Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA - Dua anak dari satu keluarga yang meninggal dunia usai melompat bersamaan dari Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, ternyata sudah putus sekolah setahun belakangan.
Hal ini diketahui pihak kepolisian ketika menyelidiki dugaan motif di balik keputusan satu keluarga yang mengakhiri hidup dengan cara melompat bersama dari lantai 21 apartemen itu.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, sebelum meninggal bersama-sama, mereka rupanya sempat tinggal di Solo.
Saat menetap di Solo, sang ayah dan ibu tak memiliki pekerjaan, sementara anak-anaknya tidak bersekolah.
Padahal, sebelumnya dua anak tersebut sempat bersekolah di wilayah Jakarta Utara.
"Ada tracing lokasi dia pindah ke Solo, tapi di mananya itu kita tidak dapat informasinya," kata Gidion di Mapolres Metro Jakarta Utara, Senin (18/3/2024).
"Si anak juga kan sudah tidak terdaftar di sekolah dan sudah tidak melanjutkan. Satu tahun anaknya sudah nggak sekolah, dua-duanya," sambungnya.
Adapun satu keluarga itu sebelumnya tewas usai melompat bersama dari apartemen di Penjaringan pada Sabtu (9/3/2024).
Mereka terdiri dari ayah EA (50), ibu AEL (52), serta anak perempuan JL (15), dan anak laki-laki JW (13).
Gidion menyebut, keempatnya sudah tidak berkomunikasi dengan keluarga besar dan kerabat mereka selama 2 tahun belakangan.
Karena minimnya komunikasi, keluarga besar dan kerabat juga tak mengetahui apa saja masalah-masalah yang dihadapi keempat almarhum sebelum tewas mengenaskan.
Terkini, polisi memintai keterangan 12 saksi yang sebagian besar adalah pihak keluarga terkait kasus tewasnya satu keluarga itu
Kata Gidion, berdasar hasil keterangan keluarga besar, satu keluarga itu adalah orang-orang yang introvert dan cenderung menutup diri.
"memang ada handicap-nya, ada ketertutupan, atau bisa dibilang introvert ya, antara empat sekeluarga ini dengan keluarga besarnya," ucap Gidion.
Periksa DNA pada tali yang ditemukan
Sebagai informasi, keempat korban tewas sebelumnya jatuh dari apartemen bersamaan dalam kondisi tangan yang saling terikat.
Dalam proses penyelidikan terkini, polisi pun juga mengecek DNA yang melekat pada tali terikat di tangan keempat almarhum tersebut.
Proses pemeriksaan DNA ini dilakukan sebagai upaya mengungkap kasus lewat metode scientific crime investigation.
"Pertanyaan besar apakah bunuh diri ataukah ada pihak lain? Itu yang kemudian kita harus jawab menggunakan scientific crime investigation," kata Gidion.
"Kita menunggu hasil pemeriksaan dari Puslabfor tentang DNA. DNA di mana? DNA yang ada di tali yang ditemukan di TKP, satu melekat pada korban dan satunya terlepas dari tangan korban," jelas Gidion.
Adapun sejak kejadian Sabtu 9 Maret lalu hingga hari ini, polisi sudah melakukan tiga kali olah TKP di apartemen tersebut untuk memperkuat analisa-analisa tertentu yang dikumpulkan dalam penyelidikan.
Berdasarkan hasil penelusuran CCTV, sebelumnya terlihat gelagat aneh dari sang ayah dan ibu yang mengajak kedua anaknya mengakhiri hidup bersama-sama.
Gelagat aneh yang pertama ditunjukkan oleh sang ayah, EA.
Ia tampak merangkul dan menciumi kening istri serta dua anaknya di dalam lift, sebelum akhirnya melompat dari rooftop apartemen bersama-sama.
Selain itu, sang ibu AEL juga sempat meminta ketiga orang terdekatnya itu mengumpulkan handphone mereka masing-masing.
Handphone mereka lalu dimasukkan AEL ke dalam tasnya sebelum mereka naik ke rooftop tempat kejadian perkara.
Baca artikel menarik lainnya di Google News.