PDIP Pertanyakan Urgensi Hak Angket Buntut ITF Warisan Anies Dihentikan Heru Budi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak mempertanyakan urgensi hak interpelasi terkait kebijakan Heru Budi tak mau melanjutkan proyek ITF Sunter.

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci


TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mempertanyakan urgensi rencana hak interpelasi dugaan pelanggaran kebijakan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono yang tak mau melanjutkan proyek ITF Sunter warisan Gubernur Anies Baswedan.

Gilbert tak menampik ada kesalahpahaman antara eksekutif dan legislatif perihal penggantian program pengolahan sampah ITF menjadi RDF.

Namun, semua itu disebutnya bisa ditelusuri lewat rapat kerja di komisi DPRD DKI Jakarta.

“Bahwa ada miscommunication kenapa muncul RDF tanpa dikomunikasikan, itu bisa dipertanyakan, lalu dilanjutkan dengan rapat-rapat berikut. Bukan malah langsung hal angket,” ucapnya saat dikonfirmasi, Kamis (10/9/2023).

“Jadi si rapat kerja komisi saja itu bisa dipertanyakan,” tambahnya menjelaskan.

Gilbert justru mencium adanya unsur politis dari rencana penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan Heru Budi ini.

Pasalnya, lewat rapat kerja di komisi, legislatif bisa mencari data-data pembanding antara RDF ala Heru Budi dan ITF warisan Anies Baswedan.

“Jadi yang paling benar itu adalah mencari data, berkali-kali saya katakan demokrasi itu akan dewasa kalau semua bicara menggunakan data,” ujarnya.

“Dari hak angket apa yang mau diharapkan? Apa yang mau diangkat? Orang datanya belum punya. Lalu nanti mau bahas apa?,” sambungnya.

Soal penghentian ITF, eks Wakil Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini sepakat dengan Heru Budi.

Pasalnya, biaya investasi ITF yang bisa mencapai Rp5 triliun dianggap terlalu besar.

Belum lagi tipping fee yang mencapai Rp3 triliun yang harus dibayar Pemprov DKI setiap tahunnya kepada pihak swasta.

Sedangkan, pembangunan RDF diperkirakan hanya menelan anggaran Rp800 juta hingga Rp1 triliun saja.

Pemprov DKI pun tak perlu mengeluarkan tipping fee setiap tahunnya.

Bahkan, hasil pengolahan sampah di RDF bisa dijual dengan harga 24 dollar AS atau setara Rp360 ribu per ton (asumsi 1 dollar AS setara Rp15.000).

“Secara sepintas saya melihat RDF itu biayanya lebih rasional, sedangkan ITF itu biayanya jumbo dan tidak masuk akal,” tuturnya.


Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News

Berita Terkini