Anies Baswedan Dianggap PDIP Gagal Lanjutkan Proyek LRT, Eks Anak Buah Pasang Badan: Ada Covid-19

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana Stasiun LRT Velodrome di Jakarta Timur, Kamis (21/11/2019).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo pasang badan buat bekas atasannya, yaitu Gubernur Anies Baswedan yang dinilai gagal menjalankan proyek LRT fase 2.

Syafrin bilang, awalnya Gubernur Anies Baswedan berencana melanjutkan pembangunan LRT pada 2020 lalu.

Namun, rencana tersebut tak kunjung terealisasi lantaran ada refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.

"Pemprov DKI telah merencanakan memulai pembangunan lanjutan LRT pada tahun 2020, namun pada tahun tersebut kita menghadapi pandemi Covid-19 yang berdampak pada kapasitas fiskal Jakarta," ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/11/2022).

Syafrin pun menegaskan komitmennya untuk melanjutkan pembangunan LRT di tahun 2023 mendatang.

Baca juga: Tak Ada Alokasi APBD 2023 Buat Bangun LRT Fase 2, PDIP: Ada Upaya Penjegalan Program Nasional

Menurut rencana, Pemprov DKI akan melanjutkan proyek pembangunan LRT fase 2A dengan rute Velodrome-Manggarai.

"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkomitmen melanjutkan pembangunan LRT," ujarnya.

Pernyataan Syafrin ini sekaligus membantah pernyataan anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak yang menduga ada upaya penjegalan proyek strategis nasional lantaran Pemprov DKI tak kunjung melanjutkan pembangunan LRT fase 2.

Syafrin pun turut meluruskan pernyataan soal proyek LRT yang tak bisa dilanjutkan karena terkendala regulasi.

Ia bilang, proyek yang tak bisa dilanjutkan lantaran melanggar regulasi itu terkait program Electronic Road Pricing (ERP).

LRT Jakarta Dukung Eduwisata Berbasis Transportasi Modern Untuk Pelajar. (dok.LRT Jakarta)

Sebagai informasi, ERP merupakan salah satu program strategis penanganan permasalahan transportasi Jakarta dengan mekanisme push and pull strategy.

"Selain penyediaan layanan Angkutan Umum Massal yang terintegrasi sebagai pull strategy, pemerintah juga menerapkan kebijakan pengendalian mobilitas warga dengan kendaraan pribadi melalui push strategy seperti pengendalian tarif parkir, ganjil genap, dan ERP," kata dia.

Namun, implementasi ERP hingga saat ini masih terkendala teknis dan regulasi sejak 2015. 

Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama DPRD Provinsi DKI Jakarta sedang dalam proses pembahasan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLSE). 

Melalui Perda PLLSE ini, diharapkan dapat menjadi landasan hukum implementasi ERP di Jakarta. 

"ERP diharapkan akan menjadi sebuah solusi mengurangi kemacetan di DKI Jakarta," kata Syafrin.

Sebelumnya, Pemprov DKI batal melanjutkan pembangunan rute LRT fase 2 pada 2023 mendatang.

Dalam dokumen rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2023 tak ada anggaran yang dialokasikan untuk perluasan jangkauan layanan LRT.

Pemprov DKI pun hanya mengusulkan anggaran Rp4,5 triliun untuk melanjutkan pembangunan MRT Jakarta.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengkritisi kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang kerap mengganti selama lima tahun menjabat, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (22/8/2022). (TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci)

Keputusan Pemprov DKI tak melanjutkan proyek pembangunan LRT ini pun dikritisi anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak.

Ia pun mempertanyakan alasan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo yang mengatakan bahwa proyek LRT tak bisa dilanjutkan lantaran terkendala regulasi.

"Dalam beberapa kali rapat dengan Komisi B DPRD, justru hal tersebut tidak pernah diungkapkan selama era Gubernur Anies Baswedan," ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (2/10/2022).

Selama periode kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, Gilbert bilang, Pemprov DKI justru ngotot ingin menjalankan proyek LRT dengan mekanisme kerja sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU).

Usulan kerja sama dengan mekanisme ini pun ditolak mentah-mentah oleh DPRD DKI karena justru berpotensi merugikan negara seperti kasus swastanisasi air oleh Palyja dan Aetra di era orde baru.

Anggota Komisi B DPRD DKI ini pun menilai, LRT rute Velodrome - Kelapa Gading yang kini sudah ada justru sangat membebankan keuangan daerah.

Pasalnya, operasi LRT tersebut menelan public service obligation (PSO) yang sangat besar sehingga Pemprov DKI harus memberikan subsidi lebih dari Rp300 ribu per tiket.

"Seharusnya trayek lanjutan dibuat selama lima tahun era Anies agar harga tiket menjadi rasional, karena jalurnya menjangkau banyak lokasi sehingga jumlah penumpang dapat tercapai," ujarnya.

Pernyataan Syafrin yang menyebut bahwa pembangunan rute baru LRT melanggar regulasi pun ditepis Gilbert.

Ia bahkan menyebut bahwa proyek LRT Jakarta ini merupakan amanah dari Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.

Proyek LRT juga dinilai Gilbert sebagai proyek strategis nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional (PSN)

Serta Perpres Nomor 79 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum di Provinsi DKI Jakarta.

"Pernyataan Kepala Dishub tersebut soal tersendat karena regulasi ini menjadi tidak tepat, karena justru sudah ada Perpres yang dikeluarkan mengenai hal ini," ujarnya.

"Tetapi tidak satupun LRT yang dibangun selama lima tahun era Anies," sambungnya.

Oleh karena itu, Gilbert menuding ada upaya-upaya menjegal pembangunan kelanjutan LRT yang dilakukan Dishub DKI Jakarta.

Kecurigaan ini menguat setelah tidak adanya anggaran yang dimasukkan dalam KUA-PPAS 2023 untuk pembangunan rute baru LRT fase 2.

"Artinya LRT ini akan semakin lama mangkrak dan rusak, karena tidak jalan dan menelan biaya PSO yang luar biasa per tiket," tuturnya.

Untuk mendukung program pembangunan LRT Jakarta, Gilbert menyebut, Pemprov DKI sepatutnya mengalokasikan anggaran LRT melalui PT Jakarta Propertindo (Jakpr dalam Rancangan APBD (RAPBD) 2023.

"Namun, Bappeda DKI sendiri tampaknya diisi dengan orang yang tidak tepat, sehingga ini tidak dimasukkan ke dalam RAPBD 2023," kata Gilbert.

 

Berita Terkini