah.
Mereka bahkan bisa dijerat hukuman minimal 5 tahun penjara.
"Kalau melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, maka konsumen itu bisa dijerat pidana minimal 5 tahun," ucap Arist.
Hari ini, Arist hadir di Mapolres Metro Jakarta Utara untuk berbicara sebagai narasumber dalam ungkap kasus praktik eksploitasi anak di bawah umur yang diungkap Polsek Kelapa Gading.
Sebelumnya, dalam penggerebekan Kamis (6/2/2020) lalu di salah satu apartemen di Kelapa Gading, polisi menangkap lima tersangka, yakni MC (35), SR (33), RT (30), SP (36), dan ND (21).
Tersangka MC dan SR adalah sepasang suami istri yang berperan sebagai muncikari dan agen pencari PSK. Sementara tiga tersangka lainnya berperan sebagai pengawas di tempat penampungan PSK di apartemen tersebut.
Dalam penggerebekan, polisi juga mengamankan 13 PSK yang 9 di antaranya di bawah umur.
Atas perbuatannya, kelima tersangka diduga melanggar Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sementara para PSK yang sempat diamankan dibawa ke Dinas Sosial untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut.
Sang muncikari berikan target
Pasangan suami istri muncikari yang ditangkap Polsek Kelapa Gading, MC (35) dan SR (33), menargetkan para PSK untuk bisa melayani 50 pria hidung belang dalam sebulan.
Target itu diberikan kepada 13 orang PSK yang mereka pekerjakan, di mana sembilan di antaranya masih di bawah umur.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, target itu diberikan dalam bentuk voucher.
Para PSK berkedok pemandu karaoke ini, dalam setiap bekerja, diwajibkan membawa voucher sebagai tanda transaksi dengan pria hidung belang.
"Target yang diberikan muncikari terhadap para PSK ini adalah terjual dalam satu bulan itu 50 voucher," kata Budhi dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakata Utara, Senin (10/2/2020).
Satu lembar voucher dihargai Rp 380.000.
Namun, kenyataannya, setiap PSK hanya menerima Rp 105.000 setiap kali melayani tamu.
"Jadi satu voucher dihargai Rp 380 ribu. Dengan rincian, Rp 200 ribu untuk yang punya tempat, Rp 180 ribu itu dibagi untuk yang mucikari dapat Rp 75 ribu, dan anak-anaknya hanya dalam Rp 105 ribu," ucap Budhi.
Akan tetapi, uang Rp 105.000 itu akan dipotong lagi dengan utang orang tua para PSK dengan MC dan SR.
Namun, apabila 50 voucher itu tidak bisa dihabiskan oleh anak-anak di bawah umur itu, mereka akan diberi denda.
"Pekerja ini akan didenda Rp 1 juta, oleh karena itu mereka akan berusaha memaksa dan menekan para wanita ini untuk memenuhi target penjualan " ujar Budhi.
Sebelumnya, Polsek Kelapa Gading menggerebek sebuah apartemen di Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, yang dijadikan sebagai tempat penampungan PSK di bawah umur pada Kamis (6/2/2020).
Penggerebekan ini berawal dari laporan masyarakat terkait keberadaan penampungan PSK di bawah umur.
Selain MC dan SR, Polisi juga menetapkan RT (30) SP (36), dan ND (21) sebagai tersangka. Tiga orang tersebut berperan sebagai penjaga dari PSK-PSK yang ditampung di apartemen tersebut.
Terhadap para tersangka polisi menyangkakan dengan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sebelumnya, dalam penggerebekan Kamis (6/2/2020) lalu di salah satu apartemen di Kelapa Gading, polisi menangkap lima tersangka lainnya, yakni MC (35), SR (33), RT (30), SP (36), dan ND (21).
Tersangka MC dan SR adalah sepasang suami istri yang berperan sebagai muncikari dan agen pencari PSK. Sementara tiga tersangka lainnya berperan sebagai pengawas di tempat penampungan PSK di apartemen tersebut.
Dalam penggerebekan, polisi juga mengamankan 13 PSK yang 9 di antaranya di bawah umur.
Atas perbuatannya, kelima tersangka diduga melanggar Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sementara para PSK yang sempat diamankan dibawa ke Dinas Sosial untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut.
Polisi buru penyedia KTP palsu untuk PSK
Polisi masih mengejar penyedia KTP palsu yang dipesan suami istri untuk 9 dari 13 PSK yang masih di bawah umur.
Pasangan MC (35) dan SR (33) ini selain muncikari, juga agen pencari wanita dari berbagai daerah untuk dijadikan sebagai PSK.
Polisi mengamankan lima orang tersangka, yakni MC, SR, RT, SP dan ND, setelah ketahuan menampung 13 PSK di sebuah apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto menyatakan MC dan SR mendapatkan KTP palsu untuk para PSK-nya dari pihak ketiga.
"Ada pihak ketiga yang bertugas membuat KTP palsu ini," ungkap Budhi dalam rilis kasus di Polres Metro Jakarta Utara, Senin (10/2/2020).
• Cinta Tragis Sang Sekretaris di Tengah Pesta, Gara-gara Asbak Melayang Nyawanya Hilang
"Pengakuan mereka janjian di luar wilayah Jakarta Utara," terang Budhi.
Berdasarkan penyelidikan sementara, ada satu orang diduga berperan membuat KTP palsu.
Polisi masih mengejar orang tersebut.
"Pemalsu identitas untuk sementara diduga sebagai pemalsu data itu satu orang," katanya.
Budhi memastikan KTP yang dikuasai pasutri untuk identitas PSK di bawah umur jelas palsu.
Hal itu terlihat dari data identitas yang berbeda dari Kartu Keluarga yang dipegang para PSK yang masih di bawah umur.
Selain itu, bentuk fisik KTP tersebut juga dinyatakan palsu.
"Khususnya untuk data umur itu palsu, termasuk blanko juga ini kan bukan E-KTP, ini KTP lama," ucap Budhi.
Para PSK di bawah umur dibekali KTP palsu untuk mengelabui petugas seolah-olah umur mereka sudah dewasa.
Padahal, kata Budhi, mereka masih berusia sekitar 16-17 tahun.
"Ini KTP Palsu, untuk mengelabui petugas seolah-olah umurnya dewasa," jelas Budhi.
"Korban rata-rata umur 16-17 tahun, mereka bekerja dibawah naungan agency Agatha, ada juga yang 14 tahun," imbuh dia.
• Cerita Tobiin Pria Asli Tegal, 15 Tahun Sembunyikan Profesi Penjual Es Kue Keliling: Takut Anak Malu
Setelah dibekali KTP palsu, para PSK di bawah umur dipekerjakan sebagai pemandu karaoke di salah satu tempat hiburan malam.
Mereka juga dibebani untuk melayani nafsu pria hidung belang dengan menawarkan voucher.
"Jadi satu voucher dihargai Rp 380 ribu," ujar Budhi.
"Dengan rincian, Rp 200 ribu untuk yang punya tempat."
"Rp 180 ribu itu dibagi untuk yang mucikari dapat Rp 75 ribu."
"Anak-anaknya hanya dalam Rp 105 ribu," ucap Budhi.
Ketiga tersangka selain MC dan SR, berperan sebagai pengawas di tempat penampungan PSK.
"Mereka bertugas mengawal agar para wanita ini tidak kabur," kata Budhi.
Polisi menjerat 5 tersangka karena melanggar UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sementara 13 PSK yang sempat diamankan dibawa ke Dinas Sosial untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut.