Tabrakan Kereta di Bandung

Pengamat Ungkap Sistem Jalur Tunggal Cicalengka, KA Baraya Harus Menunggu Beri Jalan KA Turangga

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNJAKARTA.COM - Penyebab tabrakan adu banteng kereta di Cicalengka, Jawa Barat, masih mejadi misteri.

Masyarakat bertanya bagaimana kecelakaan di jalur tunggal atau single track masih bisa terjadi.

Pengamat Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono Wibowo, mengungkapkan sistem pemakaian single track sehingga seharusnya aman dan tidak dilewati dua kereta secara bersamaan.

Seperti diketahui, Kereta Api atau KA Turangga dari arah Surabaya Gubeng dengan tujuan akhir Bandung bertabrakan dengan Kereta Api bandung Raya (KA Baraya).

Dua kereta itu bertabrakan hebat antar lokomotif di di jalur Petak Cicalengka-Haurpugur, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, tepatnya di Kilometer 181+5/4, pukul 06.03 WIB, Jumat (5/1/2023).

Seorang pramugara KA Turangga serta masinis, asisten masinis dan sekuriti KA Baraya tewas.

Berdasarkan keterangan PT KAI, dari total penumpang KA Turangga sebanyak 287 orang dan KA Commuterline sebanyak 191 penumpang, ada sekitar 22 penumpang yang luka ringan dan telah dibawa ke rumah sakit terdekat, untuk mendapat perawatan.

Pihak KAI masih melakukan penyelidikan dan belum mengutarakan soal penyebab kecelakaan.

Kecelakaan besar melibatkan antara kereta api (KA) Turangga tujuan Bandung dengan KA Lokal Bandung Raya di petak Stasiun Cicalengka - Haurpugur pada Jumat (5/1/2024) sekitar pukul 06.15 WIB. (Istimewa)

Sementara itu, Sony memaparkan, penggunaan single track dalam sistem pengoperasian kereta memiliki caranya tersendiri agar tidak terjadi kecelakaan.

Kereta jarak jauh harus didahulukan lewat, sedangkan kereta lokal atau commuter, dalam hal ini KA Baraya, harus menunggu memberi jalan.

Dalam kasus ini, seharusnya, kata Sony, KA Turangga diberi jalan terlebih dahulu, dan KA Baraya berhenti sejenak di stasiun terdekat, yakni Stasiun Cicalengka.

Jika terjadi kecelakaan seperti KA Turangga dengan KA Baraya ini, diduga terjadi miskomunikasi, sehingga ada pihak yang tidak mengetahui waktu menunggu.

"Memang kalau kecelakaan yang istilahnya adu banteng itu terjadi pada jalur-jalur single track. terus kemudian pengaturannya mungkin ada miss ya, ada masalah pengaturan sehingga terjadi masalah seperti ini," kata Sony di program Kompas Petang, Kompas TV, Jumat (5/1/2023).

"Kalau misalanya da kereta api jarak jauh kaya Turangga akan melewati single track maka kereta api yang ada di situ harus mengalah. Ini kan stasiun terdekat di Cicalengka, jadi si kereta api lokal itu berhenti di Cicalengka nunggu sampai kereta api Turangganya lewat."

"Ini kenapa kejadiannya, belum lewat kok sudah dibiarkan boleh lewat yang lokalnya," lanjutnya memaparkan.

Dahsyatnya kecelakaan bisa terlihat dari rangkaian bagian depan kedua kereta yang ringsek bahkan sampai keluar rel.

Sony memperkirakan, saat kejadian, KA Turangga sedang dalam kecepatan tinggi.

Sebab kereta dari Surabaya itu tidak berhendi di Stasiun Cicalengka.

"Turangga itu tidak berhenti di Cicalengka, berarti dia akan terus, pasti kecepatannya akan tinggi itu sekitar 60-80 kilometer per jam."

"Makanya yang banyak hancur itu kereta api lokal," jelasnya.

Kendati demikian, Sony belum bisa menyimpulkan penyebab sebenarnya kecelakaan.

Bisa saja terjadi keterlambatan dari pihak KA Turangga ataupun KA Baraya yang terlalu cepat dari jadwal.

"Harus ada penelitian yang lebih jauh," tegasnya.

Bagi Sony, kecelakaan adu banteng ini harus menjadi pembelajaran dengan membenahi sistem yang ada.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Berita Terkini