Sosiolog Khawatir Preman Berkedok Ormas Dipelihara, Berkaca Kasus Lahan BMKG dan Parkir RSU Tangsel

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GRIB DAN PP - Kolase foto anggota Pemuda Pancasila (kiri) dan GRIB Jaya (kanan). Kedua ormas tersebut tengah menjadi sorotan karena menyerobot lahan pemerintah di Tangsel.

TRIBUNJAKARTA.COM - Sosiolog, Imam Prasodjo mengungkap kekhawatirannya soal ulah preman berkedok ormas yang belakangan tengah ramai.

Di Tangerang Selatan (Tangsel), ormas GRIB Jaya menduduki lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seluas 12 hektare dan ormas Pemuda Pancasila (PP) menguasai lahan parkir Rumah Sakit Umum (RSU) Tangsel selama delapan tahun terakhir.

Pihak BMKG sebelumnya telah melaporkan dugaan penyerobotan lahan itu ke Polda Metro Jaya pada 3 Februari 2025.

Pihak kepolisian pun menangkap 17 preman, dan 11 orang di antaranya merupakan anggota GRIB Jaya.

Sementara itu, aksi penguasaan lahan parkir RSU Tangsel oleh ormas PP berakhir setelah pecah bentrokan pada Rabu (21/5/2025).

Anggota PP bentrok dengan pekerja PT Bangsawan Cyberindo Indonesia (BCI), perusahaan yang memenangkan lelang untuk mengeloka lahan parkir RSU Tangsel.

Polisi sudah menangkap 30 anggota PP Tangsel.

Sedangkan Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) PP Tangsel bernama Muhamad Reza, atau karib dengan sebutan Reza AO, menjadi buronan.

Menurut Imam, hal itu bisa terjadi karena adanya pembiaran dari pihak berwenang.

Terlebih, akademikus Universitas Indonesia itu mengkhawatirkan yang terjadi bukan sekedar pembiaran, tetapi memang dipelihara.

"Yang saya khawatir bukan hanya pembiaran, bahkan dipelihara, itu yang bahaya banget."

"Kalau misalnya kelompok-kelompok seperti ini mendapatkan ruang, mendapatkan penghormatan."

"Kemudian bahkan ini dijadikan alat untuk melakukan tindakan-tindakan yang meresahkan masyarakat, itu yang berbahaya," ujar Imam di program Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Selasa (27/5/2025).

Imam mendukung operasi pemberantasan premanisme yang dilakukan Polda Metro Jaya di wilayah Jabodetabek.

Menurutnya, upaya pendindakan secara tidak langsung bisa menyeleksi ormas yang tumbuh subur di masyarakat.

"Sekarang, operasi yang sekarang dilakukan itu berkoordinasi dengan media, dengan masyarakat, kemudian menjadi jelas, mana organisasi sosial yang halal, yang memang berguna mendukung kemajuan masyarakat, mana yang bersifat destruktif," jelasnya.

Sementara itu, Penasihat Kapolri, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, pada program yang sama, mengungkap tiga alasan terjadinya pembiaran aksi premanisme oleh penegak hukum.

Pertama adalah kelalaian atau ketidakmampuan aparat mendeteksi aksi premanisme tersebut.

"Satu mungkin aparatnya tuh lalai. Karena dia tidak punya kemampuan intelektual yang tinggi sehingga gak bisa mendeteksi dan menindak," uajar Sutadi.

Kedua, aparat takut dengan para preman itu sendiri.

"Atau dua, aparatnya takut, karena melihat preman yang sudah kaya gitu kan," ujarnya.

Ketiga, pembiaran aksi premanisme oleh aparat terjadi karena adanya kolusi. Si aparat ikut mendapat keuntungan.

"Yang ketiga itu tadi, ada kolusi, justru dia mendapatkan itu," pungkasnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Berita Terkini