TRIBUNJAKARTA.COM - Dunia literasi Indonesia kembali berdenyut dengan berkembangnya buku hingga perpustakaan digital.
Bersamaan, mengikuti juga perkembangan industri literasi yang meliputi penulis, pembaca hingga penerbitannya.
Dengan maraknya penggunaan ponsel dan internet, buku digital atau yang karib dikenal dengan e-book semakin diminati.
Ratusan bahkan ribuan halaman buku bisa mudah dibolak-balik hanya dengan menggeser layar ponsel.
Akses pencarian buku digital pun sangat luas bisa menjangkau seluruh dunia hanya dengan waktu singkat.
Namun, buku digital kerap dipertentangkan dengan buku cetak.
Para pembaca terbelah. Sebagian pembaca mengaku tak bisa lepas dari buku cetak dengan segala sensasinya,s eperti harum kertas misalnya.
Sebagian lain, pembaca merasa dimudahkan dengan kelebihan-kelebihan buku digital.
Di Indonesia, penyediaan buku digital sudah mulai digalakkan, salah satunya oleh Perpusnas melalui aplikasi iPusnas.
Swasta pun turut memasifkan literasi digital itu, salah satunya dengan peluncuran Lentera App.
Tak hanya perpustakaan berisi buku-buku digital yang dapat diakses gratis, Lentera App juga menjadi marketplace buku digital.
Menangkap fenomena singgungan antara buku digital dan buku cetak, peluncuran Lentera App digelar dengan mengadakan diskusi bertema “Buku Cetak vs Buku Digital: Membangun Ekosistem Literasi yang Kolaboratif dan Multifaset” di ajang Indonesia
International Book Fair di Indonesia (IIBF), ICE BSD Tangerang, Rabu (27/9/2023).
CEO dan Founder Lentera, Annastasia Puspaningtyas, membuka dengan berbicara tentang Lentera App sebagai industri literasi.
"Dengan bangga, Lentera meluncurkan aplikasi Lentera App, sebuah aplikasi perpustakaan digital yang juga berfungsi sebagai digital book marketplace bagi pelaku industri literasi, khususnya di Indonesia."
"Saya berharap kehadiran Lentera App dapat membawa angin segar pembaruan dan dapat dimanfaatkan sebagai wadah/platform untuk memasarkan karya literasi ke seluruh pelosok Indonesia maupun ke dunia internasional," kata Annastasia dalam keterangan resminya.
Annastasia juga menjelaskan, industri literasi yang dipraktikkan Lentera tidak kontraproduktif dengan industri penerbit cetak, melainkan bisa saling berkolaborasi.
"Lentera App hadir untuk memberikan solusi modern bagi dunia literasi, bukan sebagai ancaman bagi industri penerbitan cetak. Sebagai buktinya, kami pun merangkul beberapa penerbit cetak untuk berkolaborasi bersama Lentera App."
"Kami pun mengadakan kegiatan bincang-bincang pada hari peluncuran kami, untuk menjembatani jurang yang selama ini memisahkan antara pelaku industri buku cetak dan buku digital," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Penerbit Yayasan Lontar, John H. McGlynn, menganggap buku digital sebagai kemajuan menuju literasi yang lebih inklusif.
"Kehadiran buku digital menjadi sebuah bentuk kemajuan menuju inklusi literasi yang lebih luas dalam dunia modern," kata John.
Menurutnya, dengan adanya kolaborasi antara industri buku digital dan cetak akan menciptakan ekosistem literasi yang berkelanjutan.
Di sisi lain, Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, lebih melihat buku digital sebagai persebaran yang lebih luas.
Dengan digital, buku lebih mudah diakses asalkan dengan perangkat yang memadai.
"Semoga kehadiran Lentera App dapat sedikit banyak membantu pemerataan akses buku-buku bermutu. Dengan demikian, tingkat literasi masyarakat Indonesia bisa semakin tinggi dan merata,” harap Gol.
Soal akses buku digital, tidak hanya dalam persebaran tetapi juga dalam hal penyimpanan dan kemudahan untuk digenggam, membuat para generasi Z menyukainya.
Hal itu disampaikan oleh Inisiator Komunitas Book Clan, Reynald, pada kesempatan diskusi yang sama.
"Kehadiran buku digital memang cukup digandrungi oleh para generasi muda, mengingat akses membaca yang lebih simpel dan juga lebih ramah lingkungan."
"Namun tidak jarang, teman-teman komunitas yang sudah membaca buku versi digital, juga membeli versi cetaknya karena ingin dijadikan koleksi. Kehadiran dua format yang berbeda ini membawa warna tersendiri bagi pecinta literasi generasi muda, dan saya percaya setiap format memiliki pasarnya masing-masing," kata Reynald.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News