Praktik Aborsi Ilegal di Paseban

Komisioner KPAI Sebut Praktik Aborsi Melanggar Hak Anak untuk Hidup

Penulis: Muhammad Rizki Hidayat
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPAI bidang Kesehatan, Narkotika Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA), Sitti Hikmawatty, saat diwawancarai TribunJakarta.com, di kantornya, Jumat (21/2/2020).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat

TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Komisioner KPAI bidang Kesehatan, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA), Sitti Hikmawatty, memberikan pendapat ihwal kasus aborsi ilegal di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.

Dia memberikan contoh kasus aborsi ilegal di Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa tahun lalu.

Hikma, sapaannya, menceritakan bahwa ada seorang wanita hamil dan hendak digugurkan secara ilegal.

Yakni menggunakan tanaman rumput gajah.

"Misalnya di daerah NTB. Jadi, ada temuan wanita sedang hamil, menggunakan rumput gajah untuk ditusuk-tusuk dan tidak saja terjadi aborsi," beber Hikma, saat diwawancarai TribunJakarta.com, di kantornya, Jumat siang (21/2/2020).

"Namun terjadi pendarahan dan berkorelasi dengan kematian pada ibu (wanita yang hamil)," sambungnya.

Terkait kasus yang di Jalan Paseban Raya, sambungnya, dari sisi perlindungan anak itu sangat bertentangan dengan hak untuk hidup.

"Sangat bertentangan dengan hak untuk hidup," tegas Hikma.

Sebab, menurut dia, semua anak bahkan yang berada di dalam kandungan memiliki hak hidup.

"Semua anak itu memiliki hak untuk hidup," tutup Hikma.

Riwayat Bangunan Klinik Aborsi Ilegal

Riwayat bangunan eks tempat aborsi ilegal di Jalan Paseban Raya, nomor 61, Jakarta Pusat diketahui beberapa warga sekitar.

Seperti Tursinah, yang membuka warung di dekat bangunan eks klinik aborsi ini, sejak 1983.

Tursinah menuturkan, sekira 37 tahun berjualan dirinya mengetahui bangunan rumah ini dijadikan sebagai apa.

Pertama, kata dia, bangunan rumah bernomor 61, RT 2 RW 7 ini dijadikan sebagai tempat tinggal biasa.

"Kalau penghuni pertama, setahu saya dijadikan rumah biasa," kata dia, kepada TribunJakarta.com, di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).

Selang beberapa tahun, bangunan rumah ini dijadikan sebagai kantor advokat.

"Saya tahu itu kantor advokat, soalnya ada plang tulisannya advokat," kata Tursinah.

Bangunan rumah eks tempat aborsi ilegal masih terpasang garis polisi, di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020) sore. (TribunJakarta.com/Muhammad Rizki Hidayat)
Kemudian, pada sekira 2018, rumah tersebut memiliki penghuni baru.

Plang yang tertulis kantor advokat pun dicopot.

"Setahu saya, dua tahun lalu plang kantor advokatnya sudah tidak ada. Ganti penghuni baru," beber dia.

Tursinah pun mengira penghuni baru tersebut sebagai pemilik rumah.

Tursinah juga tak pernah melihat penghuni baru tersebut keluar rumah. Apalagi berbincang dengannya.

"Namanya orang tinggal di kota, mungkin malu jajan di warung saya," ujar Tursinah.

"Jadi, dari tiga penghuni ini, saya tidak pernah tahu siapa-siapa mereka," sambungnya.

Sementara, bangunan rumah eks tempat aborsi ilegal ini juga dekat dengan kantor kelurahan Paseban.

Lurah Paseban, Muhammad Soleh, mengatakan tidak mengetahui sama sekali siapa penghuni yang membuka praktik aborsi ilegal tersebut.

"Tidak tahu siap penghuninya. Mereka juga tidak lapor ke kami ingin minta izin buka usaha atau sebagainya," kata Soleh, saat ditemui TribunJakarta.com, di kantornya, Kamis (20/2/2020) sore.

Saat itu, camat Senen Ronny juga berada di kantor kelurahan Paseban.

Ronny pun tak mengetahui ihwal bangunan rumah yang dijadikan tempat aborsi ilegal.

"Saya malah baru tahu kemarin pas ada polisi menggerebek dan konferensi pers," kata Ronny.

Sementara itu, pantauan TribunJakarta.com di lokasi, pada sore, pagar bangunan rumah eks tempat aborsi ilegal ini, masih terpasang garis polisi.

Susasananya pun tampak sepi.

Polisi Bawa Satu Karung Lebih Janin

Polda Metro Jaya mengambil lebih dari satu karung berisikan janin pasien aborsi dari hasil penggeledahan di septic tank di Klinik Paseban, Jakarta Pusat pada Senin (17/1/2020) kemarin.

"Kemarin sudah diambil oleh Ditkrimsus PMJ untuk diambil sampel, ada beberapa karung hasil pembongkaran septic tank tersebut, sekarang tinggal tim lakukan pemberkasan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Yusri menuturkan, janin itu nantinya akan dibawa ke laboratorium untuk mengetahui bahan kimia yang digunakan tersangka untuk menghancurkan janin-janin tersebut.

"Sampai saat ini kita masih tunggu hasil laboratorium. Ini menurut keterangan pelaku sebelum dibuang itu dihancurkan menggunakan salah satu bahan kimia, ini masih kita cek bahan kimia apa yang digunakan," tukas dia.

Dikira klinik anak

Sebuah klinik aborsi ilegal di kawasan Paseban, Jakarta Pusat, dibongkar aparat Polda Metro Jaya, 11 Februari 2020 lalu.

Tiga tersangka ditangkap dalam pengungkapan itu, yakni MM alias dokter A, RM, dan SI.

Pengungkapan praktik klinik aborsi ilegal ini berawal dari informasi warga yang mengadukan melalui situs web. 

Klinik aborsi ilegal ini diketahui telah beroperasi selama 21 bulan.

Para tersangka menyewa sebuah rumah di Jalan Paseban Raya Nomor 61 untuk melancarkan praktik aborsinya.

Lalu bagaimana aktivitas di klinik aborsi itu menurut warga?

BCL Menangis dan Peluk Noah Saat Mendegar Cerita Kebaikan Ashraf Sinclair kepada Anak Yatim

Kapolri dan Panglima TNI Tanam Bibit Mangrove dan Sebar Sejuta Benih Ikan di Pesisir Mauk

Sudinkes Pastikan Obat Ilegal Milik Klinik di Koja Tak Digunakan di Puskesmas Jakarta Utara

Aktivitas tak dicurigai warga

Saat Kompas.com berkunjung ke klinik aborsi illegal itu, situasi rumah yang disewakan untuk menjadi klinik itu memang terlihat seperti rumah tinggal biasa.

Warga di kawasan klinik itu pun mengaku kaget saat tahu salah satu rumah tetangganya dijadikan tempat praktik aborsi.

Tursila, penjaga warung di dekat klinik aborsi itu mengatakan, klinik itu hanya didatangi tiga atau empat orang setiap harinya.

Sehingga tak membuat curiga warga.

"Kayak biasa-biasa saja, tidak ada yang menonjol. Karena memang sepi seperti tidak ada aktivitas, mobil juga tidak berderet," ujar dia.

Pengunjung yang datang, kata Tursila, memang diakui kebanyakan dari kalangan muda.

"Kebanyakan memang umur-umur 20-an lah yang masih muda. Tapi ada juga yang bawa anak kok," kata dia.

Dikira klinik anak

Karena tidak terlihat sebagai tempat aborsi, warga Paseban malah mengira klinik itu sebagai klinik anak.

"Iya kan banyak pelanggan klinik beli minuman, nah kalau saya tanyain mau ngapain pasti bilangnya mau periksa ke dokter anak, ya saya pikir mah itu klinik anak," ujar Tursila.

Selama dia mengantarkan minuman ke klinik itu, Tursila mengaku tak tahu jika selama ini rumah yang ia kira klinik itu tempat praktik aborsi.

Pengunjung hingga karyawan klinik tertutup

Meski tidak terlihat sebagai klinik aborsi, ada yang aneh aktivitas di klinik itu.

Chandra Setiawan (33), karyawan restorasi vespa yang bertetanggaan dengan klinik itu mengatakan, para pelanggan klinik kebanyakan mengantar sampai ke halaman.

Sehingga wajah-wajah pelanggan tidak terlihat.

Bahkan, biasanya jika diantar naik ojek online maupun mobil, mereka menggunakan masker atau menutupi wajahnya dengan kain.

"Siapa-siapanya saya tidak tahu nih, pokoknya mereka masuk tuh kayak menutup identitas, kadang naik mobil diantar sampai halaman, kadang juga kalau ada di antar depan gerbang, langsung buru-buru masuk sambil tutupin wajahnya," ujar dia.

Selain pelanggan yang menyembunyikan identitasnya, para karyawan klinik itu pun, kata Chandra, tak berbaur.

Mereka seolah menjauh dari tetangga.

Hal tersebut membuat warga tak mengetahui apa aktivitas di dalam klinik itu.

Berita Terkini