Virus Corona di Indonesia

3 Hal yang Kerap Dilakukan untuk Cegah Penyebaran Corona, Tapi Justru Tak Direkomendasikan Ahli

Editor: Muji Lestari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi virus corona

TRIBUNJAKARTA.COM - Beragam cara  dan upaya dilakukan masyarakat untuk mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19.

Tak jarang, sebagian di antaranya memunculkan inovasi baru.

Sayangnya, tak semua upaya pencegahan virus Corona itu sesuai dengan rekomendasi para ahli.

Hal ini karena adanya kesalahpahaman menangkap informasi.

Alih-alih mencegah virus Corona, langkah pencegahan Corona terkadang justru memberi efek samping.

Berikut sejumlah hal yang dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Corona namun tak sesuai dengan rekomendasi ahli:

1. Bilik disinfektan untuk orang

Tak sedikit instansi ataupun daerah membuat bilik disinfektan.

Bilik disinfektan itu umumnya berupa bilik yang dilengkapi dengan penyemprot disinfektan.

Prosedur yang diterapkan umumnya orang diminta masuk ke dalam bilik tersebut dan kemudian disemprot dengan disinfektan.

Berdasarkan rekomendasi WHO dan ahli, cara ini tak direkomendasikan. 

Satgas di Jalan Kerto Pamuji, Kelurahan Ketawang Gede, Malang menyemprotkan disinfektan pada orang luar atau warga yang masuk permukiman warga untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19, (1/4/2020).  (Surya/Hayu Yudha Prabowo)

Hal ini karena terjadinya paparan disinfektan dengan manusia secara langsung. 

Melansir tayangan YouTube tvOneNews, Budiawan, pakar Toksikologi menjelaskan cara penggunaan cairan disinfektan yang benar.

Budiawan mengatakan, pada dasarnya manusia tidak boleh melakukan kontak langsung dengan bahan kimia tersebut.

"Pada dasarnya manusia memang tidak boleh kontak langsung dengan bahan kimia yang terkandung di cairan tersebut," ujar Budiawan.

Namun menurut Budiawan, untuk membunuh mikroorganisme atau virus, penggunaan disinfektan tetap perlu dilakukan.

"Tetapi penggunaan disinfektan tetap perlu karena memang disinfektan ini untuk membunuh mikroorganisme atau katakanlah virus yang ada di permukaan keras, misalnya pipa, tas, bahkan dalam pakaian atau baju," terangnya.

Bilik disinfektan yang siap digunakan menjelang rapat paripurna DPR. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Ia menjelaskan cairan disifektan sebenarnya digunakan untuk membasmi virus pada permukaan benda mati, bukan untuk manusia.

WHO juga merekomendasikan hal serupa.

Meski demikian, soal bilik disinfektan ini terdapat perbedaan pendapat. 

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani mengklaim bilik disinfektan yang disediakan Pemkot aman untuk kesehatan. 

Risma memastikan, cairan tersebut tidak mengandung klor dan aman digunakan.

Ia memaparkan, ada dua macam disinfektan yang dipakai.

Cairan yang digunakan di bilik, aman bagi manusia.

Sedangkan cairan lainnya, biasa digunakan untuk menyemprot benda-benda mati oleh petugas.

"Kita sudah konsultasi dengan Departemen Farmasi Universitas Airlangga Surabaya, guru besar Bu Ratna kepala departemennya, beliau menyampaikan cairan disinfektan kita aman," kata Risma, seperti dilansir Tribun Jati

2. Pakai APD Medis di Tempat Umum

Viral Video Pengunjung Menggunakan APD Diusir dari Lotte Mart Gandaria (twitter/danedgustama)

Beberapa waktu lalu, sempat viral dua orang yang berbelanja tetapi mengenakan alat pelindung diri (APD) di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. 

Tujuan kedua orang itu mengenakan APD tentunya karena tidak ingin terkena virus Corona.

Namun, apa yang dilakukan dua orang itu tidak tepat dan berlebihan. 

Hal ini karena pemakaian APD diprioritaskan hanya untuk petugas medis yang sehari-hari kontak langsung dengan pasien Corona.

Masyarakat tak perlu menggunakan APD karena APD saat ini lebih dibutuhkan oleh petugas medis. 

Apalagi diketahui petugas medis tengah kekurangan APD.

Untuk melindungi diri dari virus Corona, warga cukup menggunakan masker, sering mencuci tangan dan menjaga jarak.

Praktisi Pelayanan Kesehatan sekaligus Juru Bicara Rumah Sakit UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, Ph.D menyayangkan penggunaan APD di tempat umum. 

Dr Tonang menjelaskan, penggunakan Alat Pelindung Diri (APD) telah diterbitkan oleh World Health Organization (WHO).

Menurutnya, penggunaan yang berlebihan tersebut justru menimbulkan kekhawatiran serta kepanikan bagi orang sekitar dan sebaiknya dihindari.

"Penggunaan berlebihan itu menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan bagi yang lain, maka sebaiknya dihindari," ungkapnya saat dihubungi Tribunnews melalui pesan WhatsApp, Minggu (29/3/2020).

3. Menolak Jenazah Korban Covid-19

Di beberapa daerah muncul penolakan warga terhadap pemakaman jenazah korban Covid-19.

Meski berpotensi terjadinya penularan setelah pasien meninggal, warga seharusnya tak menolak pemakaman. 

Bupati Banyumas Achmad Husein (tengah) turut membongkar makam pasien positif corona karena ditolak warga di Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (1/4/2020). (KOMPAS.COM/DOK BUPATI BANYUMAS)

Hal ini karena pemakaman korban Covid-19 menggunakan standar sesuai rekomendasi WHO. 

Abdullah Gymnastiar meminta masyarakat tidak menolak pemakaman jenazah korban Covid-19. 

"Kalau prosedur pengelolaan jenazah itu sudah standar dengan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan juga sesuai dengan standar syariat Islam, itu benar-benar sudah aman," kata Aa Gym, dikutip dari laman resmi Jabarprov.go.id, Jumat (3/4/2020).

Berdasarkan hasil konsultasinya dengan dokter yang menangani pasien positif virus corona, jenazah yang diperlakukan sesuai protokol kesehatan yang tepat, tak menimbulkan persoalan.

Alasan itulah yang seharusnya tak membuat masyarakat menolak prosesi pemakaman.

"Jadi, sebetulnya tidak ada alasan bagi kita semua masyarakat untuk menolak dikuburkannya jenazah yang wafat karena Covid-19 ini."

"Sepanjang sudah sesuai dengan prosedur protokol pengelolaan jenazah, baik secara syariat maupun standar kesehatan," tegas Aa Gym.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tiga Hal yang Dilakukan untuk Cegah Corona, Tapi Justru Tak Direkomendasikan Ahli

Berita Terkini