Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG - Beberapa bulan sebelum kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, ternyata sempat kelebihan beban listrik di lokasi blok C.
Sebagaimana diketahui, pada 8 September 2022, kebakaran hebat terjadi di lapas tersebut yang menewaskan 49 narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Penyidik mengungkapkan kalau sumber api berasal dari korsleting listrik yang berada di blok C2.
Panahatan Butar Butar Eks Petugas Kelistrikan yang menjadi terdakwa dalam kasus kebakaran maut tersebut mengungkapkan kalau beberapa bulan sebelumnya memang sering turun listrik di blok tersebut.
Hal itu terjadi empat bulan sebelum kebakaran.
Baca juga: Kisah Napi Teroris Ngumpet di Bak Saat Kebakaran Lapas Tangerang, Sempat Selamat Meski Kulit Meleleh
Bahwa, dia menerima laporan dari tahanan pendamping (Tamping), yang ditugaskannya membantu mengecek kelistrikan Lapas, bila di Blok C.
Laporan tersebut mengatakan kalau sering terjadi turun listrik karena penggunaan beban listrik yang berlebihan.
"Empat bulan sebelumnya sering turun NCB-nya, itu berarti kelebiban beban. Saya suruh cek ada keanehan enggak di jaringan kabel di atas plafon, katanya enggak ada, ya akhirnya saat itu kita ganti NCB-nya," ungkap Panahatan di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa (21/6/2022).
Saat ditanya oleh Ketua Majelis Hakim, Aji Suryo, dimana posisi sering mati listrik dan penggantian NCB, Panahatan menceritakan kejadian terjadi di Blok C2.
Atau tempat blok yang terbakar hebat menewaskan 49 penghuninya.
Padahal, selama 19 tahun dirinya bertugas, terjadi sekali penambahan daya listrik.
"Pertamanya 105 KVA atau 105 ribu watt, karena napi bertambah banyak, maka ditambah menjadi 140 KVA atau 140 ribu watt," katanya.
Baca juga: Dokter Muda Terdakwa Kebakaran Maut di Tangerang Dilihat Saksi: Baju Kuyup, Lari Dekati Kobaran Api
Namun, jumlah penambahan daya tersebut masih dirasa kurang.
Makanya, alat elektronik yang diperbolehkan di dalam blok hanya kipas angin, exhaust atau lobang perputaran ventilasi udara dan alat penanak nasi yang disediakan Lapas.
"Karena napi banyak sekali, jadi ke mereka susah. Kita fokus jangan sampai listrik mati di Lapas, makanya ketika ada sebagian dirasa kelebihan beban, kita matikan dari depan ditiap blok-blok itu," ungkap Panahatan.
Panahatan pun mengaku, selama dirinya bertugas belum pernah ada perbaikan keseluruhan instalasi kelistrikan di Lapas tersebut.
Hanya saja dirinya dan Tamping yang bertugas mengawasi jangan sampai terjadi konsleting listrik.
Fakta mencengangkan lainnya, ternyata Petugas kelistrikan di Lapas Klas I Tangerang ternyata hanya berjumlah satu orang.
Yakni Panahatan Butar Butar itu sendiri.
Dirinya hanya mengajak serta tahanan pendamping (Tamping) sebagai anak buahnya.
"Ada Tamping 2. Sebenarnya saya percaya satu orang, tapi dia ajak satu orang temannya lagi," jelas dia.
Lalu, saat ditanya ketua hakim Aji Suryo, tidak adakah sesama PNS atau selain tamping yang menjadi anak buahnya, Panahatan mengaku bekerja sendiri.
Makanya, karena kewalahan dan dirasa tugas semakin berat, Panahatan merekrut seorang Tamping untuk membantunya.
Lalu, mereka bertugas membantu Panahatan untuk mengawasi kelistrikan.
"Sejak 2015 saya kena serangan jantung, jadi enggak pernah manjat-manjat ke atap untuk mengecek jaringan kabel. Jadi saat itu, Tamping lah yang melakukan tugas itu, selain mengecek adanya konsleting lampu di beberapa blok," cerita Panahatan.
Panahatan pun mengaku tidak selalu mengawasi anak buahnya saat bertugas.
Sebab, ketika dia lepas piket pengawasan tersebut dilepas dan dia hanya menerima dalam bentuk laporan.
"Jadi setiap mereka melakukan kontrol, dilaporkan ke saya. Pas waktu kita tugas, bisa kita awasi," tuturnya.
Namun, pada saat malam kejadian kebakaran, Panahatan mengaku tengah izin cuti.
Dia pun mengetahui adanya kebakaran tersebut dari seseorang yang menghampiri rumahnya pada 9 September pagi atau sehari pasca-kejadian.
"Saya cuti. Saya tahu kebakaran itu disamperin ke rumah pagi-pagi," tuntas terdakwa.