TRIBUNJAKARTA.COM - Belum 100 hari menjabat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi sudah ramai diisukan akan berlaga di Pilpres 2029.
Saat Dedi mengunjungi Kampung Baru di Depok, dia sudah dipanggil dengan sebutan 'Pak Presiden'.
Popularitasnya di media sosial membuat Dedi begitu dikenal. Bahkan ia mendapat julukan 'Gubernur Konten' dari Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud.
Dedi mendapat sambutan bukan saja karena wajahnya sering muncul di media sosial, melainkan juga karena kebijakannya.
Pembongkaran bangunan di bantaran kali hingga penggusuran wisata di area hijau menjadi gebrakan utamanya di hari-hari awal menjabat.
Kini, Dedi juga jadi perbincangan berkat kebijakan syarat vasektomi bagi penerima bansos dan mengirim siswa nakal ke barak militer.
Program Dedi ditiru dan kerap dibanding-bandingkan dengan daerah lain.
Pengamat politik dari UIN Jakarta, Burhanuddin Muhtadi, berani mengatakan, Dedi Mulyadi adalah kepala daerah paling populer saat ini.
Kendatipun, Burhan, sapaan karibnya, belum memiliki survei terkait hal itu.
Burhan pun membaca nasib Dedi Mulyadi di Pilpres 2029 mendatang.
Secara normatif, Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold telah membuka peluang besar bagi Dedi untuk maju Pilpres 2029, tidak hanya dari Gerindra, partainya saat ini.
Sebab, putusan MK membuat semua partai boleh mengusung calon presiden.
Namun, status Dedi yang kini kader Gerindra menjadi perhitungan tersendiri.
Partai berlogo kepala Garuda itu sudah mencanangkan koalisi permanen dengan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dan kembali mencalonkan Prabowo Subianto di 2029.
"Poin saya adalah ini aturan normatif pertama yang membuka peluang buat siapapun termasuk buat partai yang punya jagoan sendiri." kata Burhan di program On Point with Adisty, Youtube Kompas TV, tayang Sabtu (10/5/2025).
"Pertanyaannya adalah Gerindra apakah ikhlas kalau misalnya ada kadernya yang maju melalui partai lain, ya pasti tidak ikhlas. Ya tetapi lagi-lagi konteks sekarang kan masih jauh, dan Gerindra sudah mengunci kan melalui koalisi permanen," lanjutnya.
Burhan lanjut memaparkan, kendati sudah ada koalisi permanen, loyalitas partai anggotanya bisa saja berubah.
Pilpres 2024 menjadi pelajaran, ketika PKB dan NasDem, bagian dari kabinet Presiden Jokowi, tidak mengusung Gibran Rakabuming Raka yang mendampingi Prabowo Subianto.
Menurut Burhan, partai akan mulai bermanuver untuk Pilpres 2029 mulai tahun 2027.
"Ingat Nasdem, PKB, kurang loyal apa sama Pak Jokowi, kurang banyak apa Pak Jokowi memberikan insentif dalam bentuk menteri ujungnya mereka punya capres sendiri."
"Artinya untuk seorang KDM (Kang Dedi Mulyadi) ya ini juga sekaligus uji loyalitas. Kalau misalnya ada partai yang coba merayu seorang KDM dia tergoda atau tidak nih."
"Ya mungkin sekarang belum ada rayuan itu he tetapi misalnya 2027," jelas Burhan.
Burhan menjelaskan, ada atau tidaknya partai yang coba merayu Dedi untuk maju Pilpres 2029 lepas dari Gerindra tergantung hasil survei.
Dedi boleh populer, namun elektabilitasnya masih menjadi pertanyaan.
"Tergantung surveinya KDM, saya belum punya angka surveinya, memang banyak sekali yang membicarakan seorang KDM di WA-WA grup di kalangan ibu-ibu di kalangan bapak-bapak, tetapi surveinya belum ada yang dirilis ke publik yang credible ya yang berkaitan berapa banyak sih yang bersedia memilih seorang KDM," jelasnya.
Terkahir, yang menentukan Dedi Mulyadi akan maju Pilpres 2029 atau tidak adalah keberaniannya melawan Prabowo.
"Saya kira, saya tidak tahu kalau sekarang jelas enggak berani, tapi ujian-ujian berikutnya kan nanti bukan sekarang, dan itu yang bisa menjawabnya seorang Dedi Mulyadi, berani atau tidak itu ya berkontestasi melawan bosnya sendiri."
"Sekarang sih jelas enggak berani ya, tetapi ke depan ketika betul-betul datang beberapa partai melamar, seorang KDM di situ tuh ujiannya."
"Nah saya tidak tahu apakah dia kalau misalnya itu terjadi berani mengatakan tidak gitu ya," ujarnya.
Burhan menutup pembahasan peluang Dedi Mulyadi di Pilpres 2029 dengan mengungkapkan prediksinya.
Menurutnya, nama Dedi Mulyadi sudah masuk lima besar capres dengan elektabilitas tertinggi.
"Saya belum punya angkanya tapi feeling saya sudah masuk top five."
"Kan kalau kita lihat survei yang terakhir kami rilis kan Januari ya 2025 waktu 100 hari, yang pertama kan Pak Prabowo, yang kedua kan Mas Anies ya, kan yang ketiga saat itu adalah Ganjar Pranowo, yang keempat AHY, yang kelima Erick."
"Kalau feeling saya dan feeling saya biasanya enggak pernah salah. KDM sudah mendobrak masuk lima besar jangan-jangan tiga besar," kata dia.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya