Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, TEBET - Kedua mata Irman (39) sesekali melirik kaca spion di sebuah bilah kayu yang dijadikan pondasi pos perlintasan kereta api.
Begitu dari kejauhan tampak sebuah kereta rel listrik dari arah Stasiun Tebet, kedua tangan pria asal Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan tersebut langsung memutar tuas sederhana sembari duduk.
Saat diputar, palang pintu dari sisi dekatnya dan sisi di seberangnya tertutup bersamaan.
Sejumlah pengendara motor maupun pedagang kaki lima yang hendak menyeberang di kedua sisi berhenti sejenak.
Suara deru mesin terdengar bising begitu kereta tengah melintas menuju arah Bogor dengan kecepatan tinggi.
"Jes...jes...jes...jes!!" suara roda-roda kereta yang berputar kencang menggesek bilah rel cukup nyaring memekakkan telinga.
Hembusan angin dari kereta yang melaju kencang itu sedikit mengguncangkan badan bila berada tak jauh dari pintu perlintasan.
Begitu kereta melintas, Irman langsung memutar kembali tuas pemutar yang terbuat dari velg sepeda.
Palang pintu itu pun kembali terbuka, pengendara motor dari arah Wilayah Tebet Timur maupun dari arah Kebon Baru melintasi palang pintu itu.
Sebagai penjaga pintu kereta api hasil swadaya warga, Irman bertugas mengawasi palang pintu dari kereta api arah Tebet menuju Stasiun Cawang.
Sedangkan Doni (42), pria yang berdiri di seberangnya, bertugas mengawasi palang pintu dari kereta arah Stasiun Cawang menuju Stasiun Tebet.
Ia biasanya langsung berteriak kepada Irman untuk memutar tuas palang pintu.
Mereka tak sulit melihat kereta dari kejauhan. Pasalnya, jalur rel yang melintas di kedua wilayah itu hanya lempeng saja.
Hasil Swadaya Warga
Palang pintu perlintasan kereta api ini bukan resmi dari PT KAI.
Irman mengatakan sejumlah warga berinisiatif untuk membangun sendiri palang pintu perlintasan kereta api dengan hasil swadaya sekira tahun 2006.
Sebab, sering terjadi kecelakaan bagi para pejalan kaki yang hendak menyeberang di rel itu sebelum dibangun pos perlintasan.
Selain itu, adanya pintu perlintasan ini memudahkan pengendara untuk memangkas jarak.
Mereka pun izin dengan pihak kelurahan setempat dan pihak PJ KA yang kini berubah menjadi PT KAI.
Tidak terlihat palang pintu yang secara otomatis tertutup ataupun bunyi sirine tanda kereta hendak melintas.
Pos sederhana itu dijaga oleh dua orang yang bertugas mengawasi kereta yang melintas.
Kedua palang pintu itu terbuat dari besi panjang layaknya sebuah portal. Palang pintu yang berada di wilayah Tebet Timur sebagai pengendali palang pintu di seberangnya.
Saat kereta melintas, Irman yang siang itu bertugas sebagai pengendali langsung memutar tuas pemutar untuk menutup palang pintu.
Agar motor ataupun gerobak milik pedagang bisa melintas, rel kereta dipasang balok-balok kayu.
Irman menceritakan, awalnya rel itu sempat dicor untuk memudahkan pengendara melintas.
"PT KAI kasih tahu ke kita, kalau dicor enggak bisa karena bantalan rel harus rutin dikontrol. Akhirnya kita bongkar dan kita ganti dengan kayu. Alasannya, biar bisa diangkat lagi kalau ada pengontrolan," jelas Irman kepada TribunJakarta.com sembari sesekali melirik spion di depannya.
Di sepanjang rel kereta api antara Stasiun Cawang dan Stasiun Tebet banyak ditemukan pintu perlintasan dari swadaya warga.
Pantauan TribunJakarta.com, sekira ada 6 pintu perlintasan. Namun, hanya tiga pintu perlintasan yang kerapkali dilalui pengendara motor, pejalan kaki, ataupun pedagang kaki lima.
Namun, hanya pos perlintasan yang dijaga Irman dan Doni saja yang menggunakan spion dan tuas pemutar.
Pos yang lainnya ditutup secara manual oleh para penjaga pintu perlintasan.
Dibayar Sukarela
Irman maupun para penjaga pintu di pos itu tak mematok harga bagi para pengendara yang melintas.
Mereka hanya berharap keikhlasan dari para pengendara yang melintas.
"Ini Swadaya masyarakat saja, pelintas rata-rata ngasihnya Rp 2 ribu. Tapi kita enggak memaksa. Orang silahkan kasih, kalau enggak yaudah," ungkapnya.
Terlihat sejumlah pengendara motor yang melintas memasukkan uang ke dalam kotak kayu ataupun ember bekas cat yang tergantung dekat pintu perlintasan.
Ada juga beberapa pengendara motor yang langsung memberikan uang kepada Irman ataupun Doni.
Dalam sehari, Irman mengaku mendapatkan penghasilan sekitar Rp 100 ribu-an selama pandemi Covid-19. Di waktu normal, bisa mencapai Rp 200 ribu sehari.
Di pos itu, ada 10 orang yang bertugas untuk menjaga pintu perlintasan. Mereka bertugas dibagi per tiga shift, pagi, sore dan malam hari.
Selama pandemi, pintu perlintasan buka hanya dari 05.30 WIB sampai 20.00 WIB.