TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menanggapi sebutan atau julukan Mulyono Jilid II yang disematkan kepadanya.
Dedi Mulyadi yang kerap membagikan aktivitasnya turun dan bertemu langsung dengan masyarakat, dianggap sejumlah netizen memiliki gaya politik yang serupa dengan Jokowi.
Sekedar informasi, Jokowi meraih popularitas karena gaya blusukannya hingga bisa menaiki anak tangga pimpinan eksekutif, dari Wali Kota Solo, Gubernur Jakarta hingga Presiden Indonesia dua periode (2014-2024).
Sejumlah netizen lantas menduga, Dedi Mulyadi akan mengikuti langkah Jokowi.
Pada Senin (19/5/2025), Dedi Mulyadi akhirnya menanggapi sebutan 'Mulyono Jilid II' untuknya.
Ia menilai sebutan tersebut disematkan oleh orang-orang yang selalu memperhatikan segala aktivitasnya.
"Setelah bisa melewati masa-masa sulit, menyelamatkan anak remaja di Jawa Barat dari berbagai problem kriminal yang dialaminya melalui pendidikan disiplin di Barak Militer, kini berbagai pihak mulai mengepung kembali," ucap Dedi Mulyadi.
"Dengan berbagai stigma, sebagai Gubernur Konten, Mulyono Jilid II, Gubernur Pencitraan dan berbagai tayangan lainnya, yang sengaja dibuat dengan tujuan cuma satu, karena mereka sangat memperihatikan saya," imbuhnya.
Dedi Mulyadi menilai netizen yang memberikan pandangan dan komentar buruk soal dirinya, bukan berasal dari Jawa Barat.
Menurut Dedi Mulyadi, mereka adalah buzzer yang memang memiliki tujuan untuk menjelek-jelekkan dan menciptakan citra buruk tentang dirinya.
Ia lalu mengungkit soal videonya saat sedang mengaduk semen yang kini tengah viral kembali.
Gara-gara video tersebut, Dedi Mulyadi ramai disebut sebagai Gubernur Pencitraan.
Padahal menurut Dedi Mulyadi video tersebut direkam sekitar 6 tahun lalu.
"Apapun yang saya lakukan dikomentari, dan ini dilakukan oleh orang di luar Jawa Barat, artinya banyak warga di luar Jawa Barat kesal sama saya," kata Dedi Mulyadi.
Meski mendapatkan serangan dan sebutan negatif, Dedi Mulyadi mengaku tidak masalah.
Dedi Mulyadi menilai, warga Jawa Barat akan selalu mencintainya.
Ia lalu menantang para buzzer untuk kembali membuat konten negatif soal dirinya.
"Bagi saya enggak ada masalah, terima kasih ya telah berupaya menggiring opini agar saya dibenci oleh warga," ujar Dedi Mulyadi.
"Salam untuk para buzzer tetap semangat, bikin konten negatif sebanyak-banyaknya tentang saya,"
"Agar bapak dan ibu bisa ngebul dapurnya," imbuhnya.
Beda dari Jokowi
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi melihat perbedaan telak antara Dedi Mulyadi dan Jokowi.
"Sebenarnya kalau menyebut seorang KDM (Kang Dedi Mulyadi) versi lain dari Jokowi, Jokowi versi 2.0 itu enggak seluruhnya benar juga sih," kata Burhan, sapaan karib sang pengamat, saat bicara di program On Point with Adisty, Youtube Kompas TV, tayang Sabtu (10/5/2025).
Menurut Burhan, Dedi Mulyadi sangat artikulatif, sedangkan Jokowi tidak.
Seorang Dedi Mulyadi bisa menghadapi masalah dengan berdialog, diskusi hingga berdebat.
Burhan menyontohkan salah satu peristiwa yang membuat nama Dedi Mulyadi populer di Purwakarta.
Saat itu dia menjabat Anggota DPRD Purwakarta (1999-2004).
Setelahnya, ia menjadi Wakil Bupati dan Bupati Purwakarta.
"Kalau kita lihat jejaknya KDM ini, misalnya waktu dia menjadi anggota DPRD Purwakarta, waktu itu Purwakarta penuh dengan demo buruh."
"Ketika koleganya dari anggota DPRD Purwakarta tidak mau menemui demo-demo buruh, dia temuin. Ramai terjadi perdebatan sangat sengit gitu ya, tetapi setelah demo itu dia justru populer karena berani mendebat dan sekaligus mengajak dialog mereka yang kontrak."
"Setelah itu dia maju sebagai kepala daerah kan dan sukses," papar Burhan.
Burhan menegaskan, seorang Jokowi tidak bisa seperti Dedi Mulyadi dalam hal berdialog seperti peristiwa dengan buruh itu.
"Sesuatu yang kalau kita bayangkan seorang Pak Jokowi agak beda. Pak Jokowi itu kan lebih banyak senyum, kalau ditanya, 'Ya kok tanya saya' gitu kan," kata Burhan.
Sebaliknya, kata Burhan, Dedi Mulyadi juga tidak mungkin bersikap seperti Jokowi yang sedikit bicara.
"Itu enggak mungkin pernyataan itu keluar dari KDM. KDM pasti menjawab," jelasnya.
Salah satu faktor perbedaan Dedi Mulyadi dengan Jokowi adalah latar aktivismenya di kampus.
"Karena latar belakangnya juga beda kan. Pak Jokowi latar belakang aktivismenya waktu mahasiswa di mapala, KDM aktivis murni ini, dia aktivis di HMI, aktif di organisasi kemudaan," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya