TRIBUNJAKARTA.COM - Dewasa ini Klorokuin disebut-sebut mampu mengobati pasien yang terinfeksi Covid-19.
Klorokuin fosfat (chloroquine phosphate) merupakan senyawa sintetis (kimiawi) yang memiliki struktur sama dengan quinine sulfate.
Quinine sulfate berasal dari ekstrak kulit batang pohon kina, yang selama ini juga menjadi obat bagi pasien malaria.
Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran (Unpad), Keri Lestari, mengatakan bahwa kedua struktur tersebut (quinine sulfate dan chloroquine phosphate) memiliki manfaat yang sama dalam proses penyembuhan penyakit malaria.
Klorokuin memang menjadi salah satu senyawa yang dianggap sebagai kandidat antivirus untuk Covid-19. Penelitian telah dilakukan oleh Wuhan Institute of Virology dari Chinese Academy of Sciences.
Penelitian tersebut dilakukan oleh ahli virologi Manli Wang bersama timnya, dan telah dipublikasikan dalam jurnal Nature.
Berdasarkan penelitian awal, klorokuin dapat menghambat kemampuan virus baru untuk menginfeksi dan tumbuh di dalam sel saat diuji pada kera.
• Ketua Gugus Tugas Covid-19 Jakarta Selatan: Diam di Rumah Kunci Utama Bila Sayang Keluarga
Situs Science News menyebutkan bahwa klorokuin dapat memblokir infeksi virus dengan mengganggu kemampuan beberapa virus, termasuk SARS-CoV-2, untuk memasuki sel.
“Klorokuin juga dapat membantu sistem kekebalan tubuh melawan virus tanpa jenis reaksi berlebihan, yang dapat menyebabkan kegagalan organ,” tutur para peneliti.
Diyakini bisa mengobati Covid-19, Presiden Jokowi mengungkapkan telah menyiapkan hingga 3 juta klorokuin.
Ditambah obat tersebut telah digunakan di Wuhan, China untuk membantu kesembuhan pasien yang terjangkit COvid-19.
"(obat) Ini telah dicoba oleh satu, dua, tiga negara dan memberikan kesembuhan."
"Yaitu Avigan, kita telah mendatangkan 5 ribu yang akan kita coba dan dalam proses pemesanan 2 juta."
"Yang kedua klorokuin, ini kita telah siap 3 juta," ungkapnya.
Namun baru-baru ini, sebuah studi baru menunjukkan bahwa obat klorokuin dan hidroksiklorokuin tidak menunjukkan manfaat dalam mengobati pasien virus corona.
• Betrand Peto Nyanyikan Lagu Sewu Kuto Didi Kempot, Pengamat Musik Komentari Pelafalan Lirik: Unik
Bahkan studi tersebut menunjukkan, adanya kemungkinan peningkatan risiko kematian dalam penggunaan obat yang dikenal sebagai terapi untuk penyakit malaria ini.
Dilansir Kompas.com dari SCMP sebuah penelitian baru yang terbit di The Lancet pada Jumat (22/5/2020) menyebut kedua obat ini menghasilkan efek yang serius terutama aritmia jantung.
Obat juga menunjukkan ia tak memberikan keuntungan pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Metode dan hasil penelitian
Penelitian tersebut berdasarkan catatan 96.000 pasien di ratusan rumah sakit.
Peneliti membandingkan hasil dari empat kelompok yakni mereka yang diobati hidroksiklorokuin saja, dengan klorokuin saja dan dua kelompok masing-masing obat diberi kombinasi dengan antibiotik golongan makrolida.
Terdapat pula kelompok kontrol pasien yang tidak diberikan perawatan ini.
Saat periode penelitian selesai, sekitar 9 persen dari mereka dalam kelompok kontrol meninggal.
Sementara mereka yang diobati dengan hidoksiklorokuin ada sebanyak 18 persen yang meninggal, dan yang diobati dengan klorokuin saja 16,4 persen yang meninggal.
• Pesan Gubernur Anies Baswedan Jelang Lebaran 1441 H di Tengah Pandemi Covid-19
Adapun mereka yang diberi kombinasi antibiotik bahkan menunjukkan angka kematian lebih tinggi.
Dimana kombinasi klorokuin dan antibiotik 22,8 persen meningal, sementara mereka yang diberikan hidroksiklorokuin dengan antibiotik 23,8 persennya juga meninggal.
Para peneliti memperkirakan kedua obat ini menempatkan risiko kematian akibat Covid-19 mencapai 45 persen lebih tinggi dibandingkan masalah kesehatan yang mendasarinya.
Dinilai berbahaya
Melansir dari Washington Post Sabtu (23/5/2020) penelitian yang dipublikasikan di The Lancet ini adalah analisis terbesar yang ada hingga saat ini mengenai risiko dan manfaat kedua obat dalam mengobati pasien.
Penelitian sebelumnya dalam skala yang lebih kecil juga menunjukkan hal serupa.
“Ini adalah sesuatu yang tidak bermanfaat tapi justru berbahaya. Jika ada harapan untuk obat ini (hidroksiklorokuin dan klorokuin), itu adalah kematian,” ujar Eric Topol seorang Ahli Jantung dan Direktur Institut Scripps Research Translational.
David Maron Direktur Kardiologi Preventif di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford juga mengatakan hal serupa.
“Temuan ini menunjukkan sama sekali tak ada alasan untuk optimis bahwa obat ini mungkin memiliki manfaat untuk pencegahan atau pengobatan Covid-19,” ujar dia.
• Bantu Cegah Penyebaran Covid-19, Tribunnews & Kitabisa.com Sumbang Obat dan Suplemen ke Panti Sosial
Digembar-gemborkan Donald Trump
Juru Bicara FDA Michael Felberbaum mengatakan pada Jumat (22/5/2020) pihaknya tidak mengomentari penelitian yang dilakukan pihak ketiga tersebut.
Akan tetapi ia mengatakan bahwa otorisasi penggunaan darurat dapat direvisi atau dicabut dalam keadaan tertentu seperti ketika ada dugaan kejadian buruk, data baru tentang efektivitas atau perubahan dalam penilaian risiko-manfaat obat.
Hidroksiklorokuin adalah obat yang banyak digembar-gemborkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Dalam minggu ini Trump mengumumkan bahwa ia menggunakan obat tersebut dan juga telah mendorong pemerintah untuk membelinya secara massal.
Awal bulan ini, para pendukung presiden Trump yang mendukung kedua obat malaria tersebut menggunakan studi dari NYU Langone Health sebagai dasar.
Studi itu sendiri menggunakan kombinasi pasien yang menggunakan pengobatan Zinc dengan hidroksiklorokuin dan azithromycin.
Mereka yang diobati dengan obat tersebut menunjukkan memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi.
Akan tetapi, penelitian tersebut bukanlah penelitian yang fokus meneliti hidroksiklorokuin akan tetapi berfokus pada Zinc.
Di mana apakah hidroksiklorokuin akan meningkatkan efek suplemen Zinc sebagai anti virus.
Para peneliti menekankan bahwa temuan mereka bersifat sementara dan mungkin disebabkan oleh faktor selain obat.
(TribunJakarta/Kompas.com)