Antisipasi Virus Corona di DKI

Sederet Hal Seputar Usulan Setop Operasional KRL Bodetabek, Solusi hingga Saran untuk Gubernur Anies

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta
Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana kedatangan KRL di Stasiun Bekasi Jalan Ir. H. Juanda, Kota Bekasi

TRIBUNJAKARTA.COM - Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna melihat dilema usulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar operasional Kereta Rel Listrik Jabodetabek tidak beroperasi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Terkait rencana itu Anies Baswedan menyurati Kementerian Perhubungan.

"Memang dilema, pertanyaannya siapa yang menanggung complain tenan-tenan? mau tidak menanggung kompensasi kerugian yang diterima pekerja? Itu juga mengancam perut mereka, ancam nyawa mereka juga, Semua risiko harus dihitung, tidak asal menghentikan," kata Yayat saat dikonfirmasi, Jumat (17/4/2020).

Yayat mengatakan saat ini para pekerja mengalami buah simalakama bekerja atau tidak bekerja di tengah Covid-19.

Bagi mereka keduanya sama, mengancam keberlangsungan hidup mereka.

Yayat mengatakan prinsip PSBB adalah pembatasan bukan pelarangan termasuk operasional KRL.

Saran solusi

Menurutnya Pemda seharusnya membuat skema pembatasan pergerakan pekerja berupa jumlah hari kerja dan jam masuk kerja.

Dia menilai, cara itu bisa menjadi solusi menanggulangi masalah penumpukan penumpang saat masuk dan pulang kerja.

"Masalahnya ada penumpukan, jadi perlu pengaturan di dalam KRL nya saja. Pengawasan didalam gerbong diperketat dan Pemprov DKI perlu menyiasati jam masuk kerja, bukan menghentikan KRLnya," ujarnya.

Yayat menjelaskan jumlah penguna KRL Bodetabek menuju Jakarta pada kondisi normal sebanyak 1, 2 juta orang.

Mereka bekerja di Jakarta karena tidak memiliki kemampuan membeli rumah di Jakarta.

Saat ini dengan kebijakan PSBB maka jumlah para pekerja sudah berkurang drastis.

Namun Ia menyakini ada berbagai pekerja kantoran dan harian yang masih tetap bekerja karena tidak punya pilihan lain.

Kantor mereka tidak memberikan cuti karena keberlangsungan perusahaan ada pada keberadaan karyawan tersebut.

Yayat mengatakan sejumlah syarat perlu disiapkan pemda jika tetap ingin menghentikan KRL.

Pertama, Ia mempertanyakan sejauh mana pemerintah provinsi DKI Jakarta telah memiliki data para pekerja dari 8 sektor yang masih dibolehkan untuk bekerja selama kebijakan PSBB berlangsung.

Data tersebut nantinya untuk memetakan stasiun mana yang paling banyak dituju oleh para pekerja. Kemudian Pemda bisa berkoordinasi dengan para pengusaha untuk mencari alternatif akomodasi bagi para pekerja tersebut.

"Misalnya akomodasi diganti tapi oleh perusahaan atau pemda, kalau dibebankan ke karyawan, ya susah mereka. Atau bisa wisma-wisma milik pemerintah yang di Jakarta dikerjasamakan untuk jadi tempat tinggal karyawan sementara, jadi mereka tidak pulang," ujarnya.

Selain 8 sektor tersebut, pemerintah termasuk Pemda DKI Juga harus menyiapkan paket bantuan untuk perusahan-perusahaan yang dipaksa karyawannya untuk tidak bekerja.

Tak cuma itu, Yayat mengatakan kebijakan penggantian bagi para pekerja harian berupa kebutuhan dasar juga harus terpenuhi terlebih dahulu.

Pemprov DKI dan Pemda juga harus memperhatikan nasib KRL terkait kerugian mereka.

Yayat menambahkan persoalan penghentian operasional KRL juga akan menemui banyak kendala lainnya.

Pasalnya Jakarta merupakan jantung pusat jasa keuangan nasional.

Hampir semua kantor- kantor pusat itu ada di Jakarta dimana karyawannya bisa dipastikan ada yang tinggal di luar Jakarta.

Banyak daerah di Indonesia masih melakukan aktivitas dan membutuhkan koordinasi dengan kantor pusat mereka di Jakarta.

"Ada yang ngga bisa dikerjakan dari rumah dan butuh keberadaan fisik di kantor," ujarnya.

Banyaknya persoalan dan persiapan yang dibutuhkan diatas, Yayat menyarankan wacana penghentian operasional KRL tidak dilanjutkan.

Ia menyarankan Pemda dan KRL fokus mengurai dan membatasi penumpukan penumpang pada jam sibuk (pick hour).

Usulan Gubernur Anies diihadapan Satgas DPR Covid-19

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku belum puas terhadap pembatasan angkutan umum selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sebab, mobilitas masyarakat dari luar Jakarta ke dalam kota masih cukup tinggi lantaran kereta Commuterline masih beroperasi sampai saat ini.

Untuk itu, ia mengaku telah meminta Menteri Perhubungan ad interim Luhut Binsar Panjaitan untuk menghentikan sementara operasional KRL saat PSBB.

Terlebih, Jawa Barat telah menerapkan status PSBB sejak Rabu (15/4/2020) lalu dan Banten bakal menyusul Sabtu (18/4/2020) mendatang.

"Dua hari lalu saya mengusulkan kepada Menhub ad iterim untuk operasi kereta commuter dihentikan dulu selama kegiatan PSBB berlangsung," ucapnya dalam teleconferense dengan Tim Pengawasan Penanganan Covid-19 DPR RI, Kamis (16/4/2020) sore.

Bila usulannya tak diterima, Anies meminta operasional KRL Commuterline kembali dikurangi agar pergerakan warga dari luar dan dari Jakarta bisa semakin dibatasi.

"Adapun KCI atau kereta, kita koordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan juga dengan BUMN untuk mereka mengurangi operasinya," ujarnya.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayan ini pun menyebut, sampai saat ini belum ada jawaban terkait usulan ini, baik itu dari pihak KCI maupu Kementerian Perhubungan.

"Mereka masih membahas. Menurut jawaban yang diterima, nanti bantuan sosial sudha berhasil diturunkan, maka pembatasan operasi itu akan dilakukan," kata Anies. (TribunJakarta.com/Dion)

Berita Terkini