DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap

Prabowo Dapat Oleh-oleh Kasus Vina Cirebon,'Jeritan' Terpidana dari Balik Jeruji Bergema Bikin Mewek

Editor: Wahyu Septiana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MINTA BANTUAN PRESIDEN - Ucapan terpidana Kasus Vina Cirebon, Rivaldi Aditya Wardhana alias Ucil membuat anggota tim kuasa hukum Jutek Bongso menangis. Jeritan para terpidana kasus VIna Cirebon kini menyeruak hingga menyeret minta bantuan ke Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

TRIBUNJAKARTA.COM - Kasus Vina Cirebon kembali mencuat, kali ini menyeruak hingga menyeret minta bantuan ke Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Tujuh terpidana yang selama bertahun-tahun mendekam di balik jeruji besi menyampaikan "jeritan" batin mereka dalam sebuah permintaan terbuka.

Para terpidana memohon agar Prabowo mendengar dan meninjau kembali kasus yang mereka yakini sarat kejanggalan.

Dalam curhatan haru yang disampaikan keluarga dan kuasa hukum, suara-suara itu menggugah emosi publik.

Bukan sekadar meminta keadilan, mereka menyerahkan harapan terakhir kepada pemimpin baru negeri ini.

Jeritan dari terpidana bergema usai Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh 7 terpidana tersebut. 

Diketahui, tujuh terpidana kasus Vina Cirebon itu adalah Eko Ramadhani, Rivaldy Aditya, Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto. 

Mereka masih berjuang mencari cara untuk membebaskan diri dari dugaan tuduhan kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky pada 2017.

TERPIDANA KASUS VINA - Para terpidana kasus Vina Cirebon. Mereka sempat mengajukan PK dengan dalil VIna tidak tewas dibunuh, melainkan karena kecelakaan, namun ditolak Mahkamah Agung. (Istimewa)

Terbaru, para terpidana menitipkan oleh-oleh sebuah surat kepada Presiden Prabowo melalui Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri saat mendatangi Lembaga Permasyarakatan Cirebon.

Mereka meminta amnesti atau hak prerogatif Presiden yang diberikan sebagai pengampunan atau penghapusan hukuman yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.

Amnesti tersebut juga bisa diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya.

Reza Indragiri mengaku tidak hanya mendapatkan surat dari para terpidana namun mendapatkan oleh-oleh lainnya.

Surat permohonan yang hendak dikirimkan kepada Presiden Prabowo tersebut ditampilkan dalam akun Youtube Forum Keadilan TV, Senin (18/8/2025).

"Saya dapat dua oleh-oleh. Pertama, setumpuk surat yang ditulis oleh keluarga para terpidana dan diperuntukkan bagi Presiden Prabowo Subianto. Itu oleh-oleh pertama, dan oleh-oleh kedua adalah kerupuk," ujar Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri.

Namanya unik, kerupuk melarat. Saya pikir nama kerupuk ini juga mencerminkan nasib para terpidana dan keluarga mereka pasca ditolaknya permohonan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung," sambungnya.

Surat tersebut ditulis oleh Kasum Supriyadi, ayah dari Eko Ramadhani. 

Surat permohonan tersebut tampak dibuat tertanggal 14 Agustus 2025.

Berikut isi surat permohonan tersebut.

"Saya Kasum Supriyadi ayah dari Eko Ramadhani tanggal lahir Cirebon 15 juni 1989.

Melalui surat ini saya memohon kepada bapak presiden untuk memberikan amnesti untuk anak saya Eko Ramadhani karena udah 9 tahun anak saya dipenjara walaupun anak saya tidak melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan.

Besar harapan saya agar anak saya bisa bebas pada tahun ini maka dari itu saya memohon kepada bapak presiden untuk mengabulkan permohonan saya ini, terimakasih yang sebesar-besarnya atas perhatian bapak."

Reza kemudian bertanya kepada Suratno, ayah Sudirman mengenai surat permohonan amnesti tersebut.

"Putra Bapak Sudirman ini kan dihukum penjara seumur hidup ya, Pak? Lalu Bapak punya rencana apa untuk mengubah nasib Sudirman?" tanya Reza Indragiri.

"Ya mengubahnya ya supaya betul bisa keluarlah gitu," kata Suratno, ayah Sudirman, salah satu terpidana Kasus Vina Cirebon.

Suratno mengaku pernah mendengar istilah amnesti. 

Reza lalu bertanya kepada Suratno mengenai pemahamannya tentang amnesti.

"Kalau saya sih enggak paham, cuman banyak orang itu ngomongnya pasti keluar gitu Tapi saya sih enggak ngerti," ujar Suratno.

Jeritan Terpidana Bikin Mewek

Sementara itu, Titin Prialianti, kuasa hukum mengungkap kondisi terpidana kasus Vina Cirebon yang mengiris hati.

Ucapan seorang terpidana yakni Rivaldy Aditya Wardhana alias Ucil membuat anggota tim kuasa hukum Jutek Bongso menangis.

"Secara psikologis mereka betul-betul terpukul," kata Titin kepada Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri dari akun Youtube Forum Keadilan TV, Senin (18/8/2025).

TItin mengatakan sehari sebelum pengumuman PK, komunikasi dengan para terpidadana masih nyaman. Bahkan, para terpidana sudah mendapatkan ucapan selamat dari rekan-rekan mereka.

"Alhamdulillah sebentar lagi pulang ya gitu. Saya juga merinding ngomong begitu. Tetapi kemudian ketika pengumuman PK, ternyata di dalam juga sudah mereka terinformasi kalau memang PK ditolak dan itu betul-betul lukanya kalau kata saya lebih parah dari sebelumnya," kata Titin.

Titin mengatakan kondisi mental para terpidana semakin anjlok daripada sebelum keputusan permohonan PK ditolak. 

Ia menceritakan setelah permohonan PK ditolak, tim kuasa hukum mendatangi Lembaga Permasyarakatan Cirebon.

Para terpidana terlihat lunglai saat berjalan. Mereka tidak ada yang mengangkat wajahnya untuk melihat tim kuasa hukum. Namun, mereka tidak marah kepada kuasa hukum.

Kuasa hukum terpidana Kasus Vina Cirebon yang dipimpin Jutek Bongso tegas menyatakan tidak akan pernah meninggalkan para terpidana.

Kemudian, tim kuasa hukum juga menjelaskan beberapa upaya hukum.

"Tetapi ada salah seorang Rivaldi menyatakan daripada menyatakan grasi lebih baik saya membusuk di sini. Pada akhirnya Pak jutek saat itu sampai mengeluarkan air mata ketika Rivaldi menyatakan itu," ujarnya.

Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh presiden kepada terpidana, berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau bahkan penghapusan pelaksanaan pidana. 

Grasi merupakan hak prerogatif presiden, yang diberikan setelah mempertimbangkan pendapat Mahkamah Agung. 

Grasi tidak menghilangkan kesalahan terpidana atau merehabilitasinya, tetapi hanya mengubah atau menghapuskan sanksi pidana yang dijatuhkan. 

"Itulah yang kalimat yang membuat air mata Pak Jutek jatuh. Padahal sebelumnya juga Pak Jutek tidak pernah kelihatan menangis di hadapan kami gitu," kata Titin.

"Jadi Pak Jutek menerangkan ada beberapa ee cara yang bisa ditempuh, upaya hukum yang ditempuh tetapi mereka menolak grasi secara keseluruhan. ditanya diulangi sekali lagi tentu saja dengan saya juga melihat di situ suara mereka sangat bergetar ketika menyatakan itu," sambungnya.

(TribunJakarta/TribunJabar)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Berita Terkini