TRIBUNJAKARTA.COM - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Barat menganggap gaya Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memimpin tanpa diskusi dan one man show.
Ketua DPW PKS Jabar, Haru Suandharu menyayangkan kebijakan Dedi Mulyadi yang cenderung dikeluarkan secara sepihak dan langsung dipublikasikan melalui media sosial tanpa melibatkan diskusi dengan para pakar dan DPRD.
Dedi Mulyadi pun menyinggung kebijakannya membongkar bangunan di pinggir sungai yang tidak berdiskusi dahulu tanpa berdikusi dengan DPRD.
"Kalau saya bongkar bangunan di pinggir sungai, kebayang kalau saya diskusi dulu sama DPRD tidak akan pernah terbongkar," kata Dedi Mulyadi dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube @alnatha, Minggu (11/5/2025).
Pasalnya, kata Dedi Mulyadi, anggota DPRD memiliki konstituen yang berada di lokasi penggusuran.
Oleh karena itu, ia melihat pembahasan mengenai penggusuran tersebut tidak akan berlangsung cepat. Akhirnya, kata Dedi, penggusuran malah tidak terlaksana.
"DPRD ada konstituennya di situ. Ada partai A, partai B, partai C. Diskusinya tidak akan berhari-hari. Nanti aspirasi berkembang, bangunan tidak dibongkar, ribut tidak berhenti," katanya.
Politikus Gerindra itu pun memilih untuk langsung membongkar bangunan di pinggir sungai tanpa berdiskusi dengan DPRD.
Ia lalu mengungkapkan alasannya demi kebaikan para anggota DPRD.
"Saya pilih, saya bongkar sendiri. Kenapa? Agar bapak tidak cacat, agar Bapak tidak pusing menghadapi konstituen," kata Dedi Mulyadi.
"Ketika konstituen bertanya ke Bapak, "Kenapa tempat warung saya dibongkar? Kenapa rumah yang berpuluh-puluh tahun dibongkar?" Bapak sudah mengatakan gubernurnya ga bisa dikasih tahu dan gabisa diurus, saya juga tidak dilibatkan jadi bapak bersih. Bapak bersih," sambung Dedi.
Dedi Dianggap One Man Show
Anggapan Dedi Mulyadi memimpin Jawa Barat bergaya one man show disuarakan Ketua DPW PKS Jabar, Haru Suandharu.
Heru menilai Dedi Mulyadi kurang melibatkan stakeholder dalam pengambilan kebijakan.
Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa memimpin Jawa Barat tidak bisa dilakukan seorang diri.
"Kalau Gubernur memimpin sendirian, dampaknya mungkin belum terasa sekarang. Tapi ke depan, itu akan menimbulkan kesulitan besar. Itu Bahaya" katanya, Rabu (7/5/2025).
Menurutnya, kebijakan yang diambil tanpa pertimbangan hukum dan keadilan publik bisa jadi kebijakan cacat hukum.
Dia meminta agar perubahan terhadap APBD dilakukan melalui mekanisme formal, seperti perubahan APBD di kuartal terakhir, bukan melalui pergub yang sepihak.
Hari juga menekankan pentingnya komunikasi antara Gubernur, DPRD, OPD, dan masyarakat.
Perihal efisiensi, Haru mengaku setuju. Kendati demikian, pemangkasan tidak lebih dari 20 persen.
"Saya setuju efisiensi, tapi kalau pemangkasan lebih dari 20 persen itu bukan efisiensi, melainkan restrukturisasi. Dan itu pasti berdampak luas," ujarnya.
Dia berharap Dedi Mulyadi dan wakilnya, Erwan Setiawan, sukses memimpin Jawa Barat.
“Keberhasilan hanya akan tercapai bila Gubernur mampu mengedepankan kolaborasi, transparansi, dan komunikasi dua arah dengan seluruh pemangku kepentingan,” kata Haru.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono mengungkit hal yang sama.
Ono menyinggung program Dedi Mulyadi yang membawa siswa nakal ke barak militer.
Dari sisi anggaran, Dedi Mulyadi membutuhkan anggaran sekitar Rp6 miliar.
Duit tersebut diambil dari APBD 2025 dan untuk membiayai latihan khusus bagi dua ribu pelajar bermasalah melalui kerja sama dengan TNI/POLRI.
Para pelajar bermasalah itu akan dilatih integritas, disiplin, dan wawasan bela negara di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Pendidikan itu mencakup 40 siswa per 5 wilayah selama 10 bulan sekali dengan durasi pelatihan selama 10 hari di barak TNI.
Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono mengatakan, alokasi anggaran untuk program tersebut tak pernah dibahas bersama DPRD, termasuk seperti apa konsep dan teknis pendidikan karakter yang digulirkan Dedi Mulyadi.
"Penjabaran APBD KDM kan tidak pernah melibatkan DPRD, jadi kita tidak tahu karena tidak pernah dibahas oleh DPRD. Tetapi pasti DPRD akan mendalami yang Rp6 miliar itu, saya yakin ke depan ada proses pembahasan," ujar Ono, Selasa (6/5/2025).
Idealnya, kata dia, Dedi Mulyadi melibatkan legislatif dalam setiap wacana dan kebijakannya.
Sebab, kata Ono, DPRD memiliki wewenang dalam perumusan kebijakan daerah, apalagi kebijakan yang di dalamnya berujung pada penggunaan APBD.
"Seyogyanya dibahas bersama dengan DPRD. Tapi ini tidak ada (pembahasan), gaduhnya itu kan karena tidak pernah diajak bicara, padahal kita institusi dari bagian pemerintahan daerah yang mempunyai kewenangan juga terkait dengan perencanaan sampai dengan ditetapkannya program yang berujung pada anggaran yang dibiayai APBD," ucapnya. (TribunJakarta.com/TribunJabar)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya