Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Pemprov DKI batal melanjutkan pembangunan rute LRT fase 2 pada 2023 mendatang.
Dalam dokumen rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2023 tak ada anggaran yang dialokasikan untuk perluasan jangkauan layanan LRT.
Pemprov DKI pun hanya mengusulkan anggaran Rp4,5 triliun untuk melanjutkan pembangunan MRT Jakarta.
Keputusan Pemprov DKI tak melanjutkan proyek pembangunan LRT ini pun dikritisi anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak.
Ia pun mempertanyakan alasan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo yang mengatakan bahwa proyek LRT tak bisa dilanjutkan lantaran terkendala regulasi.
"Dalam beberapa kali rapat dengan Komisi B DPRD, justru hal tersebut tidak pernah diungkapkan selama era Gubernur Anies Baswedan," ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (2/10/2022).
Baca juga: Pemprov DKI Berkomitmen Beri Layanan Transportasi Ramah Perempuan dan Anak di LRT Jakarta
Selama periode kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, Gilbert bilang, Pemprov DKI justru ngotot ingin menjalankan proyek LRT dengan mekanisme kerja sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU).
Usulan kerja sama dengan mekanisme ini pun ditolak mentah-mentah oleh DPRD DKI karena justru berpotensi merugikan negara seperti kasus swastanisasi air oleh Palyja dan Aetra di era orde baru.
Anggota Komisi B DPRD DKI ini pun menilai, LRT rute Velodrome - Kelapa Gading yang kini sudah ada justru sangat membebankan keuangan daerah.
Pasalnya, operasi LRT tersebut menelan public service obligation (PSO) yang sangat besar sehingga Pemprov DKI harus memberikan subsidi lebih dari Rp300 ribu per tiket.
"Seharusnya trayek lanjutan dibuat selama lima tahun era Anies agar harga tiket menjadi rasional, karena jalurnya menjangkau banyak lokasi sehingga jumlah penumpang dapat tercapai," ujarnya.
Pernyataan Syafrin yang menyebut bahwa pembangunan rute baru LRT melanggar regulasi pun ditepis Gilbert.
Ia bahkan menyebut bahwa proyek LRT Jakarta ini merupakan amanah dari Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.
Proyek LRT juga dinilai Gilbert sebagai proyek strategis nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional (PSN).
Baca juga: LRT Jakarta Dukung Eduwisata Berbasis Transportasi Modern Untuk Pelajar
Serta Perpres Nomor 79 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum di Provinsi DKI Jakarta.
"Pernyataan Kepala Dishub tersebut soal tersendat karena regulasi ini menjadi tidak tepat, karena justru sudah ada Perpres yang dikeluarkan mengenai hal ini," ujarnya.
"Tetapi tidak satupun LRT yang dibangun selama lima tahun era Anies," sambungnya.
Oleh karena itu, Gilbert menuding ada upaya-upaya menjegal pembangunan kelanjutan LRT yang dilakukan Dishub DKI Jakarta.
Kecurigaan ini menguat setelah tidak adanya anggaran yang dimasukkan dalam KUA-PPAS 2023 untuk pembangunan rute baru LRT fase 2.
"Artinya LRT ini akan semakin lama mangkrak dan rusak, karena tidak jalan dan menelan biaya PSO yang luar biasa per tiket," tuturnya.
Untuk mendukung program pembangunan LRT Jakarta, Gilbert menyebut, Pemprov DKI sepatutnya mengalokasikan anggaran LRT melalui PT Jakarta Propertindo (Jakpr dalam Rancangan APBD (RAPBD) 2023.
"Namun, Bappeda DKI sendiri tampaknya diisi dengan orang yang tidak tepat, sehingga ini tidak dimasukkan ke dalam RAPBD 2023," kata Gilbert.