TRIBUNJAKARTA.COM - Pada perayaan Hari Buruh atau May Day 2024, buruh menggugat upah minimum provinsi (UMP) Jakarta yang dinilai murah.
Biaya hidup para pekerja yang mayoritas sudah berkeluarga dan menyewa rumah mencapai Rp 7 juta.
Tetapi UMP Jakarta 2024 hanya Rp 5 juta.
Hal itu disuarakan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, saat gelar aksi May Day 2024 yang digelar di kawasan Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2024).
"Upah ideal Jakarta, menurut survey biaya hidupnya, menurut BPS (Badan Pusat Statistik) ya, bukan menurut kami itu di atas Rp 5,2 juta ya," kata Said Iqbal, Senin (1/5/2024).
Bahkan menurutnya, upah layak di Jakarta berada di angka Rp 7 juta per bulannya.
"Hitung saja sewa rumah Rp900 ribu, konsumsi makan Rp30 ribu dikali 3 perhari Rp 90 ribu kali 30 hari Rp 2,7 tambah Rp900 udah Rp3,6 juta.
Kemudian hitung lagi adalah transportasi. Katakan rata-rata transportasi adalah Rp700 ribu udah Rp 4,3. Itu baru yang habis dibuang.
Bagaimana dengan pakaian, jajan anak, gak cukup kalau upah minimum seperti yang sekarang ini sekitar Rp4,9 atau Rp5,1 juta rupiah. Jadi mendekati angka 7 juta rupiah hasil survei BPS namanya SBH, survei biaya hidup," papar Said Iqbal.
Said Iqbal yang juga pengurus di organisasi buruh dunia atau ILO menyebut upah buruh di Indonesia secara keseluruhan jauh di bawah negara lainnya di Asia Tenggara.
"Upah buruh Indonesia hanya lebih baik dari Laos dan Kamboja yang baru merdeka."
"Lebih rendah dari Vietnam, sedikit lebih tinggi dari Myanmar."
"Lebih rendah dari Malaysia, lebih rendah dari Singapura, ini gara gara Covid upah sekarang dimain-mainin," tuturnya.
Diketahui, dalam aksi May Day 2024 ini, ada dua tuntutan yang disuarakan para buruh.
Pertama, mereka meminta segera mencabut UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Sedangkan tuntutan keduanya mereka meminta kepada pemerintah untuk segera menghapus outsourching dan tolak upah murah atau yang biasa mereka singkat dengan istilah Hostum.
"Dua isu tersebut yang menjadi persoalan buruh dalam 5 tahun terakhir. Omnibus Law atau UU Ciptaker mengakibatkan PHK di mana-mana," kata Said Iqbal.
Said Iqbal menegaskan, UU Ciptaker yang digembar-gemborkan mendatangkan investasi justru menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana."
Jadi tidak benar UU Ciptaker menarik investasi baru dan menyerap tenaga kerja. Yang benar adalah PHK di mana-mana. Tahun 2024, ratusan ribu buruh di PHK, tahun 2023 juga ratusan ribu buruh di PHK," kata Said Iqbal.
Said Iqbal mengatakan, kenaikan upah akibat keberadaan Omnibus Law hanya 1,58 persen.
Padahal inflasi saat ini mencapai 2,8 persen.
"Jadi nggak naik upah kita ini, (yang ada) nombok 1 persen," ujar dia.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen yang selalu dibanggakan pemerintah, kata Said Iqbal, tidak dinikmati oleh kalangan kelas menengah ke bawah termasuk buruh.
"Yang nikmati orang kaya. Karena ekonomi tumbuh dinikmati oleh orang kaya yang gajinya besar-besar," tuturnya.
Oleh karena itu, Said Iqbal mengatakan bahwa Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh menyatakan menolak, dan meminta Mahkamah Konstitusi mencabut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan petani, dan lingkungan hidup dan HAM yang sedang digugat di Mahkamah Konstitusi.
"Bayangkan naik upah murah 1,58 persen. Bahkan di daerah ada yang naiknya Rp 14.000 sebulan, berarti sebulan kira-kira cuma Rp 500 perak, ke toilet aja Rp 2000 perak," kata Said Iqbal.
Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News