Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, CIPAYUNG - Sembilan bulan tak bertemu anaknya, Nita Hastina (34) kumpulkan uang dari hasil menjadi juru parkir.
Ramah menjadi kesan pertama yang ditunjukan oleh ibu empat orang anak ini di awal pertemuan.
Sambil mengatur barisan kendaraan, ia merapikan jajaran sepeda motor yang terparkir di depan sebuah tempat makan yang berada di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Meskipun seorang perempuan, ia terbilang gesit melakukan pekerjaan yang dominan dilakukan oleh laki-laki.
Sambil membasuh keringat di wajahnya, Nita menceritakan alasan dibalik pekerjaannya ini.
"Saya begini biar bisa jemput anak-anak," ujarnya singkat kepada TribunJakarta.com, Senin (17/2/2020).
Sejak memutuskan pisah dari suami pertamanya yang berinisial D, Nina mengatakan tiga dari empat anaknya, Riski (8), Satria (7), Bima (6) tinggal bersama ayahnya.
"Setahun lalu saya pisah sama mantan suami. Jadi anak-anak enggak boleh saya bawa. Mereka di Cikarang saya pindah ke sini," sambungnya.
Usai menjalani kehidupan rumah tangga selama belasan tahun, Nita terpaksa berpisah karena kelakuan suaminya yang menaruh hati pada perempuan lain.
Kesetiannya sebagai istri dirasanya sia-sia setelah berhasil melalui masa-masa tersulitnya selama 4 tahun berjuang seorang diri.
Sebab, ia mengatakan mantan suaminya sempat terjerat kasus narkoba di tahun 2015 dan mendekam di bui selama 4 tahun.
Menjadi buruh cuci gosok dilakoninya selama bertahun-tahun demi menghidupi keempat anaknya. Terlebih si sulung, Cika kala itu sedang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Dalam satu hari, Nita menuturkan biasa pergi sejak pagi dan kembali ke rumah pada malam hari.
Hal ini lantaran ia menyanggupi permintaan buruh cuci gosok di 3 sampai 4 rumah sekaligus dalam satu hari.
"Sehari pasti ada aja yang nyuruh cuci gosok. Jadi kayak langganan. Minimal 3 pintu itu pasti saya nyuci gosok," jelasnya.
Nyatanya, penghasilan itu tak mampu menutupi biaya kehidupannya selama bertahun-tahun di tinggal suaminya.
Tak memiliki pendidikan dan kemampuan yang mempuni, membuatnya hanya menggantungkan hidup dari upah buruh cuci yang tak seberapa.
Sayangnya, beberapa bulan sebelum mantan suaminya dibui, Nita mengalami kecelakaan sepeda motor.
Tangannya patah dan ia divonis mengalami tumor dibagian bekas luka tersebut pada tahun yang sama mantan suaminya dibui.
Operasi menjadi jalan satu-satunya yang disarankan oleh dokter agar tumor menyebar dan menyebabkan tangannya di amputasi.
"Dok usahakan tangan saya enggak diamputasi ya. Soalnya saya masih punya anak kecil," ujarnya saat terbaring di Rumah Sakit.
"Akhirnya tangan saya enggak diamputasi. Tapi kayak sambung tulang gitu. Karena jari tangan saya masih berfungsi," katanya.
Namun, dampak dari operasi tersebut ialah Nita tak sanggup lagi bekerja terlalu lelah. Aktivitas tangan kananya menjadi terbatas dan kemunduran ekonomi semakin ia rasakan.
"Akhirnya anak saya yang besar pilih berhenti sekolah. Dia bilang enggak kepengin nyusahin saya. Sebab dulu kan ada bapaknya kerja jadi supir, sekarang saya kerja sendiri dan semenjak tangan begini saya enggak kuat nyuci sampai 3 pintu lagi," ungkapnya.
"Akhirnya selama 4 tahun lebih saya lewatin hari bareng anak-anak saya aja tanpa ada bantuan dari pihak keluarga mantan suami," jelasnya sambil terisak.
Lambat laun, hari yang ditunggu tiba. Hari pembebasan ayah dari anak-anaknya kala itu sudah di depan mata.
Nita sudah membayangkan keluarga kecilnya kembali lengkap dan suaminya kembali sudah berubah menjadi sosok yang lebih baik.
Namun, ekspektasinya saat itu diakuinya terlalu jauh.
Seban, tak berselang lama dari waktu kepulangan D, Nita mengetahui mantan suaminya itu bermain mata dengan perempuan lain dan berubah kasar.
"Selama nungguin dia, saya sudah sana-sini cari nafkah. Saya paksain kerja padahal tangan begini. Akhirnya dari pada saya terus ngebatin mendingan saya pisah," ungkapnya.
"Sayangnya pas saya mau pergi itu, saya enggak boleh bawa anak-anak. Pertama saya memang enggak punya apa-apa. Saat itu saya cuma bawa baju. Akhirnya saya iyakan sambil berucap dalam hati akan kumpulkan uang untuk menjemput anak-anaknya kelak," ucapnya pilu.
Masih dalam kondisi bimbang dan berat hati, akhirnya Nita melangkahkan kaki keluar rumah.
Perlakuan yang diberikan oleh D membuatnya tak kuat lagi dan ia mengaku menyerah.
Namun, di sisi lain ia merasa pilu pada nasib anak-anaknya yang menjadi korban perceraian orang tuanya.
Penyesalannya semakin dalam, ketika mendapati Cika nekat mendatanginya ke Jakarta karena rindu padanya.
"Tapi sekarang Cika (15) tinggal sama saya. Dia pergi dari rumah karena kangen juga sama saya. Dia enggak betah karena kan selama ini sama saya. Tapi di satu sisi saya sudah enggak kuat lihat mantan suami saya waktu itu sikapnya begitu. Tapi resikonya juga bikin saya miris, anak-anak saya jadi korbannya," katanya.
Saat ini, Nita mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dari upah juru parkir yang hanya berkisar Rp 30 ribu sanpai Rp 50 ribu.
"Setelah saya pergi, saya susah menghubungi anak. Saya memang belum punya biaya jenguk anak ke sana, makanya mantan suami saya masih ngelarang saya buat dengar suara anak biarpun dari telepon. Dia bilang kalau mau kirimin uang aja buat anaknya enggak usah telepon,"
"Ini makanya saya kerja begini supaya ada uang buat ke Cikarang. Saya mau jemput anak saya sendiri dan kasih mereka pilihan mau ikut siapa nantinya," jelasnya.
Saat ini, Nita tak ingin menyalahkan siapapun. Ia juga merasa dirinya salah karena menyerah setelah sekian tahun bertahan.
Luka di hatinya membuat anak-anaknya menjadi korban perceraiannya. Sejauh ini, ia hanya berharap agar uangnya cepat terkumpul dan bisa bertemu anak-anaknya kembali.
"Alhamdulillah Cika di sini sudah kerja, jadi kita kumpulin uang bareng. Kan maksud saya bukan jemput aja, tapi saya punya tabungan lain karena saya kembali bertanggung jawab mengurusi anak-anak sendiri. Semoga nanti ada jalannya dan semuanya dipermudah. Serta hati mantan suami saya diluluhkan agar saya bisa video call dengan anak selagi kumpulin uang," tandasnya